Lagi-Lagi, Mulut Presiden Prancis Picu Ketegangan dengan Negara Sahabat

Kamis, 07 Oktober 2021 – 00:49 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron memakai payung saat ia memberikan pidato di Palais du Pharo di Marseille, Prancis, Kamis (2/9/2021). Foto: Guillaume Horcajuelo/Pool via REUTERS/rwa/cfo

jpnn.com, BAMAKO - Kementerian luar negeri Mali memanggil duta besar Prancis di Bamako pada Selasa (5/10) terkait komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai tidak ramah dan tidak menyenangkan.

Langkah itu adalah tindakan terbaru dari serangkaian tindakan agresif dalam perselisihan tegang antara Mali dan mitra militer utamanya --Prancis.

BACA JUGA: Prancis Dibenci Bekas Jajahan, Presiden Macron Sewot

Ketegangan kedua negara disebabkan adanya laporan bahwa Bamako akan merekrut tentara bayaran Rusia saat Paris membentuk kembali misi kontra-terorisme yang beranggotakan 5.000 orang di kawasan tersebut.

Perdana Menteri Mali menuduh Prancis mengabaikan Mali dalam perang bersama melawan gerilyawan ISIS.

BACA JUGA: Anak-anak Bukit Duri Makin Mengenal Bahasa Prancis dan Inggris

Macron pekan lalu menolak tuduhan itu dan mempertanyakan legitimasi otoritas Mali yang mengawal sebuah transisi ke pemilihan umum setelah dua kudeta yang terjadi hanya dalam waktu setahun di negara itu.

Sebagai tanggapan atas komentar Macron, kementerian luar negeri Mali mengatakan telah memanggil duta besar Prancis untuk memberitahunya tentang kemarahan dan ketidaksetujuan pihak berwenang Mali.

BACA JUGA: Tanpa Vaksinasi, Prancis Izinkan Siswa SD Tak Pakai Masker

Pada pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Mali Abdoulaye Diop "memprotes keras pernyataan (Macron) yang disesalkan, yang kemungkinan akan merusak perkembangan hubungan persahabatan", kata kemenlu Mali dalam sebuah pernyataan.

Kementerian itu mengatakan Menlu Diop juga menyerukan agar kedua belah pihak dapat mengambil pendekatan konstruktif dan memprioritaskan upaya melawan pemberontakan di wilayah tersebut.

Aksi kekerasan di Sahel telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir meskipun ada kehadiran ribuan pasukan PBB, pasukan regional dan negara Barat.

Sahel adalah sebidang tanah gersang yang berbatasan dengan tepi selatan Gurun Sahara.

Sejumlah narasumber diplomatik dan keamanan mengatakan kepada Reuters bahwa junta militer Mali hampir merekrut tentara bayaran dari organisasi paramiliter Rusia Wagner Group.

Terkait hal itu, Prancis telah meluncurkan sebuah upaya diplomatik untuk menggagalkan rencana junta militer Mali itu, dengan mengatakan pengaturan seperti itu tidak sesuai dengan kehadiran pasukan Prancis yang berkelanjutan. (ant/dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler