jpnn.com - JAKARTA – Rekapitulasi suara pemilu presiden (pilpres) tingkat nasional akan ditetapkan pada 22 Juli mendatang. Namun, kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyoal jadwal tersebut dan meminta KPU memundurkannya karena masih ada beberapa persoalan di daerah.
Saat ditanya soal permintaan kubu Prabowo-Hatta tersebut, Komisioner KPU Arief Budiman menuturkan bahwa pihaknya tidak bisa menuruti. ”Kami laksanakan sesuai target,” tegasnya.
BACA JUGA: Komnas Ham Panggil Paksa Kivlan Zein
Sampai saat ini, lanjut Arief, KPU masih akan melaksanakan tahapan dan program sesuai jadwal. Pada 20 hingga 22 Juli akan digelar rekapitulasi suara tingkat nasional. ”Semua capres-cawapres juga telah diundang,” tambahnya.
Sebelumnya, Fadli Zon selaku wakil ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta menyatakan, sebelum rekapitulasi nasional dilakukan, KPU perlu menuntaskan pemungutan suara ulang (PSU) di berbagai daerah. Menurut dia, terdapat indikasi pelanggaran sehingga di tempat pemungutan suara terkait perlu dilaksanakan PSU.
BACA JUGA: 31 DPD Golkar Tolak Munas 2014
”Kami temukan indikasi kecurangan yang bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis,” ujar Fadli dalam konferensi pers di Rumah Polonia, Jakarta, Sabtu (19/7).
Menurut Fadli, sejumlah pelanggaran itu terjadi di enam provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, dan Lampung. Terindikasi oleh tim Prabowo, terjadi pelanggaran di sejumlah TPS yang ada provinsi-provinsi itu. ”Di Jakarta saja ada sekitar 5.000 TPS,” klaimnya.
BACA JUGA: Anggap Usul Penundaan Pengumuman Hasil Pilpres Mendelegitimasi KPU
Kuasa hukum tim Prabowo-Hatta, Habiburokhman, menambahkan, kasus terbesar yang muncul adalah banyaknya orang yang memilih tanpa menggunakan formulir A5. Dia menilai para pemilih itu masuk sebagai pemilih ilegal. ”Ini sistematis dan masif karena terjadi di daerah yang menjadi (kemenangan) kubu sebelah,” ujarnya.
Menurut Habib, PSU perlu dilakukan di sekitar 5.800 TPS di enam wilayah tersebut. Jika itu dilakukan, akan ada 5 juta orang yang menggunakan hak pilih masing-masing. ”Jadi, PSU ini akan sangat signifikan nantinya, memengaruhi hasil pemilu,” ujarnya.
Habib menyatakan, PSU perlu dilakukan di sisa waktu yang tersedia. Dalam hal ini, KPU tidak perlu memaksakan jika proses rekap pada 22 Juli akan tertunda. Sesuai dengan UU Pilpres, batas waktu penetapan hasil pemilu selambat-lambatnya 30 hari setelah pemungutan suara.
”Sebelum selesai masalah ini, kami imbau untuk menunda pleno tersebut. Kalau mau PSU, ya cuma butuh waktu tiga hari untuk melaksanakan,” tutur dia.
Saksi tim Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto, menambahkan, banyak temuan yang sudah dilaporkan kepada panwas. Namun, banyak juga yang tidak dilaksanakan KPU. Fenomena orang memilih tanpa formulir A5 menurut dia lebih parah di daerah. ”Mereka milih pakai surat keterangan. Ditanya mau milih siapa,” ujarnya.(jawapos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Delegasi Bill Clinton Mendarat di Kalsel
Redaktur : Tim Redaksi