JAKARTA - Indonesian Resources Studies (IRESS) melaporkan pencaplokan lahan tambang milik PT Aneka Tambang (Antam) di wilayah Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini ditempuh karena diduga dalam pengalihan lahan milik perusahaan plat merah itu terindikasi korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Konut.
Kedatangan Koordinator IRESS, Marwan Batubara ke KPK, Kamis (24/5) siang didampingi oleh Anggota DPR RI Candra Tirta Wijaya, anggota DPD RI Nurmawati Bantilan, serta pengurus KAHMI, KAMMI, BEM ITB, BEM UPI, BEM UNJ dan sejumlah pihak lainnya.
"Kedatangan kita ke KPK melaporkan dugaan korupsi berupa pencaplokan lahan milik PT Antam di Konawe Utara, Sultra," kata Marwan Batubara kepada wartawan.
Dia menyebutkan bahwa perampasan lahan milik negara itu dilakukan sewenang-wenang oleh Bupati Konut, Aswad Sulaiman. Dimana Kuasa Pertambangan (KP) milik negara sesuai SK Dirjen Pabum No.849-K/23.01/DJP/1999, sebagian diberikan kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM). Sebagian lain wilayah tambang Antam dialihkan kepada sejumlah perusahaan swasta.
"Bahkan belakangan Antam diusir keluar oleh Bupati Konut dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan penambangan di daerah itu," jelas Marwan.
Dia mensiyalir kegiatan semena-mena Bupati Konut tersebut dapat terlaksana karena ada dukungan dana dan praktek suap yang dilakukan DIPM untuk memperoleh izin usaha pertambangan (IUP). Selain itu, sebagaimana dilaporkan Antam kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pada 4 Maret 2010 lalu.
"Kita dalam hal ini melaporkan Bupati Konut, kemudian Priyatmanto Abdoellah SH, Ketua PTUN Kendari. HM Supono SH selaku kuasa hukum PT DIPM dan DR Lim Heriyanto Wijaya Suwarno MBA, Dirut DIPM. Karena kebijakan sarat KKN ini, negara melalui Antam berpotensi dirugikan sekitar Rp 42 triliun," tutur Marwan.
Ditanya darimana hitung-hitungan kerugian negara itu, Marwan menyebutkan, kerugian itu disebabkan potensi tambang yang luasnya 6200 hektar, telah beralih. Sehingga cadangan nikel yang jumlahnya mencapai jutaan ton sebagai cadangan nasional untuk beberapa tahun hasilnya diambil oleh swasta. Selain itu harga nikel yang terus naik juga diperhitungkan.
Marwan menyebutkan, Bupati Konawe Utara pernah beralasan bahwa lahan Antam lama menganggur, sementara daerah butuh tambahan PAD. "Tapi prosedur yang dilalui Bupati Konawe Utara tidak sesuai aturan dan dengan mudah dialihkan kepada swasta," jelas Koordinator IRESS.
Dia menegaskan, Bupati Konawe Utara jelas-jelas telah mengangkangi SK Dirjen Pabum tentang KP milik negara dengan mengalihkan lahan tersebut kepada pihak swasta. Semua data yang dibutuhkan KPK sudah diserahkan kepada KPK dan mereka mendesak KPK mengusutnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disebut Terima Rp20 Miliar, Menpora Digarap KPK
Redaktur : Tim Redaksi