jpnn.com, TOKYO - Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi sedang mempertimbangkan untuk mengunjungi China pada akhir Desember, kata sumber-sumber diplomatik pada Rabu (14/12).
Kunjungan Menlu Jepang ke China itu direncanakan saat kedua negara mencari cara untuk menstabilkan hubungan bilateral yang sering tegang karena berbagai masalah, termasuk sengketa wilayah.
BACA JUGA: Jumlah WNI di Jepang Meningkat Tajam, Mayoritas Kenshusei
Itu akan menjadi kunjungan pertama ke China oleh seorang menteri luar negeri Jepang dalam tiga tahun.
Rencana tersebut menyusul pertemuan tatap muka pertama antara Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden China Xi Jinping pada November di Bangkok, di mana kedua pemimpin sepakat untuk mengatur perjalanan Hayashi ke China.
BACA JUGA: WNI di Jepang Akhirnya Natalan Bersama Lagi
Selama kunjungan ke China, Hayashi diharapkan untuk menjelaskan dokumen kebijakan pertahanan utama Jepang, termasuk Strategi Keamanan Nasional, yang dijadwalkan akan diperbarui pada pekan ini untuk melawan peningkatan kehadiran militer China di kawasan Asia-Pasifik, kata sumber tersebut.
Kunjungan Hayashi akan dilakukan beberapa pekan setelah kebijakan ketat "nol-COVID" China secara efektif dicabut. Pembatasan yang ketat telah mencegah Jepang mengirim pejabat pemerintahnya ke China.
BACA JUGA: Jepang Tolak Beri Ganti Rugi kepada Anak Korban Bom Atom
Jepang dan China menandai peringatan 50 tahun normalisasi hubungan diplomatik pada tahun ini.
Namun, kedua negara kekuatan utama Asia itu berselisih mengenai kepemilikan Kepulauan Senkaku yang dikuasai Tokyo, yang juga diklaim oleh Beijing dan disebut sebagai Pulau Diaoyu, di mana kapal penjaga pantai China berulang kali memasuki wilayah perairan Jepang di sekitar kelompok pulau tak berpenghuni itu.
Hayashi akan mengunjungi China saat ketegangan antara China dan Amerika Serikat, yang adalah sekutu keamanan Jepang, juga meningkat sejak Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan pada Agustus 2022.
Beijing bereaksi keras terhadap kunjungan pejabat tertinggi ketiga AS itu dengan melakukan latihan militer besar-besaran di dekat Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri. China juga sempat menembakkan sejumlah rudal balistik, dan beberapa di antaranya jatuh ke zona ekonomi eksklusif Jepang.
China dan Taiwan memiliki pemerintahan masing-masing sejak mereka berpisah pada 1949 karena perang saudara.
Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak yang harus dipersatukan kembali dengan China daratan, jika perlu dengan kekerasan.
Pembicaraan antara Kishida dengan Xi pada November diadakan di sela-sela konferensi tingkat tinggi forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (KTT APEC) di Bangkok, Thailand.
Itu merupakan pertemuan tatap muka pertama antara pemimpin kedua negara dalam hampir tiga tahun.
Akibat pandemi COVID-19 yang dimulai pada awal 2020, tidak ada diplomat tinggi Jepang yang berkunjung ke China sejak Desember 2019, yakni tahun saat Menteri Luar Negeri Jepang saat itu Toshimitsu Motegi bertemu dengan mitranya dari China Wang Yi di kota Chengdu, China barat daya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif