jpnn.com, JAKARTA - Kriti terhadap rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Pantai Krakal Yogyakarta terus disuarakan.
Pasalnya, proyek tersebut berpotensi merusak lingkungan mengingat lokasinya berada di dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).
BACA JUGA: Sandiaga Dukung Beach Club Raffi, Pakar: Jangan Menumpang Viral dan Enggak Baca UU
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa pada dasarnya, setiap investasi harus memperhatikan aturan yang berlaku dan aspek-aspek lain.
"Bukan hanya dari sisi keuntungan, bukan hanya dari sisi aspek ekonomi, tapi juga aspek-aspek lain itu penting. Aspek lingkungan, sosial penting, tata kelola itu juga penting," kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/1).
BACA JUGA: Kejaksaan Agung Didesak Awasi Proses Perizinan Beach Club Raffi Ahmad
Termasuk dalam konteks pembangunan beach club yang bakal dilakukan Raffi Ahmad di Jogja, bahwa yang menjadi pertimbangan bukanlah mendapatkan sebanyak-banyaknya investasi dan mengabaikan pertimbangan dari aspek lain termasuk dampaknya bagi lingkungan.
"Karena ada dampaknya juga nanti bukan hanya lingkungan sendiri, tapi juga ke masyarakat dan investasi itu sendiri. Karena tidak sedikit masyarakat yang juga dirugikan," tambahnya.
BACA JUGA: Pakar Pertanyakan Kajian Amdal Beach Club Raffi Ahmad
Faisal pun kemudian membandingkan dengan pembangunan smelter di Sulawesi yang sebelumnya tidak ada penduduk menjadi banyak dan bisa menyerap tenaga kerja.
"Tapi di sisi yang lain masyarakat yang lebih dulu bekerja di situ mata pencahariannya sebagai nelayan, sebagai petani, kemudian rusak lahannya, rusak juga perairannya ini jadi tidak mendapatkan penghasilan sebagaimana dulu investasi belum masuk atau belum dibangun, jadi ini merugikan bagi kalangan ini dan mereka tidak bisa serta-merta bisa jadi tenaga kerja di situ," kata Faisal.
"Karena mereka selama ini bekerjanya begitulah, skill mereka dan mata pencaharian mereka. Nah inilah yang terabaikan gitu," lanjutnya.
Sehingga menurutnya, jangan hanya mendorong investasi untuk perekonomian serta mengatasi masalah pengangguran yang menciptakan masalah-masalah baru lainnya.
Faisal menyebut jika permasalahan tersebut terjadi bukan hanya untuk rencana pembangunan beach club di Yogyakarta, namun pemerintah harus memperhatikan pembangunan di daerah lainnya.
"Karena kalau tidak, ini bisa menjadi bom waktu jika ini terjadi di banyak tempat. Karena ini kan bukan hanya di 1 atau 2 kasus, tapi umum dan apalagi Perpu Cipta Kerja ini kan baru disahkan dan akan berlaku dalam jangka waktu yang panjang, yang tanpa ada kontrol terhadap kasus-kasus seperti ini," sambungnya.
"Ini bisa menjadi bom waktu kedepannya, yang bisa jadi akan menjadi backfire terhadap kebijakan ekonomi itu sendiri begitu," ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan Rizky Karo Karo, seharusnya rencana pembangunan tempat wisata itu, harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, terutama dampaknya terhadap lingkungan.
"Rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad di Pantai Krakal Yogyakarta wajib mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup," kata Rizky dalam keterangannya pada Kamis (18/1).
Ia pun mencontohkan misalnya tentang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.
"Lalu, Permen-ESDM No. 17/2012 tentang Penetapan Kawasan Benteng Alam Karst," lanjutnya.
Selain itu, keinginan investor harus memikirkan bahwa jika membangun beach club tersebut selain untuk tujuan pariwisata, tetap wajib mematuhi prinsip-prinsip dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Yaitu meliputi perencanaan termasuk perizinan administratif oleh pejabat yang berwenang, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Maka baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemilik modal, wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rencana pembangunan tersebut," ujarnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif