jpnn.com, JAKARTA - Pemberian makanan tidak bergizi kepada anak bisa berpotensi melanggar hak anak.
Hal ini mengemuka dalam diskusi yang digelar Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) bertema Lingkaran Setan Gizi Buruk di Indonesia.
BACA JUGA: Seperti ini Sosok Vincent Verhaag di Mata Jessica Iskandar
Dr. Entos Zainal Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA yang hadir sebagai pemateri menjelaskan isu kesehatan sangat mempengaruhi bagaimana perkembangan anak dan remaja saat dewasa kelak.
“Isu kesehatan yang paling berpengaruh pada anak dan remaja adalah stunting, malnutrisi, anemia, penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, HIV/ AIDS, kekerasan, rokok dan narkoba,” jelas Entos Zainal.
BACA JUGA: 9 Jenis Buah ini Bisa Membantu Mengatasi Asam Lambung
Di antara permasalahan di atas, stunting masih menyisakan pekerjaan rumah yang berat, baik bagi pemerintah dan juga masyarakat.
Demi mempercepat target penurunan prevalensi stunting tersebut, Kementerian PPPA mengajak seluruh elemen masyarakat ikut berperan mengkampanyekan ASI ekslusif sebagai bekal anak tumbuh dengan status gizi yang baik.
BACA JUGA: Guru Besar UI Sebut 5 Hal Ini Bisa Jadi Pelajaran agar Indonesia Tak Seperti India
“Kita harus jaga agar susu kental manis tidak diberikan kepada bayi. Pemenuhan hak anak terlanggar bila susu kental manis terus diberikan sebagai minuman pengganti susu untuk anak," kata Entos.
Di acara yang sama, Ketua Bidang Advokasi KOPMAS R. Marni memaparkan temuan-temuan KOPMAS terkait permasalahan gizi anak selama 2020 – 2021.
“Permasalahan gizi anak dan remaja, jika ditarik benang merahnya, semua bersumber pada keluarga. Bagaimana kebiasaan makan anak, bagaimana gaya hidup anak saat remaja hingga dewasa, apakah anak-anak tumbuh dengan gizi yang cukup atau malah beresiko anemia, ini tergantung dari bagaimana perlakuan keluarga terhadap anak. Dengan kata lain, orang tua yaitu ibu dan bapak harus paham benar mengenai tumbuh kembang anak,” jelas Marni.
Dalam temuan KOPMAS baru-baru ini, saat mengadvokasi gizi untuk masyarakat di Ciboleger dan Ciemes, Marni mengungkapkan masyarakat yang selama ini dikenal hidup dengan kearifan lokal, mengkonsumsi makanan yang bersumber dari alam pun beresiko gizi buruk.
“Jika dulu masyarakat Baduy ini identik dengan hidup tanpa teknologi, sekarang mereka sudah akrab dengan gadget dan televisi. Dampaknya adalah, anak-anak Baduy yang biasanya makan singkong, sayur dan ikan-ikanan, kini terbiasa makan sosis, baso, nugget dan pagi sarapan dengan sereal atau susu kental manis. Bahayanya adalah, orang tua tidak paham apa yang dimakan anak-anak mereka tidak sesehat menu dari ladang yang dahulu biasa mereka konsumsi,” papar Marni.
Menanggapi hal itu, Dr. Wiwin Hendriani dari Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (HIMPSI) mengatakan persoalan susu kental manis masih menyisakan pekerjaan yang panjang bagi pemerintah.
“Iklan susu kental manis sebagai sumber gizi tunggal memang sudah dihapus, tapi bukan berarti dengan iklannya di stop kebiasaan masyarakat langsung berbalik, tidak mungkin seperti itu. Maka yang harus dilakukan adalah mengkoreksi dengan informasi yang benar. Iklan yang salah harus diperbaiki dengan iklan yang menampilkan informasi yang benar,” kata Wiwin.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh, Anak Uya Kuya Mengaku Jadi Korban Pelecehan
Redaktur & Reporter : Yessy