KPK Telusuri Pemeriksa Perusahaan Masuk Bursa

Senin, 18 Juni 2012 – 06:36 WIB

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan berhenti mendalami kasus suap pajak. Selain pegawai pajak KPP Sidoarjo Selatan Tommy Hendratno dan sang penyuap dari PT Bhakti Investama Tbk (BHTI) James Gunarjo, kini penyidik juga menelusuri keterlibatan komplotan pegawai pajak lainnya yang ada dibalik Tommy.
    
Yang menjadi perhatian penyidik adalah empat pegawai pajak bernama Ferry Syarifuddin, Heru Munandar, Hani Masrokim dan Agus Totong. Dua hari bertutut-turut, yakni Kamis (14/6) dan Jumat (15/6) keempat orang tersebut dipanggil sebagai saksi untuk kasus BHIT. "Mereka kami panggil karena keterangannya dirasa sangat penting dan berkaitan dengan kasus yang kami tangani," kata juru bicara KPK Johan Budi, Minggu  (17/6)
    
Pemeriksaan yang dilakukan keempat saksi tersebut berjalan lama dari pagi hingga malam. Pada Kamis lalu keempat orang ini datang sekitar pukul 10.30 dan baru keluar pada pukul 21.00 dan 22.00. Kepada wartawan mereka enggan menjabarkan soal pemeriksaan yang mereka jalani.
    
Johan pun mengatakan, mereka diperiksa selama dua hari berturut-turut kemungkinan karena penyidik belum tuntas dalam pemeriksaan yang pertama. Johan juga mengaku tidak mengetahui materi pemeriksaan keempat orang tersesebut. Bahkan Johan menjelaskan bahwa Ferry cs adalah pegawai dari Direktorat Jenderal Pajak. "Sesuai yang tertulis di jadwal pemeriksaan saksi, mereka adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak," imbuhnya.
    
Namun berdasarkan penelusuran Jawa Pos dari catatan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dicatat di KPK, keempat pegawai tersebut merupakan pegawai pajak yang tengah bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman Kav 56 Jakarta.
    
Mereka sangat berkaitan dengan BHIT yang termasuk perusahaan besar yang sudah melantai di bursa dan menjadi wajib pajak di KPP Perusahaan Masuk Bursa. Bahkan berdasarkan informasi yang dikumpulkan Jawa Pos di Dirjen Pajak membenarkan bahwa diantara mereka merupakan tim pemeriksa pajak perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo itu.
    
Jabatan mereka di KPP Perusahaan Masuk Bursa memang sebagai pemeriksa namun dalam tingkatan yang berbeda. Ferry tercatat sebagai pemeriksa pelaksana, Heru dan Hani merupakan pemeriksa muda sedangkan Agus Totong adalah pemeriksa pertama.
    
Diduga mereka terlibat dalam kasus yang sebelumnya menjerat Tommy dan James. Nama Ferry pun sempat muncul dalam penangkapan Tommy dan James di rumah makan Padang Sederhana di kawasan Tebet (6/6) lalu.

"Sebenarnya ada beberapa orang yang kami duga pegawai pajak lainnya yang sudah menunggu di tempat lain, tapi ternyata lolos," kata seorang sumber di KPK beberapa saat setelah penangkapan.
    
Dalam catatan LHKPN dari keempat pegawai itu yang pundi kekayaannya paling banyak adalah Hani Masrokim. Totalnya Rp 1.074.661.300. Rincian harta Hani yang melaporkan kekayaannya pada 30 Juni 2011 adalah tiga tanah dan bangunan yang dimilikinya di Tangerang, Jakarta Pusat dan Semarang nilainya Rp 896.050.000. Mobil dan sebuah motor terhitung nilainya Rp 180 juta. Harta bergerak lainnya Rp 60 juta. Sedangkan kas Rp 50.159.031. Total kekayaan itu dikurangi dengan hutang Rp 111.547.731. Jumlah kekayaan Hani meningkat saat dirinya melaporkan kekayaan pada 31 Agustus 2008, yakni Rp 893.546.723.
    
Urutan kedua adalah Agus. Total kekayaan yang dilaporkan pada 21 November 2011 adalah Rp 824.468.353. Rinciannya, tanah dan bangunan yang terletak di Bandung nilainya Rp 171.140.000. Kendaraan berupa dua mobil dan sebuah motor nilainya Rp 324,5 juta. Harta bergerak lainnya Rp 51 juta dan kas Rp 101.453.577. Piutang yang dimilikinya Rp 216.283.470. Sedangkan hutanya adalah Rp 39.908.694. Total kekayaan Agus naik dari yang dilaporan pada 18 September 2008 yakni Rp 264.372.000.
    
Disusul Heru dengan jumlah kekayaan Heru yang tercatat 10 Maret 2010 Rp 194.443.997. Rinciannya, tanah di kawasan Bogor Rp 237.774.000. Harta bergerak berupa tiga buah motor yang nilainya Rp 19.715.000. Harta bergerak lainnya Rp 36.610.000 dan kas Rp 8.087.651. Piutang Rp 42.257.346. Itu semua dikurangi dengan utang yang dimilikinya yakni Rp 150 juta. Kekayaan tersebut meningkat dari laporan pada 19 September 2008, yakni Rp 169.381.979.
      
Sedangkan yang terakhir adalah Ferry. Total harta kekayaan milikinya yang dilaporkan pada 23 Juni 2011 hanya Rp 42.264.774. Rinciannya, harta tidak bergerak yang dimiliki Ferry hanyalah tanah seluas 396 meter persegi di Kabupaten Karanganyar yang nilainya Rp 7.920.000. Sebuah motor Honda Supra X tanun 2005 senilai Rp 6,5 juta.Harta bergerak lainnya Rp 16.650.000. Kas Rp 11.194.774.
    
Kata sumber tersebut, tidak mungkin Tommy bermain sendiri lantaran dia adalah pegawai pajak di KPP Sidoarjo Selatan yang sebenarnya tidak mengurusi pajak BHIT. Peran Tommy adalah perantara perusahaan dengan pegawai pajak di Jakarta dan bertindak sebagai konsultan perusahaan itu.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pun dengan tegas mengatakan bahwa dalam kasus KPK tengah melawan ini mafia pajak dan mafia bisnis yang sudah berkolaborasi. "Yang kami hadapi semakin riil. Kami berkomitmen bekerja lebih keras lagi," ujar Busyro beberapa waktu lalu.

Sebelum bertugas di Sidoarjo, Tommy bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar yang berkantor di kawasan Gambir. Kala itu dia menjabat sebagai Kabag Tata Usaha. "Mungkin saat masih menjadi Kabag TU dia mengenal PT Bhakti Investama," ujar seorang sumber di Dirjen Pajak.
    
Nah, Tommy pun akhirnya berhubungan dengan James yang belakangan diketahui bukan pegawai  BHIT namun sebagai pegawai PT Agis yang masih merupakan anak perusahaan BHIT. KPK pun telah menyita sekitar 20 bundel dokumen pajak perusahaan tersebut.
    
Tidak hanya itu, KPK juga telah mengirim permintaan cegah ke luar negeri untuk Komisaris BHIT Antonius Tonbeng. Dirut BHIT Hary Tanoesoedibjo juga dipanggil sebagai saksi meski akhirnya pemeriksaan tersebut akan dilangsungkan pada 28 Juni mendatang.
    
Dirjen Pajak Kemenkeu A. Fuad Rahmany mengatakan pihaknya akan memberikan informasi secara terbuka kepada penyidik Komisi Antikorupsi. Siapapun pegawai pajak yang akan dimintai keterangan KPK, harus memberikan informasi yang benar kepada penyidik. "KPK yang akan ambil alih itu. Kita kerjasama berikan semua data," kata Fuad.
    
Mengenai kemungkinan pegawai pajak yang akan menjadi tersangka baru, Fuad tidak bersedia memberikan keterangan.  "Saya tidak bisa berikan informasi itu karena dalam penyidikan kita tidak boleh keluarkan dulu informasi, biar KPK yang tahu kapan dia boleh keluarkan informasi itu, kapan enggak," kata mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Keuangan dan Lembaga Keuangan itu. (kuh/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY : Tak Adil Subsidi Rakyat Miskin Dihapus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler