KPPU Endus Modus Monopoli Patra Niaga

Rabu, 31 Agustus 2016 – 17:26 WIB
Ilustrasi. Foto: kppu.co.id

jpnn.com - BATAM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai adanya upaya monopoli usaha dalam kebijakan baru Pertamina Patra Niaga untuk usaha transportasi Bahan Bakar Minyak (BBM) via laut. Mereka menemukan modus yang sama seperti dalam upaya monopoli transportasi BBM di darat.

"Dulu, transportasi BBM di darat itu dilakukan para pelaku usaha swasta. Sekarang ini lebih banyak dan hampir seluruhnya dilakukan oleh Patra Niaga," kata Ketua KPPU Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Batam, Lukman Sungkar seperti dikutip dari Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

BACA JUGA: Mau Berlari di Jalur Menantang? Ayo Ikut Bromo Marathon 2016

Modus itu, yakni, meminta perbaikan moda transportasi. Sebelumnya, Patra Niaga juga pernah meminta perbaikan dari segi moda transportasi pada pelaku usaha swasta transportasi BBM di darat. Mereka harus mengganti tangki baru.

Pelaku usaha menurut. Mereka mengganti tangki baru. Namun, ternyata, kontrak hanya berlaku selama satu tahun.

BACA JUGA: Penyidik KPK Turun ke Desa-desa? Ah, Ternyata

"Mereka (para pelaku usaha swasta itu) dilepas karena Patra Niaga sudah punya duit sendiri," lanjut Lukman. 

Kini, modus itu terulang pada permintaan Patra Niaga kepada para pelaku usaha transportasi BBM di laut untuk mengganti tugboat mereka. Dari tugboat kayu menjadi tugboat besi. Permintaan ini, menurut Lukman, bagus. Hanya saja, harus hati-hati pada kontrak.

BACA JUGA: Wonderful Indonesia, Festival Bahari Mengeksplorasi Pesona Kepulauan Togean

"Kontrak itu harus dilihat. Apakah kalau sudah investasi - mereka keluar duit banyak, ada jaminan dipakai lama?" ujarnya.

Namun demikian, Lukman merasa sedikit aneh dengan permintaan ini. Sebab, permintaan ini dilakukan bersamaan dengan penurunan tarif angkutan. Penurunan tarif itu sendiri sudah membuat tanda tanya besar pada KPPU. 

"Kalau kita lihat, harga minyak dunia kan lagi turun. Kenapa nggak dari dulu saja tarifnya diturunkan? Kenapa harus dibarengi dengan permintaan dari segi perbaikan?" tanyanya.

KPPU, katanya, masih terus mengumpulkan data terkait permasalahan ini. Baik itu data dari Batam maupun secara nasional. 

Sayangnya, belum ada pengusaha tranportasi yang mau memberikan informasi. Lukman menduga, para pengusaha tersebut ketakutan. Sebab, usaha mereka sangat berkaitan dengan Patra Niaga. 

"Kami akan melakukan koordinasi lebih lanjut. Investigasi awal ini masih akan terus dilakukan," katanya.

Diketahui, Hiswana Migas Kepulauan Riau menolak penurunan tarif angkutan BBM yang ditawarkan Pertamina Patra Niaga. Karena kebijakan tarif baru tersebut akan menyulitkan para pengusaha BBM yang ada di Kepulauan Riau.

Mereka mengajukan keberatan kepada General Manager (GM) Area Sumatera Bagian Utara (Sumbangut) Patra Niaga di Batam. Dalam surat penolakan nomor 063/HM-Kepri/VII/2016 yang diterima Batam Pos selama beberapa tahun belakangan ini Patra Niaga terus menurunkan tarif angkutan yang harus dibayarkan kepada transportir. 

Meskipun tidak ada keuntungan dari pengangkutan, para pengusaha masih bisa menutupinya dari bidang penjualan BBM.

Namun kebijakan yang diajukan kali ini sangat memukul para pengusaha, persentase penurunannya cukup signifikan. Bila sebelumnya tarif angkutan BBM dari Tanjunguban ke Karimun Rp 274 per liter, melalui kebijakan yang baru ini per liternya hanya dihargai Rp 143 saja.

Sedangkan tuntutan dari Patra Niaga semakin meningkat. Salah satunya kewajiban mengganti tugboat kayu menjadi tugboat besi. Hal tersebut menimbulkan biaya operasional yang cukup tinggi.

Karenanya para pengusaha BBM menganggap kebijakan Patra Niaga itu sudah berada di level yang paling menyulitkan mereka untuk terus melakukan usaha. Seluruh anggota Hiswana Migas sepakat untuk menolak rencana Patra Niaga tersebut.

Mereka mencium adanya permainan yang tidak sehat, Patra Niaga diduga hendak mengarahkan monopoli pengangkutan BBM pada satu perusahaan saja.

Mereka mengangap tarif angkutan BBM yang diterapkan Patra Niaga tidak transparan, konsisten, dan merata. Pola yang digunakan kurang memperhitungkan fakta serta kebutuhan operasional serta tidak mengakomodir seluruh biaya yang harus ditanggung transportir. Menerima dengan tarif rendah, atau menolak harga baru yang kemudian akan diambil alih oleh Patra Niaga.

Karenanya mereka meminta Patra Niaga meninjau ulang kebijakan tersebut seiring dengan kewajiban penggunaan tugboat besi. Hal tersebut sesuai dengan notulen rapat bersama yang digelar 2 September 2015 lalu.

Mereka meminta Patra Niaga tak menurunkan tarif, atau tetap dengan tarif yang lama. Bahkan jika perlu tarif angkutan dinaikkan sesuai dengan biaya yang harus ditanggung pengusaha.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua Hiswana Migas, Adeck Helmi juga mengeluhkan sulitnya melakukan penagihan terhadap pihak Patra Niaga.

Tahapan penagihan, verifikasi serta keberadaan dokumen yang sulit dilacak. Belum lagi ketidakjelasan petugas yang hendak dihubungi untuk meminta keterangan progres. (ceu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Dipangkas Pusat, Daerah Alami Defisit Rp 15 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler