Kue Haji Hatim, Harumnya sampai Jakarta

Minggu, 25 Maret 2012 – 09:03 WIB

HAJI Hatim mungkin nama paling dicari saat bulan puasa (Ramadan) tiba. Bukan sosok fisiknya yang diburu, melainkan kue-kue tradisional yang dijualnya. Jika orang-orang ditanya, kenal orangnya atau kuenya, mungkin kebanyakan menjawab, kuenya. Tidak salah, karena memang Haji Hatim telah tiada. Akan tetapi, tidak dengan usaha yang didirikannya sejak 1970-an tersebut.

Jika kita berjalan ke Samarinda Seberang, tepatnya Jalan Daeng Mangkona, nama Haji Hatim tampaknya sudah terpatri di benak warga sekitar. Menanyakan tempat tinggalnya, tidaklah susah. Coba saja, dengan sekejap orang-orang langsung menunjuk ke kediaman Haji Hatim.

Ketika media ini berkunjung ke sana, sesosok perempuan paruh baya meyambut hangat sembari mempersilakan masuk. Ya, perempuan itu adalah Maskota Muradiah sang “koki” usaha Haji Hatim.

Dari tangannya, varian kue tradisional tercipta. Lalu, Haji Hatim itu siapa? “Haji Hatim itu mertua saya. Ibu dari Muhammad Nb atau biasa orang di sini memanggil Nanang, suami saya,” jelas Maskota.

Diterangkannya, awal mula berdirinya usaha ini bermula dari inisiatif dirinya yang didukung suaminya. Bermodalnya 4 ribu perak di tahun itu, Maskota memulai usahanya.

“Serba satu. Dari kompor, panic, dan lain-lain cuma ada satu. Tapi ya, dengan minim alat, bagaimana caranya supaya bisa maksimal,” kata ibu sembilan anak tersebut.
Ketika itu dirinya hanya memproduksi lima jenis kue, yakni sari muka, sari penganten, laksa, putri selat, dan amparan tatak pisang. Setelah kue-kue tersebut jadi, oleh mertuanya, Haji Hatim, diedarkan ke pasaran, door to door.

Usaha kue tersebut membuat orang-orang tertarik. Makanya, tidak salah kalau pembeli menggelari usaha tersebut kue Haji Hatim, karena nama penjualnya. “Saya yang buat kuenya, mertua saya (Haji Hatim) yang menjual. Makanya orang-orang sering bilang kue Haji Hatim,” papar Maskota yang tahun ini genap berusia 61 tahun.

Lambat laun, usaha yang dilakoni Maskota berkembang. Demi memuaskan pelanggan, dirinya mulai berkreasi dengan jenis kue baru. Dari mulanya lima jenis kue hingga sekarang menjadi 15 jenis kue. Tidak hanya itu, dirinya juga membuat panganan lain seperti lumpia dan resoles. “Kalau tidak laku, coba bikin yang baru,” katanya.

Diakui Maskota, untuk membuat kue-kue tersebut, dirinya hanya perlu melihat. Dasar memang bakat, Maskota tidak pernah kesulitan membuat menu-menu baru. Bagi Maskota, yang terpenting adalah mencoba. Kalau tidak begitu, tidak akan tahu hasilnya.

Kendati demikian, dirinya tidak memproduksi kue setiap hari. Jika ada pesanan dari orang, barulah dia membuat kue tersebut. Maskota juga menerima pesanan kue tart, untuk ulang tahun hingga pernikahan.

Namun, dirinya juga membuat kue setiap hari, tapi tidak banyak. Itu hanya dijual di pagi hari, di depan rumahnya. “Buat sarapan.  Biasanya juga ada temannya, nasi kuning sama nasi kebuli,” beber nenek 13 cucu ini.

Di hari-hari biasa, Maskota tidak menggenjot produksi kuenya. Diakuinya, pangsa pasar paling besar saat Ramadan tiba. Di luar Ramadan, dirinya hanya menjual kue-kue di pasar malam di daerah sekitarnya.

“Jadwal pasar malam di sini dua kali seminggu, yaitu Jumat malam dan Senin malam. Kalau jualan pakai pick-up, dangangan kue taruh di bak pick-up. Anak saya yang menjualkan, saya di rumah saja menunggu hasil,” ucapnya.

Usaha sudah dikenal, sudah tentu membuat ada beberapa orang yang coba mendompleng nama usahanya. Pernah kejadian, kenang Maskota, ada orang yang menelepon dan komplain tentang kue yang belinya. Orang tersebut mengaku kalau dia membeli kue dari outlet Haji Hatim. Komplain tersebut isinya mempertanyakan kenapa kue yang dibelinya basi. “Saya tanya, bu beli di mana?  Ada nama saya (Maskota Hatim) gak? Kalau gak ada, bukan kue dari saya,” terangnya.

Hampir 40 tahun, Maskota menggeluti usaha ini. Kontribusi apa yang dirasakan langsung oleh Maskota dan keluarga selama 40 tahun tersebut? “Alhamdullilah, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bisa membiayai pendidikan mereka. Sekarang yang bungsu sudah kelas 3 SMK. Kakak-kakaknya sudah bekerja, ada yang usaha sendiri ada juga yang membantu usaha ini,” tuturnya. “Tidak banyak, tapi ada. Alhamduillah,” imbuh Maskota.

Selain pembeli yang datang berkunjung, rumah Maskota juga kerap dikunjungi artis ternama. Belum lama ini, komedian Peppy datang menyambangi kediamannya. Melihat produksi pembuatan kue dan tidak ketinggalan mencoba pembuatan.

“Sebelum Peppy datang, sudah dikasih tahu sama kru acara televisi tersebut. Bilangnya gini: Ibu, hari ini ada Peppy. Kapan? tanya saya. Sore nanti bu, kata orang itu,” kenang Maskota.

Peppy, lanjut Maskota, saat itu mencoba membuat kue amparan tatak. Dirinya tidak menyangka pria yang identik dengan kepala plontos dan jenggot berpilin itu doyan dengan kue yang berbahan baku pisang tersebut.

Selain Peppy, Bondan Winarno juga sempat ke rumahnya. Sama seperti Peppy, presenter acara kuliner tersebut juga membantu mengolah makanan. Bedanya, bubur suro yang menjadi incaran.

“Pak Bondan yang minta bubur suro. Kebetulan waktu itu bulan puasa. Dua tahun yang lalu kalau gak salah,” kata Maskota. Begitu selesai, bubur suro itu disantap. “Maknyus, begitu kata Pak Bondan,” ucap Maskota sembari tersenyum. (er/wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pijat Ibu Hamil, Meredakan Kejang Otot


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler