Kurban 024

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 11 Juli 2022 – 16:54 WIB
Sapi kurban dari Anies yang diberi nomor 024 diserahkan ke panitia kurban di Jakarta International Stadium (JIS), Minggu (10/7). Foto: dokumentasi istimewa

jpnn.com - Pada tahun-tahun politik seperti sekarang apa saja bisa dianggap sebagai simbol politik yang bisa dijadikan sebagai spekulasi politik.

Seekor sapi yang dijadikan kurban pada Iduladha pun dihubung-hubungkan dengan momen perhelatan politik Pemilihan Presiden 2024.

BACA JUGA: Gubernur Anies Sumbang Hewan Kurban ke DPP PKS, Sampai Kirim Dua Sapi 

Itulah yang terjadi pada Anies Baswedan. Entah sengaja, entah kebetulan. Seekor sapi yang diserahkan oleh Anies Baswedan untuk kurban diberi nomor 024 di badannya. 

Kontan, nomor ini dihubungkan dengan tahun 2024 sebagai momentum penyelenggaraan pemilihan presiden.

BACA JUGA: Menerka Makna Angka 024 di Sapi Kurban Anies Baswedan, Perhatikan Juga Bobotnya

Tidak ada yang kebetulan dalam politik. Begitu kata Franklin D. Roosevelt. 

Jika terjadi sesuatu secara kebetulan hal itu pasti sudah direncanakan. 

BACA JUGA: Anies Baswedan Bicara Potensi Jalan Sudirman Menyamai Times Square New York

Jadi, apakah sapi nomor 024 itu sudah direncanakan? Anies tidak menjawab ketika wartawan meminta konfirmasi. 

Wakil Gubernur Riza Patria menjawab bahwa tidak ada hubungan antara kurban dengan momentum politik. 

Kurban harus dilaksanakan secara ikhlas tanpa harus ada motif politik di baliknya.

Politikus M. Taufik yang dikenal sebagai pendukung Anies Baswedan juga menepis spekulasi yang menghubungkan sapi itu dengan momentum politik 2024. 

Akan tetapi, para pengamat politik dengan sigap menyampaikan berbagai spekulasi politik berkaitan dengan sapi 024 itu.

Sapi bernomor 024 itu kebetulan berwarna dominan hitam. 

Hal itu diinterpretasikan sebagai isyarat bahwa Anies bisa menjadi kuda hitam pada Pilpres 2024. 

Kalau Anies ingin memberi sinyal sebagai kuda hitam pada Pilpres 2024, seharusnya Anies berkurban kuda bukan sapi. 

Akan tetapi, itulah spekulasi politik, simbol apa bisa diinterpretasikan dan dikaitkan dengan apa saja.

Berat sapi jenis limosin yang mencapai 1,1 ton juga diinterpretasikan sebagai simbol bahwa Anies juga termasuk pemimpin ‘’kelas berat’’. 

Hal ini juga dikaitkan dengan hewan kurban milik Presiden Jokowi yang beratnya juga satu ton lebih. 

Selama ini, sapi kurban ‘’kelas berat’’ seolah-olah hanya monopoli Jokowi. 

Akan tetapi kali ini Anies menunjukkan bahwa dia juga bisa memberikan kurban kelas berat, yang berarti Anies juga sama-sama kelas berat seperti Jokowi.

Tradisi politik feodalistis ala Orde Baru rupanya masih sangat hidup di Indonesia, sehingga ukuran dan berat sapi pun ada hirarkinya. 

Jika sang presiden berkurban sapi dengan berat satu ton maka wakil presiden berkurban dengan sapi yang beratnya di bawah satu ton. 

Para menteri berkurban sapi yang beratnya di bawah sapi wakil presiden, begitu seterusnya sampai ke level birokrasi yang paling bawah tinggal berkurban dengan seekor kambing kurus.

Mungkin Anies tidak sadar bahwa dengan berkurban sapi yang beratnya sama dengan sapi Jokowi, ia telah membongkar tradisi feodalistis itu. 

Dengan simbol itu, Anies ingin menunjukkan bahwa kurban sebagai ibadah tidak mengenal hirarki dan birokrasi, siapa saja bebas memberikan kurban sebesar apa pun yang dikehendakinya.

Nomor 024 juga bukan simbol keberuntungan tertentu. 

Selama ini Anies diketahui tidak punya kepercayaan dan tradisi klenik-mistis sebagaimana kebiasaan beberapa kalangan di Indonesia. 

Jokowi, misalnya, punya hari keramat Rabu untuk mengambil keputusan strategis dan menyelenggarakan acara-acara penting. 

Ketika menyelenggarakan balapan Formula E di Ancol, Anies tidak mamakai pawang hujan sebagaimana yang dipakai di balapan MotoGP Mandalika. 

Bagi Anies, angka sekadar angka, tidak ada rahasia metafisisis di balik angka, seperti Wiro Sableng yang punya lambang angka 212 di dadanya dan di kapak Naga Geni andalannya.

Sapi politik sudah pernah menjadi fenomena di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Ketika itu, yang dipakai simbol bukan sapi tetapi seekor kerbau. Dalam sebuah demonstrasi depan Istana Negara pada 2010, sekitar seratus demonstran membawa seekor kerbau yang ditempeli gambar SBY di bagian kepala dan di bagian pantat. Di tubuh kerbau itu tertulis ‘’SiBuYa’’ sebagai inisial SBY.

Para demonstran menyindir SBY sebagai presiden yang berbadan besar tetapi lambat seperti kerbau. 

Demonstrasi ini menjadi salah satu yang paling fenomenal di era SBY. 

Demonstrasi itu disebut-sebut sebagai salah satu bukti bahwa SBY ialah presiden demokratis yang tidak suka memenjarakan rakyat yang mengritiknya sekeras apa pun. 

Para pendukung SBY sering memakai peristiwa itu untuk memperbandingkannya dengan era Jokowi yang dianggap kurang demokratis karena sering memenjarakan pengritik atau demonstran yang dianggap menghina presiden sebagai kepala negara.

Belum ada spekulasi yang muncul apakah sapi 024 milik Anies itu menjadi simbol PDIP sebagai partai berlambang kepala sapi yang harus disembelih. 

Juga belum ada spekulasi atau interpretasi bahwa sapi itu menjadi lambang Jokowi yang suka menurut kepada kepentingan tertentu. 

Ibarat pepatah ‘’seperti sapi yang dicucuk hidungnya’’, hanya menurut saja kepada kehendak orang lain tanpa membantah karena bodoh atau karena tidak berdaya untuk melawan. 

Momen Salat Iduladha juga memunculkan banyak simbolisasi politik bagi Anies Baswedan. 

Dengan melaksanakan salat di JIS (Jakarta Internasional Stadium), Anies ingin menunjukkan bahwa ia punya ikon baru sebagai simbol keberhasilannya dalam membangun Jakarta. 

Jelas sekali terlihat bahwa selama ini Anies sangat bangga dengan JIS dan selalu memakainya sebagai venue perhelatan penting.

Secara terbuka Anies membanggakan JIS sebagai sebuah masterpiece, sebuah mahakarya arsitektur olahraga yang belum ada duanya di Indonesia. 

JIS menjadi simbol perpaduan antara arsitektur modern yang canggih dan arsitektur tradisional yang mengakomodasi simbol-simbol lokal. 

Anies membanggakan JIS sebagai satu di antara lima stadion terbaik di Asia.

Saat Anies memberi sambutan pada Salat Iduladha kemarin, di latar belakang terbentang gambar sirkuit Formula E di kawasan Ancol. 

Anies ingin menunjukkan dua produk yang dianggapnya sebagai masterpiece, yaitu JIS dan Sirkuit Formula E. 

Penyelenggaraan balapan mobil listrik grand prix internasional di Sirkuit Ancol dianggap sebagai sukses besar dan disebut-sebut sebagai pelaksanaan terbaik dari seri Formula E di seluruh dunia.

Akan tetapi, pemilihan JIS sebagai tempat Salat Iduladha dan munculnya background sirkuit Formula E dalam sambutan Anies, tidak luput dari serangan para kritikus Anies. 

Dengan memilih JIS sebagai lokasi Salat Id ketimbang masjid yang punya gaya khas Betawi, Anies dianggap tidak punya komitmen yang tulus terhadap budaya Betawi. 

Anies mengubah beberapa nama jalan di Jakarta dan memberi nama baru untuk memberi apresiasi kepada budaya Betawi. 

Akan tetapi, Anies memilih  Salat Iduladha di JIS ketimbang di masjid yang bergaya arsitektur Betawi. 

Hal itu dianggap kontradiktif dengan klaim Anies yang ingin melestarikan budaya Betawi.

Dalam berbagai kesempatan selalu saja ada masyarakat yang meneriakkan ‘’Anies Presiden’’. 

Pada momen Iduladha kali ini juga teriakan semacam itu bermunculan. 

Seperti biasanya, Anies tidak merespons teriakan itu. 

Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan minat beberapa orang untuk tetap berteriak. 

Ketika Anies tidak merespons ada yang berteriak ‘’Auranya sudah seperti presiden’’.

Saat salat Idulfitri yang lalu, pemilihan JIS sebagai tempat salat juga memunculkan spekulasi politik. 

Disebutkan bahwa Jokowi akhirnya ‘’mengungsi’’ memilih Salat Idulfitri di Jogjakarta karena khawatir kalah pamor ketimbang Anies. 

Kali ini, ketika Jokowi Salat Iduladha di Masjid Istiqlal didampingi Prabowo Subianto, isu kalah pamor tidak muncul, dan spekulasi politik yang berkembang berbeda lagi.

Satu lagi simbol politik yang menjadi spekulasi. 

Anies menyembelih sendiri seekor sapi kurban. 

Dalam beberapa kesempatan kampanye presiden 2019, Jokowi ingin menunjukkan reputasinya sebagai seorang muslim dengan menjadi imam salat. 

Anies tidak perlu pembuktian kredensial keislamannya dengan menjadi imam salat. 

Kali ini, Anies memamerkan kredensialnya dengan menyembelih sendiri hewan kurbannya. 

Pertanyaannya, simbol apa yang ingin ditunjukkan Anies? Siapa yang digorok dan siapa yang akan menjadi kurban? Allahu a’lam. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler