jpnn.com - SEMARANG - Pegiat hak asasi manusia (HAM) di Semarang kemarin (1/6) memasang batu nisan pada kuburan di Desa Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Lokasi yang ditemukan pada Oktober 2014 lalu itu diyakini menjadi kuburan massal bagi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tewas dibantai dalam tragedi 1965.
Pemberian batu nisan tersebut telah melalui proses panjang oleh tim pegiat HAM Semarang. Sedikitnya ada delapan orang telah diketahui identitasnya, rata-rata berasal dari daerah Kendal, Jaawa Tengah. Sedangkan 24 orang di antaranya belum diketahui identitasnya.
BACA JUGA: Tak Kuat Menahan Beban Hidup, Karyawan Nekat Gantung Diri
Pegiat HAM melakukan penelusuran jejak keluarga korban, saksi mata dalam insiden pembantaian, hingga kepolisian dan instansi Pemerintah Kota Semarang. Butuh proses hingga 7,5 bulan sejak penemuan lokasi kuburan hingga pemberian batu nisan.
”Makam akhirnya resmi kami beri batu nisan setelah melalui proses panjang. Hingga diberi batu nisan, kurang lebih telah 7,5 bulan,” kata koordinator Perkumpulan Masyarakat Semarang (PMS) untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Yunantyo Adi, selaku salah satu pemrakarsa kegiatan itu seperti dikutip Radar Semarang.
BACA JUGA: Ini Kronologis Tergelincirnya Pesawat Garuda GA-618
Yunantyo menjelaskan, pihaknya baru bisa mengidentifikasi delapan nama yang ikut dimakamkan di lokasi itu. Sedangkan 24 jenazah lainnya masih belum diketahui identitasnya. ”Ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah) kami untuk mengungkap identitas para korban,” ujar Yunantyo.
Ia berharap pemberian batu nisan itu tidak memunculkan gunjingan di masyarakat. Pihak keluarga korban juga diharapkan bisa menziarahi makam itu tanpa sembunyi-sembunyi. Sebab, sebelumnya, pihak keluarga merasa malu untuk ziarah dan sekadar mendoakan jenazah.
BACA JUGA: 5 Ribu Pramuka Santri Pecahkan Rekor MURI
”Saat ini, makam tersebut sudah diakui keberadaannya. Keluarga tak perlu lagi berziarah secara sembunyi-sembunyi,” imbuhnya.
Salah satu keluarga korban, Sri Murtini, 61, tak kuasa menahan tangis saat mengikuti prosesi pemberian batu nisan di makam tersebut. Ia adalah salah satu putri dari jenazah beridentitas Joesoef.
Sri Murtini mengaku tak bisa menghapus ingatan atas detik-detik tragedi kejam 1965 silam. Ayah tercintanya dibawa oleh sekelompok orang tak dikenal.
”Saat itu, saya masih duduk di bangku SD. Saya masih ingat betul saat ayah saya dibawa oleh sekelompok orang,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Dia baru mengetahui bahwa ayahnya terkubur di makam itu setelah diberitahu oleh keluarga korban yang mengalami nasib sama. ”Baru belakangan mengetahui ayah saya dimakamkan di sini,” ujarnya.
Keluarga korban lain, Eko Sutekno menyampaikan rasa terima kasih kepada sejumlah aktivis HAM dan sejumlah pihak yang akhirnya meresmikan batu nisan tersebut. Dikatakannya, sebelumnya, pihak keluarga saat hendak ziarah ke makam tersebut harus sembunyi-sembunyi karena malu.
”Saat ini, kami selaku keluarga korban bisa ziarah ke makam sini dan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Saya pribadi mengucapkan banyak terima kasih,” ujarnya.
Sedangkan Mbah Supar, 79, warga Kampung Dukuh warga RT 6 RW VII, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, yang mengaku sempat memegang senter dalam proses pembantaian tersebut, mengatakan kejadian diperkirakan terjadi antara bulan November-Desember 1965. Mbah Supar mengatakan, saat itu dia hanya menyaksikan saja dan tidak paham dengan maksud pembantaian itu.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Indonesia Rute Jakarta-Makassar Tergelincir
Redaktur : Tim Redaksi