JAKARTA - Pembagian kuota atau jatah bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan makin ketat. Ini terkait dengan kebijakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang akan mendetilkan paramater penghitungan kuota BBM subsidi.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, selama ini parameter utama penentuan kuota BBM subsidi untuk suatu daerah adalah berapa besar realisasi konsumsi BBM di daerah tersebut pada tahun sebelumnya. "Nanti akan kami ubah. Caranya, kuota akan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto)," ujarnya kemarin (8/5).
Menurut Andy, penentuan kuota berdasar realisasi tahun sebelumnya memiliki kelemahan. Misalnya, jika realisasi konsumsi BBM di suatu daerah tinggi karena adanya penyalahgunaan atau penyelewengan, maka pada tahun berikutnya daerah tersebut masih akan mendapatkan kuota yang besar. "Akibatnya, penyelewengan bisa terus terjadi," katanya.
Padahal, lanjut dia, terdapat daerah yang konsumsinya BBM subsidinya tidak terlalu tinggi, namun laju pertumbuhan ekonominya tinggi. Jika menggunakan skema lama, maka daerah tersebut tidak akan mendapat tambahan kuota BBM secara signifikan. "Padahal, ekonomi di daerah itu sedang tumbuh. Kalau pasokan BBM tersendat, maka itu bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Karena itu, kata Andy, BPH Migas kini mulai mendata detil kegiatan ekonomi di tiap daerah. Mulai dari sektor-sektor pendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan jumlah penduduk, maupun pertumbuhan jumlah kendaraan beserta perkiraan rata-rata konsumsi BBM nya. "Dengan begitu, kebutuhan riil BBM masing-masing daerah bisa diketahui," ujarnya.
Terkait hal tersebut, BPH Migas akan bertindak proaktif untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk memberikan data secara detil. Data tersebut akan dicocokkan dengan angka-angka Badan Pusat Statistik (BPS). "Yang lebih penting lagi, Pemda harus ikut aktif dalam pengawasan untuk menekan angka penyelewengan BBM," katanya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raskin Kendalikan Laju Inflasi
Redaktur : Tim Redaksi