Lagi, Bayi Meninggal Dunia karena Ditolak Rumah Sakit

Tak Bisa Operasi gara-gara Saldo Jamkesda Tak Cukup

Kamis, 21 Februari 2013 – 03:29 WIB
BAYI tak berdosa kembali menjadi korban regulasi rumah sakit yang njelimet. Setelah kasus Dera Nur Anggraini yang meninggal dunia karena dipingpong 10 rumah sakit, kali ini kejadian hampir serupa menimpa Zara Naven. Bayi mungil berusia 3,5 bulan ini meninggal dunia karena saldo Jamkesda-nya tak cukup saldo untuk operasi jantung.

Zara yang berdomisili di Gang Kemboja, Jalan Kramat Jaya, RT03/12, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji ini meninggal dunia setelah ditolak oleh Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Zara harus segera operasi jantung. Namun, karena terlambat penanganannya, bocah tersebut menghembuskan nafas terakhirnya kemarin (20/2) sekitar pukul 12.00 WIB.

 Tidak ada lagi canda tawa, dan rengekan Zara di dengar oleh pasangan Herman Hidayat (25) dan Prefti (23) tersebut. Sang putri itu meninggal karena pihak RS milik pemerintah tersebut ditolak karena tidak memiliki biaya yang mencukupi. Kini hanya kesedihan yang mendalam yang menghinggapi keluarga tersebut. "Awalnya saya pakai dana pribadi, seminggu setelahnya saya baru dapatkan Jamkesda, lalu ke RSUD. Dari sana akhirnya dirujuk dirawat di RS Jantung Harapan Kita, tetapi ditolak dan tidak bisa dilakukan operasi," kata Herman Hidayat, kepada INDOPOS (JPNN Group), Rabu (20/02).

Sebelum meninggal dunia, lanjut Herman, setelah lahir, sang putri mengalami gangguan pernafasan. Lantaran tidak memiliki biaya, dirinya pun mambawa sang anak ke tukang urut. Setelah beberapa minggu kemudian, dirinya membawa sang putri ke RS Bahkti Yudha, Pancoranmas. Oleh pihak RS itu Zara pun divonis mengidap kelainan jantung bawaan. Zara pun akhirnya rawat sejak 15 Januari 2013 diruang ICU karena mengalami gangguan pernapasan. Karena tidak sanggup mengobati Zara, pihak RS tersebut akhirnya merujuk ke RS Harapan Kita, Jakarta Barat.

"Kerja saya hanya buruh bangunan, makanya tidak bisa membayar pengobatan. Dan mendapatkan Jamkesda. Yang saya tidak habis pikir, Jamkesdanya tidak bisa digunakan, karena limit saldonya hanya Rp100 juta. Sedangkan biaya operasi Rp150 juta," ungkapnya dengan sendu.

Karena takut dengan kesehatan sang anak, sambung Herman, dirinya pun langsung membawa Zara ke RS Harapan Kita. Bayi mungil itu langsung dirawat di ICU RS tersebut selama 40 hari. Dengan total biaya sekitar Rp 60.000. Lantaran tak kuat melihat penderitaan sang putri, dirinya pun meminta dokter RS tersaebut melakukan tindakan medis berupa operasi. Namun sisa plafon Jamkesda tidak mencukupi untuk biaya operasi yang mencapai Rp150 juta pihak RS itu menolak dan meminta keluarga itu kembali ke rumah.

"Dokter sudah tiga kali menjadwalkan operasi, tapi rumah sakit belum ijinkan karena tidak ada jaminan. Sampai akhirnya Zara meninggal dan kami bawa pulang," jelasnya sambil mengusap air mata yang menetes.

Sebenarnya Herman telah berupaya keras untuk mengurus permohonan kartu Jamkesda untuk biaya operasi Zara. Buruh bangunan ini juga menjual motornya untuk ongkos dan biaya makan selama Zara selama dirawat di rumah sakit Jantung Harapan Kita. Sebab, sejak Zara dirawat di rumah sakit, Herman nyaris tidak bekerja karena sibuk mengurus surat-surat untuk biaya pengobatan. Namun, kata Herman, berulang kali dia mendapatkan sikap rumah sakit di Jakarta tersebut yang seolah mempersulit ia dan keluarganya. Dari mulai urusan surat menyurat, sampai obat yang harus ditebus sendiri.

"Alasannya Jamkesda tidak menanggung obat - obatan tersebut, beli pakai uang sendiri. Pemerintah memang tega melihat penderitaan putri saya. Kalau saja pemerintah peduli mungkin anak saya bisa selamat dan sehat," tuturnya. Sampai akhirnya, Zara meninggal di Rumah Sakit Harapan Kita, Selasa (19/2), sore. Bayi tersebut akhirnya dimakamkan di dekat rumahnya.

Sementara itu, Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail menjelaskan, plafon Jamkesda hanya Rp100 juta/orang. Penetapan itu sesuai dengan Perda yang ada. Saat ditanya mengenai kebijakan yang akan ditempuh dirinya, Mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan era Gus Dur ini belum bisa melakukan hal tersebut. Karenaan kebijakab khusus itu tidak memiliki payung hukum yang kuat.

"Kalo ada payung hukum yang bisa digunakan untuk kasus-kasus tertentu baru bisa dinaikkan. Ini memang memprihatinkan. Mungkin bisa diusulkan ke Menteri Kesehatan," kilah politisi PKS ini.

Meskipun demikian, lanjut Nur, warga yang mengalami kasus seperti Zara sebenarnya bisa mengajukan surat permohonan Ke Kementrian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kota Depok dan diteruskan oleh Walikota. "Secara spontan bisa saya tanda tangan. Ada yang ditolak, tapi sebagian besar diterima. Sudah banyak yang seperti itu, tapi untuk kasus ini saya tidak tahu apakah sudah mengurus atau belum," elaknya secara halus.

Seperti diketahui, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi telah memberikan instruksi seluruh RS DKI Jakarta harus melayani masyarakat kurang mampu yang memiliki Jamkesmas dan Jamkesda dalam mendapatkan pengobatan. Namun, hal itu tidak diindahkan. Dan menyebabkan dua balita pemilik kartu kesehatan dari pemerintah meninggal dunia.

Bahkan, MOU yang dilakukan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail melalui Jamkesda ke sejumlah RS di Pemerintahan Jokowi itu tidak mendapatkan respon yang baik. Lantaran saldo Jamkeda itu hanya mengkaver Rp100 juta/orang. Dan juga banyaknya tunggakan pembayaran yang belum terselesaikan.

Terkait meninggalnya Zara Naven, bayi berusia 3,5 bulan, pihak Rumah Sakit Jantung Harapan Kita mengklaim tidak pernah menelantarkan pasien tersebut lantaran kekurangan biaya operasi. Selain mengalami kelainan jantung, Zara juga mengalami infeksi paru-paru. Sehingga dokter mengharuskan menunda penanganan operasi jantung yang diderita Zara.

Kendati Zara sudah dirawat selama 40 hari di RS tersebut. Kondisi jantung anak pertama pasangan Herman Hidayat (25) dan Prepti (23) warga Beji, Kota Depok itu kian melemah. Usia Zara yang tergolong masih merah pun sangat ringkih, infeksi di paru-parunya sulit untuk ditangani. Sehingga tak mampu bertahan dan meninggal pada Selasa siang (19/2).

"Jadi penanganan operasi jantung pasien ini terkendala penyakit paru-paru yang dideritanya. Bayi seusia Zara sangat ringkih. Sebelum jantungnya dioperasi, infeksi di paru-parunya harus disembuhkan lebih dulu," terang Kepala Humas Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Anwar saat dihubungi Rabu (20/2).

Terkait kekurangan biaya, Anwar menerangkan sesuai perjanjian dengan pemerintah Kota Depok, berapapun besaran nilai kekurangan biaya dari Jamkesda yang dimiliki si pasien akan ditanggung pihak rumah sakit rujukan, yakni RS. Harapan Kita. "MoU (perjanjian) dengan Pemkot Depok juga masih aktif. Kami siap membantu, hanya saja bayi ini tidak sanggup bertahan," imbuhnya. (cok/sep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Sulap Ruang Kelas II RSUD jadi Kelas III

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler