KTT G20 Bawa Kabar Baik dan Buruk Bagi Perekonomian Dunia

Minggu, 08 September 2013 – 07:06 WIB

SAINT PETERSEBURG - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 menghasilkan sejumlah kesepakatan. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada kabar baik dan buruk dari KTT G20 yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia tersebut. Kabar baiknya, meski proses perbaikan kondisi ekonomi dunia belum juga tuntas dan masih berlangsung, namun ekonomi di beberapa negara maju mulai bangkit. 

"Ekonomi Amerika dan Jepang dan sejumlah negara maju lainnya sudah mulai menggeliat. Ini bagus, karena mereka menguasai sebagian terbesar dari perekonomian global. Kalau ekonominya kuat, kokoh dan terus tumbuh, dampaknya tentunya akan dinikmati oleh seluruh negara di dunia, termasuk emerging market," jelas SBY dalam konferensi pers di Hotel Grand Emerald, St. Petersburg, Rusia, kemarin (7/9) waktu setempat.
   
Sementara kabar buruknya, lanjut SBY, di balik melesatnya mulai menggeliatnya ekonomi di negara-negara maju, ekonomi negara-negara emerging market termasuk Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) justru mendapat tekanan baru. Tidak terkecuali Indonesia. "Kalau ini tidak diatasi baik oleh negara-negara emerging market itu sendiri maupun kerjasama global, tentu tidak membawa kebaikan pada upaya kita membuat ekonomi dunia tumbuh kuat, berimbang dan berkelanjutan," lanjutnya.
    
Presiden RI keenam itu mengungkapkan, pandangannya tersebut terlah disampaikan dalam sebuah sesi di KTT G20. Dalam kesempatan tersebut, SBY juga mendengarkan pandangan dari pimpinan negara BRICS dan emerging market lainnya. "Saya juga senang mendengar pandangan pimpinan negara BRICS dan emerging market, misalnya PM India, Presiden Afrika Selatan, Presiden Brazil, Presiden Tiongkok, dan Presiden Putin sendiri, yang kelimanya menjadi anggota BRICS, dan juga pandangan negara yang ekonominya juga ikut tertekan, seperti Turki yang memiliki pandangan yang nyata dan kongkrit pada forum G20 kali ini," ungkapnya.
 
SBY memaparkan, BRICS dan emerging market yang selama ini tumbuh baik, mendapat tekanan baru. Dia mencontohkan, Tiongkok yang biasanya pertumbuhannya mencapai 9 sampai 10 persen pertahun, diperkirakan tahun ini hanya 7,7 persen. Sementara India ada yang meramalkan hanya sekitar 5,7 persen. "Artinya, emerging market juga tertekan. Indonesia, kita sudah mengoreksi ke bawah sekitar 5,9 hingga 5,8 persen. Andaikata kita bisa bertahan dan mencapai angka itu, itupun masih melegakan karena diperkirakan akan tumbuh nomer 2 setelah Tiongkok," paparnya.
   
SBY menekankan kepada semua pihak, terutama pemerintah dan masyarakat untuk tidak panik. menyikapi hal tersebut. Dia menegaskan, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang tengah berjuang untuk mengatasi gejolak ekonomi di dalam negeri. Meski begitu, dia memastikan bahwa jajaran pemerintah akan berupaya keras untuk segera menuntaskan persoalan ekonomi tersebut. Dia optimis Indonesia bisa mengatasi krisis ekonomi seperti pada tahun 2005, 2008 dan 2009 lalu.
  
"Yang ingin saya jelaskan, agar kita bekerja sangat-sangat serius pada bulan-bulan mendatang dalam mengelola perekonomian kita. Tapi juga jangan panic seolah-olah hanya Indonesia yang mendapat tekanan ini. Dengan demikian kalau kita serius dan sadar ada tekanan baru dalam perekonomian kita tetapi tidak panik dan rasional, kemudian mencari jalan yang paling baik, insya Allah akan selamat perekonomian kita, sebagaimana kita menyelamatkan perekonomian kita tahun 2005 lalu, atau 2008-2009," jelasnya.
    
SBY menambahkan, pihaknya telah berpesan kepada jajarannya untuk bergerak cepat dalam mengatasi persoalan ekonomi dalam negeri, terkait adanya tekanan baru tersebut.  "Saya sudah berpesan kepada Menteri Keuangan, insya Allah sepulang dari G20 ini, saya seperti tahun 2008-2009 lalu bersama jajaran pemerintah dan dunia usaha, akan kembali bekerja terus-menerus untuk memastikan ekonomi bisa kita pulihkan dalam waktu yang tidak terlalu lama," tambahnya.

Mengenai hasil-hasil pembicaraan dalam pertemuan puncak G-20,  SBY menyampaikan,  pertama menyangkut soal pertumbuhan ekonomi yang harus terus dijaga. Kedua, perbaikan ekonomi (economic recovery) akan terus dilanjutkan. Selanjutnya,  diperlukan koordinasi kebijakan dari negara anggota untuk membantu menuntaskan persoalan ekonomi gobal. "Keempat, investasi, kelima, job. Kemudian keenam, international trade, ketujuh, reformasi keuangan, kesembilan, development, kesepuluh, anti-korupsi dan terakhir, stabilitas energy," imbuh dia. (ken)
 

BACA JUGA: Sukhoi Pesanan AU Komplit

BACA ARTIKEL LAINNYA... Minta KY Periksa Hakim Cebongan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler