Kuntari Laksmitadewi, Kartini Kekinian di Luar Zona Nyaman

Minggu, 22 April 2018 – 23:28 WIB
Direktur Operasional PT Pupuk Indonesia Energi Kuntari Laksmitadewi. Foto: Dery Ridwansyah/JawaPos.com

jpnn.com - Menjadi Kartini masa kini bukan lagi harus berjuang untuk bisa setara dengan laki-laki dalam berbagai hal. Sosok profesional bernama Kuntari Laksmitadewi Wahyuningdyah ini termasuk yang punya pandangan bahwa Kartini masa kini bukan sekadar menyuarakan emansipasi.

Kuntari adalah direktur operasional PT Pupuk Indonesia Energi. Tata -begitu dia biasa disapa- menganggap spirit Kartini masa kini adalah tentang keberanian mengambil risiko dan meninggalkan zona nyaman.

BACA JUGA: Ini Wanita Hebat Versi Vanessa Angel

Wanita asal Yogyakarta itu berani menghadapi tantangan besar untuk membangun BUMN yang berdiri pada 2012 itu. PT Pupuk Indonesia Energi merupakan anak usaha Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

Sebelumnya, Tata merupakan general manager teknik dan pengembangan di Pupuk Indonesia. Sebagai general manager, Tata seharusnya tak perlu menambah jam kerjanya.

BACA JUGA: Happy Salma: Pemikiran Kartini Melesat Menembus Zamannya

Namun, Tata memilih jalan yang lain. “Nah di PI Energi ini sebetulnya ibaratnya saya yang buat dosa, saya juga yang harus bertanggung jawab. Jadi akhirnya saya ditunjuk sebagai direktur operasi di sini,” tutur kepada JawaPos.Com.

Namun, Tata bukannya tanpa pesaing. Semula ada 10 kandidat direktur operasional PI Energi. “Waktu itu ada sepuluh kandidat untuk mengisi jabatan direktur operasi dan semuanya laki-laki,” sebutnya.

BACA JUGA: Begini Cara Sherina Memperingati Hari Kartini

Tata pun menyadari bahwa mengelola perusahaan yang baru dibangun bukan hal mudah. Dia juga harus merekrut orang-orang yang mau digaji tidak sebesar perusahaan yang sudah established, namun beban kerjanya lebih berat.

“Gaji anak usaha kan pasti jauh di bawah. Maka infrastruktur saya siapkan. Ruangan, laptop supaya orang lihat kerja ya nyaman. Berikutnya saya merekrut orang tapi pasti pertanyaannya adalah soal benefit,” kata dia.

Namun, Tata melihat dari sudut pandang yang lain. Dia justru punya tekad untuk mewujudkan sebuah perusahaan baru yang bisa menjadi pionir dan melesat.

Dia meyakini keberanian mengambil risiko dan mengelolanya menjadi sebuah nilai lebih justru akan meningkatkan kapabilitas personal. “Tanggung jawab dan beban kerjanya jadi lebih besar,” sebutnya.

Ambil Risiko
Keberanian Tata untuk terjun langsung mengurus PI Energi tentu langsung berhadapan dengan tantangan. Dia mengatakan, PI Energi pada awal berdiri hanya mampu meraup untung sebesar Rp 21 juta.

“Waktu masuk PI Energi 2014 untungnya cuma Rp 21 juta tapi enggak ada revenue. Bingung kan bagaimana. Waktu 2015 PI Energi membukukan Rp 7,8 miliar keuntungan, lalu 2016 sebesar Rp 35 miliar sekarang (tahun 2017) Rp 37 miliar dan selalu melebihi target tahun ini target revenue kami Rp 60 miliar,” sebutnya.

Di sisi lain, lonjakan aset PI Energi juga naik. Tata lantas menceritakan pengalamannya ketika diminta untuk mengeksekusi proyek senilai Rp 1,2 triliun.

Namun, modal yang didapat dari induk usaha hanya Rp 100 miliar. Akhirnya Tata pun harus memutar otak untuk membiayai proyek tersebut.

“Saya harus eksekusi proyek senilai Rp 1,2 triliun tapi dikasih uang hanya Rp 100 miliar. Tiga tahun baru masuk dananya,” ungkapnya.

Akhirnya, Tata melakukan roadshow ke bank-bank guna meyakinkan perbankan bahwa proyek yang digarap PI Energi benar-benar feasible. Bank pun percaya sehingga dana mengucur.

Adapun untuk bisa meraup pendapatan, PI Energi mengakuisisi perusahaan yang sudah ada supaya bisa men-generate revenue dan profit perusahaan sejenis seperti yang dilakukan di Bontang dan Gresik. “Ini kalau sudah selesai maka akan ada tambahan revenue,” tukasnya.

Tetap Ada Waktu untuk Anak
Kesibukan sebagai direktur operasional PI Energi pun membuat Tata harus sering bolak-balik ke luar kota. Tapi, perempuan 41 tahun yang sudah dikaruniai dua momongan itu mengaku tak pernah kehilangan waktu bagi anak-anaknya.

Dia punya cara menyiasatinya dengan melakukan video call setiap hari. Kuncinya jangan sampai sang anak merasa kehilangan ibu ketika dia sedang membutuhkannya.(uji/JPC)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanpa Kebaya, Begini Cara Melly Goeslow Maknai Hari Kartini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler