Kubu Habib Rizieq Tanya soal Bukti Kunci Penghasutan, Begini Jawaban Ahli Pidana Polisi

Jumat, 08 Januari 2021 – 16:24 WIB
Ahli pidana pihak termohon membeberkan kesaksian berdasar keilmuannya dihadapan majelis hakim di PN Jakarta Selatan, Jumat (8/1). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim kuasa hukum dari Habib Rizieq Shihab sempat mempertanyakan mengapa kliennya dijerat pasal 160 KUHP tentang Penghasutan kepada ahli pidana di sidang lanjutan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (8/1).

Adapun untuk membuktikan penghasutan itu, kata kubu Rizieq, harus ada terlebih dahulu orang yang dipidana karena telah terhasut oleh klinenya tersebut.

BACA JUGA: Ups, Malam-malam PNS Bareng Pria Beristri di Kamar, Terjadilah...

Menanggapi persoalan itu, Ahli Hukum Pidana dari UI Eva Achjani Zulfa mengatakan, persoalan berkerumun sejatinya sudah ada aturan dari pemerintah yang menyebutkan adanya larangan tersebut.

Oleh karena itu, saat ada orang yang mengajak ataupun memang melakukan kegiatan berkerumun, bisa dikatakan telah melanggar aturan yang ditetapkan tersebut.

BACA JUGA: Wapres Ma’ruf Amin Berikan Tugas Khusus kepada Menag Yaqut, Apa Itu?

"Kembali lagi kesatuannya tadi, ada larangan berkerumun. Tidak ada masalah dalam konteks siapa yang mengambil inisiatif, bahwa perbuatan sama-sama dilakukan mereka (terhasut dan penghasut, red) punya kesadaran itu melanggar suatu ketentuan dan ambil resiko maka terjadilah tindak pidana," ungkap Eva di PN Jaksel, Jumat (8/1).

Lebih lanjut, Eva berpandangan penghasutan itu berkaitan dengan siapa yang menggerakan dan siapa yang digerakan.

Kemudian, orang yang menggerakan pun tak harus ada di lokasi dan itu bisa terkena ancaman hukuman pidana.

Artinya, kata dia, si penghasut dan terhasut bisa terkena pidana. Selain itu, penghasutan itu perlu adanya tindakan permulaan.

"Seorang penghasut dia berdiri sendiri. Pelaku yang lalu dia berkerumun menjadi pelaku yang berdiri sendiri pula," katanya.

Terkait apakah pasal 160 KUHP itu bisa diterapkan bilamana ada orang yang terhasut terlebih dahulu sebelum menindak si penghasut, Eva menerangkan, sempurnanya tindak pidana atau waktu terjadinya tindak pidana, bukan pada peristiwa menghasutnya.

Namun, pada peristiwa dimana yang terhasut itu melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituju sih penghasut.

"Jadi tempo atau waktunya antara pelaku tindak pidana yang dilarang denagn penghasut itu waktunya sama. Tetapi kalau berbicara harus ada ini baru kemudian muncul hasutan, itu sebetulnya kontruksi pembuktian," katanya.

Eva mencontohkan soal berkerumun, tanpa ada undangan tidak mungkin ada kerumunan.

"Orang misalnya berkrumun, orang tidak mungkin berkerumun tanpa ada undangan. Undangan ini menjadi faktor penentu terjadinya kerumunan itu," katanya. (cr3/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler