Langgar Dukur, Musala Tua Berusia 125 Tahun

Rabu, 19 September 2018 – 06:01 WIB
Pemandangan di dalam Langgar Dukur. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Di kawasan Lawang Seketeng Gang IV terdapat musala yang begitu khas. Seluruh bangunannya terbuat dari kayu jati tua. Oleh warga setempat, musala yang terletak di lantai 2 itu disebut Langgar Dukur. Usianya sudah mencapai 125 tahun. 

Untuk mencapai musala ini cukup sulit karena lokasinya nyelempit. Berada di tengah permukiman dan gang-gang sempit. Tak banyak yang tahu meski lokasinya hanya berjarak 100 meter dari Jalan Peneleh. Dari luar saja, musala tersebut sudah menunjukkan ciri arsitektur yang tak biasa. Tembok terbuat dari kayu jati dan bagian luarnya ditempeli potongan kayu. Persis sisik ikan.

Bangunan Langgar Dukur terdiri atas dua lantai. Lantai 1 difungsikan sebagai balai pertemuan warga, sedangkan lantai 2 digunakan untuk salat. Untuk menuju lantai 2, orang harus melewati tujuh anak tangga kayu dengan gaya miring.

Ya, harus miring. Sebab, bilah kayu di setiap anak tangga hanya selebar 15 cm. Untuk itu, kaki orang dewasa tidak bisa lurus saat memijaknya. Selain kaki, badan harus ikut nyerong ke samping jika ingin mudah meniti setiap anak tangga.

Senin siang lalu (10/9), tampak seorang jamaah sedang menunaikan salat Duhur. Sajadah berwarna merah marun tergelar di atas tikar plastik tua. Di bagian belakang, tepat di depan pintu selatan musala, seorang lelaki kurus tampak tertidur kelelahan. Ketika berjalan menginjak lantai yang terbuat dari papan kayu, ada sensasi pantulan lembut. Terdengar suara derit kayu yang tertekan langkah kaki. "Lihat cungkup itu unik sekali," kata Ketua Komunitas Laskar Soeroboyo Mochamad Saiful. Cungkup yang dimaksud adalah mimbar imam.

Bentuknya mirip atap rumah. Segi tiga. Ada ukiran di beberapa sudutnya. Mimbar itu terpasang di tembok. Menggantung setinggi 2 meter. Dari mimbar itu pula, sejarah pendirian Langgar Dukur diketahui. Tahun pendirian musala terpatri dalam kotak persegi yang dilapisi kaca yang berada di tengah mimbar. Bertulisan huruf Arab pegon dengan kalimat berbahasa Jawa: awitipun jumeneng puniko langgar tahun 1893 sasi setunggal. Artinya, pembangunan langgar dimulai pada Januari 1893.

Saiful mengatakan, pelacakan sejarah berdirinya Langgar Dukur saat ini memang masih awal. Sejarah musala baru serius digali sejak Juli lalu. Tepatnya, saat ada proyek pencatatan sejarah Surabaya oleh dinas perpustakaan dan arsip (dispusip). Saiful tercatat sebagai anggota tim penggalian proyek sejarah kota tersebut.

Sementara itu, penunjukan Langgar Dukur bermula dari ide salah seorang anggota Komunitas Laskar Soeroboyo Andi Kusuma Yudha. Lelaki yang kini tinggal di Sidoarjo itu mengusulkan Langgar Dukur karena ingat masa mudanya saat tinggal di kawasan Lawang Seketeng. "Saya usulkan musala ini," ujar Yudha, sapaan akrabnya. Pria 53 tahun itu mengaku tidak mengetahui asal-usul musala. Yang jelas, saat dia masih kecil, musala tersebut sudah berdiri kukuh.

Saiful mengungkapkan, awalnya banyak warga kampung yang tidak mengetahui pendiri musala tersebut. Dia pun mulai menggali informasi dengan mewawancarai beberapa warga berusia sepuh. Dari penggalian itu, titik terang muncul. Dayat, salah seorang warga, mengatakan bahwa pendiri musala adalah kakeknya, Syekh Haji Abdul Romli. Saat itu kakeknya memang dikenal sebagai kiai kampung. Dayat mendapat informasi itu dari almarhum sang ayah. Tetapi, informasi tersebut tetap saja belum bisa mengurai sejarah langgar itu secara lengkap. 

Sejarawan Universitas Airlangga Adrian Perkasa mengatakan, bangunan Langgar Dukur memang sangat unik. Sebab, arsitekturnya sangat kental dengan kearifan lokal. Salah satunya, bentuk dinding mirip sisik ikan. Bentuk itu juga ditemukan pada banyak bangunan lawas Majapahit. (*/c7/ano) 

BACA JUGA: Sambut Ramadan, Dua Musala di Bekas Lokalisasi Direnovasi

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo Ngaku, Siapa Nekat Buang Bayi di Pojok Musala?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Musala  

Terpopuler