Langgar Dokumen Kepabeanan, Gula Impor Ditahan BC

Kamis, 03 Mei 2012 – 14:41 WIB
JAKARTA – Gula mentah (raw sugar) impor milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) senilai Rp600 miliar ditahan aparat Ditjen Bea Cukai di sejumlah pelabuhan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Penahanan tersebut dilakukan karena PT PPI ingin menempatkan raw sugar di perusahaan pengolahan gula rafinasi di kawasan berikat Cilegon, Banten dan Cilacap, Jawa Tengah. Penempatan raw sugar di kawasan tersebut diduga untuk menghindari proses kepabeanan sehingga bisa melenggang ke pasar tanpa harus membayar bea masuk.

Adanya penahanan gula impor milik PT PPI, di Pelabuhan Ciwadan, Banten dan di Makassar oleh pihak Direktorat Bea dan Cukai (BC), sudah diketahui anggota Komisi VI DPR RI, Azam Azman Natawijaya. Dia dapat informasi, penahanan itu dilakukan karena PT PPI tidak memiliki dokumen yang jelas untuk impor gula itu. Di antaranya, PT PPI tidak membayar bea masuk. Padahal, sesuai prosedur dan ketentuan, gula milik PPI itu harus membayar bea masuk. Sementara dalam dokumen impor gula milik PT PPI tersebut juga tidak ada informasi jelas terkait pendistribusian gula yg diimpor setelah dilakukan bongkar muat. Karena, tujuannya sama sekali tidak ada.

“Ya jelas, BC harus menahan itu,” kata Azam Azman Natawijaya saat dihubungi wartawan Kamis (3/5), mengungkap informasi yang dia peroleh dua hari lalu.

Azam mengaku, memang ada gula lama yang bebas bea masuk. Tapi untuk gula PT PPI ini tidak bebas bea masuk. PT PPI mau membonceng yang bebas bea. BC tidak bisa dibohongi sehingga melakukan penahanan terhadap gula impor yang diperkirakan senilai Rp600 Miliar.

Selain itu, penahanan gula impor tersebut juga dikarenakan PT PPI masih memiliki utang kepada Bea Cukai saat perusahaan pelat merah itu melakukan impor minuman keras (miras) pada periode 2002-2005, dengan nilai mencapai Rp30 miliar. Namun akibat bunga berbunga dan tidak adanya penyelesaian secara tuntas, maka total tunggakan membengkak menjadi Rp85 miliar.

“Nah, dengan begini sudah terbukti kurang profesionalnya PT PPI. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri juga harus bertanggung jawab. Fraksi Demokrat di Komisi VI akan mendesak tanggung jawab itu,” kata Azam.

Azam juga menyoroti ketertutupan pihak Direktorat Bea dan Cukai atas penahanan gula milik PT PPI tersebut. Oleh karenanya, Azam meminta Dirjen Bea Cukai untuk terus terang menjelaskan masalah ini.

"Ini masalah nasional dan menyangkut kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Sebaiknya Dirjen menjelaskanlah dengan benar dan jangan saling lempar bola seperti itu. Memang takut sama siapa sih. Kalau salah, ya jelaskan dengan benar kesalahannya,” pinta Azam.

Sebelumnya, Dirjen Bea dan Cukai, Agung Kuswandono yang dikonfirmasi wartawan berbarengan dengan Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) Rahmat Subagio, saling lempar dan tidak memberikan jawaban tegas terkait penahanan gula impor milik PT PPI.

"Tanyakan pada beliau saja (Rahmat), dia ahlinya," ujar Agung usai jumpa pers usaha penyelundupan  narkotika jenis heroin seberat 10,110 kilogram di Jakarta, Rabu (2/5).

Rahmat yang dikonfirmasi pun, tidak menjawab dengan benar. Dia beralasan, bukan waktunya untuk menjawab  pertanyaan itu karena saat ini sedang membahas tentang masalah narkotika. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Minyak Melandai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler