jpnn.com, MALANG - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak publik untuk mengupas persoalan pada UU ITE, agar bisa terselesaikan dalam perubahannya nanti.
Staf Ahli Menteri Kominfo Prof. Henri Subiakto menilai salah satu isu krusial dalam revisi UU ITE adalah menyangkut SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan).
BACA JUGA: Berlari Makin Menyenangkan dengan ASICS GEL-NIMBUS 24, Sepatu Berbobot 20 Gram
Pasalnya, akhir-akhir ini banyak kasus terkait dengan penyebaran kebencian yang berbasis mengenai SARA di Indonesia.
“Apakah status medsos atau komentar di medsos (terkait SARA) ini memunculkan persoalan hukum? Ada yang melaporkan, dilaporkan ke polisi untuk diproses hukum. Kemudian ada masalah penghinaan dan pencemaran nama baik. Semua itu isu dalam pembahasan UU ITE,” ujar Henri dalam FGD Problema UU ITE dan Persoalan SARA di Indonesia, Selasa (1/3).
BACA JUGA: Kartika Wijaksana Pengin Begituan Dilihat Mantan Kekasih Suaminya, Uus
Henri mengakui banyak pasal-pasal di UU ITE yang sering diinterpretasikan atau diimplementasikan di lapangan secara berbeda-beda.
Sejauh ini dalam pelaksanaan UU ITE, lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung telah membuat pedoman pelaksanaan sebagai turunan dari UU ITE.
BACA JUGA: 6 Manfaat Orgasme Bagi Tubuh Wanita, Jos!
Pedoman-pedoman pelaksanaan yang sudah pernah diterbitkan akan menjadi bahan pertimbangan untuk dimasukan ke dalam pasal-pasal pada UU ITE yang baru nanti.
“Selama ini yang terjadi di masyarakat UU ITE itu dianggap sebagai undang-undang yang menakutkan bagi pelaku komunikasi di media sosial. Ini semua perlu kita luruskan dan kita bahas bersama-sama. Maka dari itu kita perlu membahas secara komprehensif, mengajak kampus berdiskusi, meminta masukan dari kampus, bagaimana implementasi yang yang ideal.” kata Henri.
Pada kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr. Fachrizal Afandi menilai perlu adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) para penegak hukum untuk menyamakan interpretasi cara menangani kasus dugaan pelanggaran ITE.
“Karena selama ini pelaksanaannya cenderung sektoral sehingga harus disatukan dalam SKB. Ke depan memang harus didorong diperkuat di level Undang-Undang karena prosedur itu harusnya diatur di Undang-Undang bukan di peraturan internal (lembaga penegak hukum),” tegasnya.
Terkait dengan isu SARA, Dosen FISIP Universitas Brawijaya Rachmat Kriyantono mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak kembali ke masa lampau.
Di mana suku bangsa Indonesia terpecah belah oleh politik devide et impera kolonialisme.
Dia mengingatkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengedepankan kesatuan dan persatuan, bukan perpecahan.
“Apakah kita ingin kita pecah kembali? Ini yang saya kira perlu menjadi perhatian kita. Kita harus cegah degredasi SARA di medsos seperti fitnah, mengolok-olok, adu domba, hate-speech, stereotipe, hoax dan fake news,” seru dia.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy