Kremlin Milik Putin Lagi

Raih 64 Persen Suara dalam Pilpres Rusia

Selasa, 06 Maret 2012 – 23:32 WIB

MOSKOW - Ambisi Vladimir Putin untuk kembali menguasai Kremlin (pusat pemerintahan Rusia) tercapai. Kemarin (5/3) Komite Pemilu Pusat mengumumkan bahwa Putin unggulan dalam pemilihan presiden (pilpres) Minggu lalu (4/3). Namun, oposisi memprotes kemenangan tokoh 59 tahun itu dan mengklaim adanya kecurangan.
 
"Hasil perhitungan awal menunjukkan bahwa Vladimir Vladimirovich Putin terpilih sebagai presiden Federasi Rusia," ujar Vladimir Churov, ketua Komite Pemilu Pusat, dalam jumpa pers.
 
Sebanyak 99,3 persen surat suara telah dihitung kemarin, dan Putin mengantongi sekitar 64 persen. Perolehan suara Putin itu lebih banyak daripada empat pesaingnya. Dengan demikian, komite tidak perlu mengadakan pilpres putaran kedua. 
 
Gennady Zyuganov, capres yang diusung oleh Partai Komunis Rusia, berada di peringkat kedua. Tapi, politikus yang telah beberapa kali mencalonkan diri sebagai presiden itu hanya mengumpulkan 17,19 persen suara. Sedangkan taipan bisnis Mikhail Prokhorov, Vladimir Zhirinovsky, serta Sergei Mironov masing-masing meraih 7,82 persen, 6,23 persen, dan 3,85 persen suara.
 
Kendati sukses menghimpun dukungan hingga di atas 50 persen, mentor Presiden Dmitry Medvedev tersebut gagal menang di ibu kota. Kemarin komite pemilu melaporkan bahwa perolehan suara Putin di Moskow tak sampai 50 persen. Dia hanya mendapat 47,22 persen. Sedangkan Prokhorov yang menempati urutan kedua perolehan suara di Moskow meraup sekitar 20,21 persen.
 
Di Chechnya, Putin justru menang dengan gemilang. Di wilayah Rusia yang paling sering terbelit konflik itu, suami Lyudmila Putina itu mendapat dukungan 99,73 persen. Yang lebih mengejutkan, kehadiran pemilih di Chechnya mendekati 100 persen ( 99,59 persen). Secara keseluruhan, tingkat partisipasi pemilih di Rusia mencapai 65,3 persen.
 
Lembaga pemantau pemilu OSCE menilai pilpres tidak berjalan secara fair. Menurut lembaga itu, Putin mendapat keuntungan dari media dibandingkan semua pesaingnya. Sumber daya milik negara, misalnya, sengaja dikerahkan untuk membantu Putin berkuasa lagi selama enam tahun ke depan. Meski begitu, OSCE menyebut tak ada pelanggaran yang sangat serius selama pilpres.
 
Tetapi, pengumuman kemenangan Putin memicu reaksi dari oposisi. Kendati tak banyak, kelompok anti-Putin yang sejak awal menentang keras kembalinya ketua Partai Rusia Bersatu itu ke Kremlin lagi-lagi turun ke jalan. Puluhan ribu anti-Putin memadati Lapangan Pushkin dan menggelar unjuk rasa bertajuk "Rusia tanpa Putin" kemarin.
 
Di bawah penjagaan ketat petugas, para aktivis oposisi menuding ada kecurangan dalam pilpres. Menurut mereka, Putin menang karena mengerahkan sejumlah besar pemilih yang sengaja mencoblos di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) berbeda. Mereka dituding menggunakan hak para pemilih yang tak datang untuk melipatgandakan suara bagi Putin.
 
"Vladimir Putin memenangkan pilpres dengan selisih perolehan suara besar. Tapi, dia punya tugas berat untuk membuktikan legitimasinya," tulis harian bisnis Rusia, Vedomosti, mengutip seorang pengamat politik. Kemarin Zyuganov juga menolak mengakui kemenangan Putin. Dia menuntut komite pemilu melakukan investigasi mendalam untuk mengikis kecurigaan oposisi.
 
Rencananya, presiden Rusia akan dilantik pada 7 Mei mendatang. Putin yang sebelumnya sudah dua kali menjadi presiden tidak hanya akan menjabat selama empat tahun seperti Medvedev. Tahun ini, masa jabatan presiden Rusia ditetapkan enam tahun. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gudang Senjata Meledak, 200 Tewas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler