jpnn.com, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo melihat kejenuhan warganya di tengah pandemi covid-19 sehingga banyak yang mulai kurang peduli pada protokol kesehatan.
Akibatnya banyak dijumpai masyarakat yang tidak memakai masker dan berkerumun tanpa rasa takut di tempat fasilitas publik.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Korban Penyekapan Minta Perlindungan Jokowi, Bu Risma Turun Tangan, PNS Dipecat
Sadar dengan kondisi yang berbahaya itu, Ganjar langsung bergerak cepat dengan mengumpulkan sejumlah pakar ilmu sosial.
Ganjar ingin membuat rekayasa perubahan perilaku sosial masyarakat agar lebih masif dalam ketaatan protokol kesehatan.
BACA JUGA: Menkes Datang Bawa Insentif untuk Nakes di Jateng, Pak Ganjar Semringah
Sejumlah pakar ilmu sosial, diantaranya Prof Mudjahirin Thohir, Prof Saratri Wilonoyudho, Agustina Sulastri dan Annastacia Ediati diundang Ganjar dalam rapat penanganan COVID-19 di gedung A lantai 2 kantor Gubernur Jateng, Senin (27/7).
Dari pakar tersebut, Ganjar mendengarkan sejumlah masukan tentang bagaimana cara agar sosialisasi kepada masyarakat bisa efektif.
BACA JUGA: Cerita Ganjar Pranowo Ditolak Wanita 3 Kali, Siapa Saja ya?
Salah satunya adalah dengan memaksimalkan peran tokoh agama dalam sosialisasi itu.
"Banyak masyarakat yang tidak peduli karena berbagai faktor, salah satunya keyakinan bahwa urusan mati itu urusan Tuhan. Jadi, agar lebih efektif adalah penggerakan tokoh-tokoh agama sebagai garda terdepan sosialisasi pada masyarakat," kata Prof Mudjahirin.
Sementara psikolog Annastasia mengutarakan, banyaknya orang tidak patuh pada protokol kesehatan tergantung keyakinan subyektifnya. Yang tidak patuh menilai, bahwa dirinya kuat dan tidak akan terkena penyakit itu.
"Ini memang masalah, kalau orang tidak takut ya tidak akan patuh pada protokol kesehatan. Tapi jangan sekali-kali memberikan hukuman, karena itu membuat rakyat takut dan marah. Ini justru berbahaya karena bisa menurunkan imun dan tingkat kepercayaan publik pada pemerintah," ucapnya.
Semua masukan dari para pakar ilmu sosial itu ditampung Ganjar untuk dirangkum menjadi kebijakan.
Dia menilai, masukan dari para pakar ilmu sosial itu sangat membantu pemerintah untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan protokol kesehatan.
"Memang kami ingin masifkan lagi soal sosialisasi pada masyarakat. Sekarang banyak masyarakat yang sudah tidak peduli, sehingga butuh terobosan-terobosan baru. Kami mengundang para pakar ilmu sosial ini untuk mencari strategi yang tepat dalam memasifkan sosialisasi. Sosialisasi ini penting, karena kami ingin menekan terus penyebaran COVID-19 di masyarakat," kata Ganjar.
Masukan-masukan yang diberikan, kata Ganjar, pasti akan ditindaklanjuti dalam sebuah kebijakan.
Termasuk bagaimana masukan para pakar untuk tidak menerapkan denda kepada masyarakat yang abai pada protokol kesehatan.
"Mereka menyampaikan pada kita, kayaknya lebih baik mengedukasi masyarakat dengan cara memberikan penguatan pada cerita sukses, daripada pemidanaan. Dan saya sepakat dengan masukan itu," tuturnya.
Selain itu, Ganjar juga menyampaikan bahwa para pakar sepakat untuk memperkuat program Jogo Tonggo yang digelar Pemprov Jateng.
Hanya saja, program itu harus dilebarkan agar bisa berdampak pada komunitas yang lebih kecil.
"Eksistensi Jogo Tonggo tidak hanya di level RW, tapi kelompok kecil. Misalnya ada usulan Jogo Kerjo untuk menjaga di ruang kerja, tempat industri dan kantor-kantor. Ada masukan Jogo Santri di pondok, Jogo Pasar, Jogo Sekolah dan lainnya. Sehingga, semua punya preverensi sendiri-sendiri sesuai lingkupnya," ucapnya.
Masukan-masukan itu, lanjut Ganjar, pasti akan ditindaklanjuti. Melalui penerapan program seperti Jogo Tonggo di sejumlah level itu, maka harapannya semua punya rasa untuk saling menjaga satu dengan lainnya.
"Tentunya ini akan lebih mengena, karena disesuaikan dengan karakter institusi masing-masing yang ada," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia