jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi pada Kamis (16/3) mulai menggelar sidang pertama permohonan atas perselisihan Pilkada serentak 15 Februari lalu. Salah satu yang digugat ke MK adalah hasil Pilkada di Kabupaten Maybrat, Papua Barat.
Dalam Pilkada ini diikuti dua pasangan calon (Paslon) yakni Paslon Nomor Urut 1, Karel Murafer-Yance Way dan Paslon Nonor Urut 2 Bernard Sagrim-Paskalis Kocu. Pasangan nomor urut 2 inilah yang menggugat ke MK.
BACA JUGA: Relawan Pendukung Jokowi-JK Dukung Anies-Sandi?
Untuk menghemat waktu, hakim MK pun dipecah menjadi dua panel. Panel 1 dipimpin Ketua MK Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams.
Sedangkan Panel 2 dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Manahan Sitompul dan Aswanto.
BACA JUGA: Temuan Polri: Persoalan Pilkada Itu-Itu Saja
Untuk perselisihan Pilkada Kabupaten Maybrat, Papua Barat, yang masuk dalam Panel 2, sidang digelar pada Kamis (16/3) sore pukul 16.00 WIB dengan nomor Perkara: 10/PHP.BUP-XV/2017.
Pemohon mengajukan Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Maybrat No. 25/Kpts-KPU.MBT/II/2017 Tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara, Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maybrat Tahun 2017 tanggal 25 Februari 2017.
BACA JUGA: Ahok-Djarot Buka Lagi Patungan Rakyat
Kuasa hukum Paslon No 2, Yance Salambauw, usai sidang di MK mengatakan pihaknya optimistis MK akan mengabulkan tuntutannya. Sebab dalam pembacaan permohonan setebal 68 halaman, tidak ada koreksi dari Panel 2 MK. “Ini yang membuat kita optimistis,” kata Yane melalui keteranan tertulisnya.
Setelah pembacaan permohonan pada sidang pertama itu, lanjut Yance, MK mempersilakan KPU dan pihak terkait untuk menjawab dalam sidang lanjutan pada Selasa 21 Maret mendatang. “Jadi kita nanti tinggal membuktikan fakta dan dalil-dalil yang kita ajukan.”tambah Yance.
Yance menjelaskan, persoalan muncul saat KPU Maybrat menetapkan pasangan nomor urut satu, Karel Murafer - Paskalis Kocu sebagai pemenang dengan perolehan suara, 14,459, dan pasangan nomor urut 2, Karel Murafer Yance Way dengan perolehan suara sebesar 14.364, hanya selisih 94 suara. Hasil rekapitualsi inilah yang digugat ke MK karena menurut pasangan nomor urut 2, banyak kecurangan terjadi, bukan hanya pada saat penghitungan tetapi sebelum pencoblosan, pada saat pencoblosan, dan kemudian pada proses rekapitulasi. Semua bukti atas pelanggaran inilah yang dibawa ke MK di Jakarta.
“Kami yakin MK akan adil dalam mengambil keputusan yaitu membatalkan kemenagan pasangan nomor urut 1 Karel Murafer-Yance Way, sebab kecurangan yang dilakukan tim sukses paslon 1 sangat nyata dan vulgar,” katanya.
Lebih lanjut, Yance menjelaskan kecurangan sebelum pencoblosan, ketika pembagian formulir C6 kepada para pemilih ternyata pemilih yang merupakan pendukung paslon no 2,banyak yang tidak diberikan.
Kemudian, ketika pencoblosan, saksi-saksi dari paslon nomor 2 diusir dan tidak boleh hadir di TPS-TPS. Kemudian masih pada saat pencoblosan, surat suara yang akan dicoblos harus diserahkan pada seseorang (yang hanya menggunakan name tage) dan seseorang itu yang mencoblos. Begitu pula formulir berkenaan dengan pencatatan suara tidak pernah diserahkan KPPS kepada paslon nomor 2. Jadi paslon nomor 2 hanya bisa melihat dari website.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menegaskan tindakan menghalangi saksi pasangan calon menyaksikan pelaksanaan pemberian suara harus dikualifikasikan sebagai pemberangusan hak pemilih dan hak paslon. Tindakan ini bertentangan dengan asas pilkada, khsususnya asas netralitas. Dalam hukum, tindakan yang bertentangan dengan asas, berakibat pada seluruh tindakan itu tidak sah.
“Saya berpendapat juga fakta pelanggaran ini tidak mungkin bisa dibenarkan sekalipun oleh seorang jagoan yang sangat terlatih membolak balik fakta dan argumen,” kata Margarito.
Margarito juga mempertanyakan tindakan Panwaslu. Apa dasarnya mereka merekomendasikan coblos ulang di 260 TPS. Padahal yang dilaporkan bermasalah hanya 25 dan 25 inilah yang dilaporkan dan diminta ditindak. Tindakan ini melampaui wewenang dan karena itu sebagai akibat hukumnya adalah tindak batal demi hukum. Jadi secara keseluruhan pilkada menyalahi prosedur yang ditetapkan dalam UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
“Tidak ada alasan hukum untuk membenarkan tindakan tersebut. Bahkan menurut saya, pilkada Maybrat harus diulang di 25 TPS yang bermasalah secara hukum itu,” katanya.(*/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sosialisasi Program Anies-Sandi agar Warga Bisa...
Redaktur & Reporter : Friederich