jpnn.com - JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi bernama Albert Telehara pada persidangan atas Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/7). Albert merupakan Kapokja/Asisten Pelaksana Satker Wilayah II Maluku BPJN IX Maluku-Maluku Utara.
Pada persidangan itu Albert mengungkapkan bahwa Abdul Khoir yang didakwa menyuap Damayanti justru tak ikut lelang proyek paket pelebaran jalan Tehoru-Laimu di Pulau Seram Maluku senilai Rp 41 miliar. Sebab, dalam dokumen lelang memang tidak ada PT Windu Tunggal Utama (WTU) milik Abdul Khoir.
BACA JUGA: Arus Balik Penyeberangan Mulai Sepi
Albert memerinci, sampai saat pembukaan dokumen lelang hanya ada lima perusahaan yang mengikuti tahapan evaluasi kualifikasi. Yaitu PT Bangun Bumi Perkasa Sejati, PT Beringin Dua, PT Dian Mosesa, PT Lintas Equator dan PT Meranti Jaya Permai.
“Tidak ada nama PT Windu Tunggal Utama dalam proses lelang paket proyek pelebaran jalan Tehoru-Laimu,” tutur Albert.
BACA JUGA: Arus Mudik 2016, Kemenhub: Tingkat Keselamatan Relatif Lebih Baik
Dalam perkara itu Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis bersalah kepada Abdul. Hukumannya adalah empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Sedangkan pengacara Damayanti, Magda Widjajana mengatakan, pengakuan Albert itu mengungkap fakta baru dalam persidangan atas anggota Komisi V DPR yang membidangi infrastruktur itu. Selama ini Abdul dianggap menyuap Damayanti demi mendapatkan proyek di Maluku dan Maluku Utara.
BACA JUGA: Simak Pesan Danlantamal III kepada Prajurit dan PNS
"Bagaimana Abdul Khoir bisa menyuap Bu Damayanti dengan memberikan fee delapan persen dari nilai proyek Rp 41 miliar untuk mendapatkan paket proyek pelebaran jalan Tehoru-Laimu? Padahal PT Windu Tunggal Utama saja tidak mengikuti tender proyek itu,” ucapnya.(jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tito Diminta Harus Punya Terobosan Menangani Kasus Predator Anak
Redaktur : Tim Redaksi