KPK Sasar Rekanan Proyek

Minggu, 30 Desember 2012 – 09:37 WIB
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji tak akan diskriminatif dalam menangani kasus dugaan korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang. Jika sudah menemukan dua alat bukti yang cukup, KPK juga akan menyasar rekanan proyek.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, penetapan tersangka akan dilakukan jika sudah ada bukti yang valid. “KPK taat prinsip dua alat bukti, profesional, dan independen,” kata Busyro kepada Jawa Pos kemarin.

Mantan Ketua Komisi Yudisial tersebut menegaskan pihaknya tidak akan mendasarkan pada subyektivitas dalam penetapan tersangka. “KPK tidak main target,” katanya.
Sebelumnya, Andi Rizal Mallarangeng, juru bicara keluarga tersangka Andi Alifian Mallarangeng, meminta KPK juga membidik petinggi PT Adhi Karya Tbk serta sejumlah rekanan proyek Hambalang. Untuk mengetahui aliran dana proyek tersebut, Rizal meminta KPK tak hanya memblokir rekening pihak Andi. Rekening dari PT Adhi Karya Tbk dan rekanan lainnya juga harus diblokir.

PT Adhi Karya Tbk bersama PT Wijaya Karya Tbk adalah pemenang tender konstruksi proyek senilai Rp 1,2 triliun tersebut. Kedua BUMN konstruksi tersebut membentuk perusahaan kerjasama operasi (KSO). Ada belasan subkontraktor yang diajak oleh KSO. Salah satunya adalah PT Dutasari Citralaras yang dimiliki oleh Mahfud Suroso, kerabat dari isteri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Athiyah Laila.

Dari pihak PT Adhi Karya, KPK telah mencegah Teuku Bagus Mohamad Noer bepergian ke luar negeri. Di PT Adhi Karya, Teuku Bagus menjabat Direktur Operasional I dan juga mantan Ketua KSO. Pegawai Adhi Karya lainnya, yakni M. Arif Taufiqurrahman. Mahfud Suroso dari PT Dutasari pernah juga dilarang meninggalkan tanah air. Namun masa cegahnya sudah habis dan belum diperpanjang.

Pemblokiran rekening rekanan proyek Hambalang saat ini masih mustahil dilakukan. Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan pemblokiran rekening tidak bisa dilakukan  jika belum ada penetapan tersangka. “Pemblokiran rekening hanya bisa dilakukan terhadap tersangka,” kata Johan.

KPK baru menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi pembangunan megaproyek Hambalang. Selain mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng, KPK menetapkan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Di proyek Hambalang, Deddy bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen. Sedangkan Andi bertanggung jawab selaku  Pengguna Anggaran dalam proyek itu. Keduanya disangka telah menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan anggaran proyek Hambalang.

Sebelumnya, pihak keluarga yang diwakili Rizal Mallarangeng mendorong agar pemblokiran rekening bukan hanya diperuntukkan bagi Andi Mallarangeng. Beberapa BUMN yang terkait dengan proyek Hambalang juga perlu dibekukan akunnya. Terutama, PT Adhi Karya yang merupakan pemenang tender. Menurut dia, penuntasan kasus Hambalang secara tuntas hanya bisa dilakukan lewat penelusuran terhadap akun-akun milik perusahaan-perusahaan plat merah tersebut.

Saat ini, setelah menyerahkan hasil audit Hambalang jilid I pada sekitar Oktober 2012 lalu, Badan Pemeriksa Keuangan kini sudah akan menyelesaikan audit keduanya terkait proyek yang diduga merugikan keuangan negara miliaran rupiah tersebut. Namun demikian, suara-suara keraguan terus mengalir dari parlemen terkait independensi hasil audit tersebut.

Pasalnya, di dalam tim audit Hambalang ada salah satu pihak yang dikhawatirkan memiliki conflict of interest. Anggota BPK Agung Firman Sampurna merupakan anak dari anak dari salah seorang anggota Komisi X dari Partai Golkar Kahar Muzakir.    

Anggota Komisi XI dari Partai Demokrat Achsanul Qosasi tegas meminta agar Ketua BPK Hadi Purnomo menarik yang bersangkutan dari keanggotaan tim audit investigasi Hambalang.  ”Sebaiknya hindari proses pemeriksaan yang berpotensi memengaruh independensi BPK. Anggota BPK itu ada sembilan. Jadi bisa ditunjuk anggota lain yang dapat memperkuat transparansi dan independensi pemeriksaan,” kata Achsanul  saat dihubungi.

Dia melanjutkan, bahwa meski anggota BPK dipilih secara politis, tapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus tetap profesional. Sebab, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menjadi pintu masuk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

”Dan Saya yakin BPK sudah mempertimbangkan sebelum melakukan pembagian portofolio, karena nepotisme itu juga bagian dari target pembenahan BPK dalam melakukan pemeriksaan,” ujarnya. (sof/dyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunjangan Khusus Penghulu Rp 500 Ribu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler