PADANG--Krisis bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Sumbar mulai menemukan titik terang, seiring melunaknya sikap PT Pertamina (Persero) Wilayah III Sumbar. Perusahaan pelat merah itu berjanji siap menambah pasokan kuota solar sebesar 10-15 persen untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Padang.
Demikian terungkap dalam hearing PT Pertamina (Persero) Wilayah VIII Sumbar, Dinas ESDM Sumbar, Asisten II Pemprov Sumbar, Organda Sumbar, puluhan sopir truk, serta pengusaha, di gedung DPRD Sumbar, kemarin (23/4). Terealisasinya hearing ini dijembati Ketua DPRD Sumbar, Yultekhnil.
"Kita tidak mempunyai kewenangan menambah pasokan solar di Sumbar. Namun setelah melihat kondisi di lapangan, kita siap menambah pasokan hingga 10-15 persen ke depannya," ujar Sales Representative PT Pertamina (Persero) Wilayah VIII Sumbar, Ziko Wahyudi saat hearing.
Pertamina, sebut Ziko, bukan berlepas tangan menyikapi persoalan di lapangan. Buktinya, pihaknya sudah menambah pasokan solar seiring terjadinya krisis solar. Bahkan, pihaknya mengalami over kuota sampai 6,4 persen sampai April ini. Namun, kelangkaan tetap saja terjadi. Berbekal kondisi inilah, pihaknya siap menambah kuota solar 10-25 persen lagi di Padang. Artinya, tiap SPBU di Kota Bingkuang akan ditambah sekitar dua tangki setiap harinya.
Soal Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi, dan Pembatasan Kuota Bahan Bakar Solar pada Kendaraan Barang Roda Empat, pihaknya meminta kalangan pengusaha pengangkut hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan mempergunakan solar nonsubsidi per liternya Rp 10.700. Dia menilai, inilah salah satu penyebab terjadi kelangkaan solar di lapangan.
Soal kouta solar bersubsidi untuk Sumbar, Ziko mengaku tidak tahu persis karena tidak membawa data. "Data itu tidak bisa kita ungkapkan dengan mereka-reka. Kalau data riilnya silakan datang ke kantor. Saya lupa membawa datanya tadi," kilahnya.
Seiring penambahan kuota solar mulai hari ini, Ziko berharap aparat kepolisian melakukan pengawasan intensif terhadap konsumen penggunajeriken. Para sopir juga diminta melaporkan kepada Pertamina jika ada SPBU membatasi pembelian solar.
Di sisi lain, Asisten II Pemprov Sumbar, Syafrial menyebutkan bahwa saat ini gubernur Sumbar telah menyurati Kementerian ESDM dan BPH Migas guna menambah kuota solar untuk Sumbar. Namun hingga saat ini, belum ada jawaban dari kementerian bersangkutan.
"Kita (pemerintah, red) hanya sebatas penugusulan. Kewenanganya tetap ada di pemerintah pusat. Tapi kami cukup senang jika kuotanya ditambah 10 persen, sehingga ini bisa mengatasi kemacetan terutama di Kota Padang," sebutnya.
Ketua DPRD Sumbar, Yulteknil menegaskan, sebagai wakil rakyat tugasnya memfasilitasi agar pemilik angkutan dan sopir tidak merasa dirugikan. Untuk memperjelas dan mencarikan solusi terhadap hal itu, pihaknya sengaja memanggil dinas terkait dan Pertamina secara mendadak untuk datang guna mencarikan jalan keluar terhadap persoalan terjadi sekarang ini.
"Supaya semuanya jelas, saya langsung memanggil dinas terkait, Asisten II dan Pertamina. Sebab persoalan ini tidak akan ada solusinya, jika tidak didudukan secara bersama. Alhamdulillah, hari ini (kemarin, red) kita melihat sudah ada solusinya," sebut politisi Partai Demokrat tersebut.
Ketua Organda Sumbar, Sengaja Budi Syukur juga mengeluhkan langkanya solar. Biasanya mobil angkutan hanya memakan waktu tiga hari di jalan. Namun sejak dua bulan belakangan, mereka menghabiskan waktu hingga lima hari di jalan.
"Langkanya solar sangat besar pengaruhnya bagi angkutan barang, terutama keluar provinsi. Satu mobil bisa menanggung rugi Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta per hari. Jika terlambat mengirim barang, kalikan saja berapa mobil beroperasi dalam sehari. Padahal sehari itu mobil biasanya bisa berjalan hingga 8 trip, sekarang justru hanya 3 hingga 4 trip," keluhnya.
Atas kondisi ini, Budi berpendapat lebih baik harga BBM dinaikkan asal stok cukup. "Bagi pengusaha angkutan terpenting adalah kelancaran pengiriman barang. Jika terlambat sehari saja, bisa rugi besar," ujarnya.
Di Kota Padang, antrean truk di hampir seluruh SPBU seakan sudah menjadi pemandangan biasa. Seperti terlihat di SPBU Khatib Sulaiman, Pisang Pauh, HM Thamrin, Marapalam, Bandarbuat, SPBU Kuranji, SPBU depan RSUI Siti Rahmah, SPBU Airtawar, dan beberapa SPBU lainnya.
Di SPBU 14 251 523 Khatib Sulaiman, kemarin (23/4) sekitar pukul 15.15 WIB, stok solar malah kosong. "Pasokan solar sebanyak 14 ribu liter per tangki tidak sesuai permintaan, baik itu solar dan premium," kata Arpaini, 30, petugas operasional di SPBU tersebut.
Di SPBU Khatib Sulaiman KFC, antrean panjang kendaraan membuat kemacetan sekitar 200-300 meter sekitar pukul 11.30. Pemandangan sama tersaji di SPBU Bandarbuat, Kecamatan Lubukkilangan, antrean kendaraan membuat kemacetan sekitar 3 kilometer.
Di sisi lain, Polda Sumbar siap menindak tegas penimbun BBM. Selain melakukan pengawasan intensif di tiap SPBU, pihaknya juga menyebar satuan Intel. "Semua SPBU di Sumbar dijaga personel kepolisian," ujar Kabag Humas Polda Sumbar AKBP Mainar Sugianto.(zul/zil/roy/w/cr2)
Demikian terungkap dalam hearing PT Pertamina (Persero) Wilayah VIII Sumbar, Dinas ESDM Sumbar, Asisten II Pemprov Sumbar, Organda Sumbar, puluhan sopir truk, serta pengusaha, di gedung DPRD Sumbar, kemarin (23/4). Terealisasinya hearing ini dijembati Ketua DPRD Sumbar, Yultekhnil.
"Kita tidak mempunyai kewenangan menambah pasokan solar di Sumbar. Namun setelah melihat kondisi di lapangan, kita siap menambah pasokan hingga 10-15 persen ke depannya," ujar Sales Representative PT Pertamina (Persero) Wilayah VIII Sumbar, Ziko Wahyudi saat hearing.
Pertamina, sebut Ziko, bukan berlepas tangan menyikapi persoalan di lapangan. Buktinya, pihaknya sudah menambah pasokan solar seiring terjadinya krisis solar. Bahkan, pihaknya mengalami over kuota sampai 6,4 persen sampai April ini. Namun, kelangkaan tetap saja terjadi. Berbekal kondisi inilah, pihaknya siap menambah kuota solar 10-25 persen lagi di Padang. Artinya, tiap SPBU di Kota Bingkuang akan ditambah sekitar dua tangki setiap harinya.
Soal Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi, dan Pembatasan Kuota Bahan Bakar Solar pada Kendaraan Barang Roda Empat, pihaknya meminta kalangan pengusaha pengangkut hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan mempergunakan solar nonsubsidi per liternya Rp 10.700. Dia menilai, inilah salah satu penyebab terjadi kelangkaan solar di lapangan.
Soal kouta solar bersubsidi untuk Sumbar, Ziko mengaku tidak tahu persis karena tidak membawa data. "Data itu tidak bisa kita ungkapkan dengan mereka-reka. Kalau data riilnya silakan datang ke kantor. Saya lupa membawa datanya tadi," kilahnya.
Seiring penambahan kuota solar mulai hari ini, Ziko berharap aparat kepolisian melakukan pengawasan intensif terhadap konsumen penggunajeriken. Para sopir juga diminta melaporkan kepada Pertamina jika ada SPBU membatasi pembelian solar.
Di sisi lain, Asisten II Pemprov Sumbar, Syafrial menyebutkan bahwa saat ini gubernur Sumbar telah menyurati Kementerian ESDM dan BPH Migas guna menambah kuota solar untuk Sumbar. Namun hingga saat ini, belum ada jawaban dari kementerian bersangkutan.
"Kita (pemerintah, red) hanya sebatas penugusulan. Kewenanganya tetap ada di pemerintah pusat. Tapi kami cukup senang jika kuotanya ditambah 10 persen, sehingga ini bisa mengatasi kemacetan terutama di Kota Padang," sebutnya.
Ketua DPRD Sumbar, Yulteknil menegaskan, sebagai wakil rakyat tugasnya memfasilitasi agar pemilik angkutan dan sopir tidak merasa dirugikan. Untuk memperjelas dan mencarikan solusi terhadap hal itu, pihaknya sengaja memanggil dinas terkait dan Pertamina secara mendadak untuk datang guna mencarikan jalan keluar terhadap persoalan terjadi sekarang ini.
"Supaya semuanya jelas, saya langsung memanggil dinas terkait, Asisten II dan Pertamina. Sebab persoalan ini tidak akan ada solusinya, jika tidak didudukan secara bersama. Alhamdulillah, hari ini (kemarin, red) kita melihat sudah ada solusinya," sebut politisi Partai Demokrat tersebut.
Ketua Organda Sumbar, Sengaja Budi Syukur juga mengeluhkan langkanya solar. Biasanya mobil angkutan hanya memakan waktu tiga hari di jalan. Namun sejak dua bulan belakangan, mereka menghabiskan waktu hingga lima hari di jalan.
"Langkanya solar sangat besar pengaruhnya bagi angkutan barang, terutama keluar provinsi. Satu mobil bisa menanggung rugi Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta per hari. Jika terlambat mengirim barang, kalikan saja berapa mobil beroperasi dalam sehari. Padahal sehari itu mobil biasanya bisa berjalan hingga 8 trip, sekarang justru hanya 3 hingga 4 trip," keluhnya.
Atas kondisi ini, Budi berpendapat lebih baik harga BBM dinaikkan asal stok cukup. "Bagi pengusaha angkutan terpenting adalah kelancaran pengiriman barang. Jika terlambat sehari saja, bisa rugi besar," ujarnya.
Di Kota Padang, antrean truk di hampir seluruh SPBU seakan sudah menjadi pemandangan biasa. Seperti terlihat di SPBU Khatib Sulaiman, Pisang Pauh, HM Thamrin, Marapalam, Bandarbuat, SPBU Kuranji, SPBU depan RSUI Siti Rahmah, SPBU Airtawar, dan beberapa SPBU lainnya.
Di SPBU 14 251 523 Khatib Sulaiman, kemarin (23/4) sekitar pukul 15.15 WIB, stok solar malah kosong. "Pasokan solar sebanyak 14 ribu liter per tangki tidak sesuai permintaan, baik itu solar dan premium," kata Arpaini, 30, petugas operasional di SPBU tersebut.
Di SPBU Khatib Sulaiman KFC, antrean panjang kendaraan membuat kemacetan sekitar 200-300 meter sekitar pukul 11.30. Pemandangan sama tersaji di SPBU Bandarbuat, Kecamatan Lubukkilangan, antrean kendaraan membuat kemacetan sekitar 3 kilometer.
Di sisi lain, Polda Sumbar siap menindak tegas penimbun BBM. Selain melakukan pengawasan intensif di tiap SPBU, pihaknya juga menyebar satuan Intel. "Semua SPBU di Sumbar dijaga personel kepolisian," ujar Kabag Humas Polda Sumbar AKBP Mainar Sugianto.(zul/zil/roy/w/cr2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentrok Dengan TNI AU, 2 Warga Ditembak
Redaktur : Tim Redaksi