Kurs Rupiah Bakal Menguat

Bank Sentral Terus Intervensi Pasar

Sabtu, 01 Juni 2013 – 06:31 WIB
JAKARTA - Dalam beberapa hari terakhir, rupiah terus mengalami tekanan hingga mendekati level psikologis Rp 10.000 per dolar AS (USD). Meski demikian, pemerintah optimistis rupiah bakal kembali menguat.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, tekanan terhadap rupiah terjadi karena tingginya permintaan USD untuk pembayaran impor. Salah satu impor terbesar Indonesia adalah bahan bakar minyak (BBM). Karena itu, ketika nanti harga BBM dinaikkan, konsumsi akan turun dan tekanan impor melemah. "Itu akan membuat rupiah kembali menguat," ujarnya, Jumat (31/5).

Nilai tukar rupiah yang pada awal Mei lalu masih di kisaran Rp 9.730 per USD terus mengalami tekanan sepanjang paro kedua Mei. Berdasar data kurs Bank Indonesia (BI), kemarin rupiah ditutup menguat tipis ke level Rp 9.802 per USD jika dibandingkan dengan hari sebelumnya Rp 9.811 per USD. Namun, di pasar uang, nilai tukar rupiah pada perdagangan sesi siang kemarin sempat terperosok ke Rp 9.890 per USD.

Chatib mengakui, stabilisasi nilai tukar rupiah merupakan wewenang BI selaku otoritas moneter. Namun, pemerintah berupaya menjalankan kebijakan strategis, misalnya dengan pengendalian impor melalui rencana kenaikan BBM.

Menurt dia, turunnya konsumsi sebagai akibat kenaikan harga BBM bisa berasal dari tiga jalur. Pertama, masyarakat menjadi lebih hemat. Kedua, mengecilnya disparitas harga BBM subsidi dan nonsubsidi akan membuat penyelundupan berkurang. Ketiga, naiknya BBM akan meningkatkan keekonomian pengembangan energi alternatif. "Dari tiga (jalur) itu, penurunan (konsumsi BBM subsidi) akan signifikan," katanya.

Bagaimana tanggapan bank sentral? Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah sejalan dengan tekanan terhadap mata uang regional yang juga melemah. Penyebabnya adalah sentimen global terkait dengan rencana Bank Sentral AS (The Fed) untuk mengurangi stimulus seiring recovery ekonomi di Negeri Paman Sam. "Akibatnya, terjadi penarikan dana dari aset-aset keuangan di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia," timpalnya.

Selain itu, lanjut dia, pelemahan rupiah dipicu kekhawatiran terhadap defisit fiskal kembar (neraca pembayaran dan perdagangan) serta kondisi transaksi berjalan di Indonesia. Berbagai faktor itu membuat kuotasi atau harga penawaran tertinggi untuk membeli dan harga penawaran terendah untuk menjual di pasar uang sudah tidak rasional. Bahkan, sudah tidak sejalan dengan fundamentalnya. "Karena itu, BI terus intervensi untuk stabilisasi," ujarnya.

Menurut Perry, stabilisasi dilakukan dengan memasok kurs USD di pasar valuta asing. Selain itu, untuk meredam kekhawatiran terhadap potensi kaburnya dana asing, BI melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. (owi/c1/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Ingin Kembangkan Bank Syariah Di Filiphina

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler