Langgar UU, Bupati Butur Diminta Dipecat

Selasa, 12 Maret 2013 – 00:20 WIB
KENDARI - Bupati Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara,  Ridwan Zakariah masih saja bandel. Meski dianggap melanggar UU No 14 tahun 2007, namun warning ketua DPR Marzuki Alie dan Mendagri Gamawan Fauzi terus saja diabaikan. Padahal Marzuki Alie sudah meminta ketegasan DPRD setempat untuk melakukan pemakzulan.

Seperti diketahui, Ridwan Zakariah enggan memindahkan ibukota Butur di Buranga. Hingga kini mantan ketua Bappeda Sultra itu masih kerasan di  Ereke sebagai ibukota Butur. Padahal saat terbentuknya kabupaten pecahan Muna itu, Buranga menjadi rekomendasi UU.
   
Nah, atas sikapnya ini, sudah sepekan masyarakat menggelar demonstrasi. Mereka  menduduki kantor DPRD Butur dan meminta ibukota kabupaten segera dikembalikan ke  Buranga. Massa juga  mendesak  dewan segera melakukan pemakzulan terhadap Ridwan Zakariah.
   
"Sudah satu minggu ini, masyarakat tinggal di kantor DPRD. Mendesak agar segera melakukan sidang paripurna untuk memecat Ridwan Zakariah dari jabatannya. Kalau dewan tidak melakukan sidang paripurna, akan lebih parah lagi gerakannya. Mungkin bukan hanya gedungnya  yang  dibakar. Keinginan masyarakat bahwa penembatan ibukota harus sesuai amanah UU nomor 14 tahun 2007 yakni di Buranga bukan di Ereke," tegas La Ode Hayrun, tokoh masyarakat Butur seperti yang dilansir Kendari Pos (JPNN Group), Senin (11/3).

Konflik penempatan ibukota  sangat jelas melanggar UU. Sehingga itu telah meresahkan masyarakat. Apalagi sikap pemerintah Butur yang melakukan pembiaraan dan sengaja melawan UU yang telah ditetapkan Mendagri. Jika ini terus dibiarkan dan tidak segera dilakukan penyelesaikan, jangan sampai menjadi konflik berkepanjangan. Hayrun menegaskan permintaan demonstran pada DPRD untuk melakukan rapat paripurna harus segera direalisasikan. Karena  masyarakat sudah cukup bersabar. Sebab, dasar pemindahan tidak punya landasan yang jelas. Ia melihat  bupati  hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi mengabaikan aspirasi masyarakat.
   
"Kalau berkantor di Buranga, maka hotel mereka di Ereka tidak laku. Semua pemilik hotel, keluarga Bupati. H. Basri sebagai kakaknya dan H. Ali juga Ipar bupati. Saat unjukrasa, kami ditemui langsung anggota DPRD Butur, Drs La Bia dan berjanji akan mengambil langkah cepat dalam waktu dua hari untuk segera melakukan rapat paripurna pemecatan itu," akunya.
   
Ia mengaku, para demosntran tidak akan meninggalkan kantor DPRD Ereke sebelum adanya kejelasan dan sikap tegas dari dewan sesuai permintaan masyarakat. Mereka bukan hanya masyarakat dari Buranga termasuk Ereka yang dibantu mahasiswa. Kata La Ode Hayrun, jika ada unjukrasa, sebagian PNS dan anggota DPRD yang paham aturan datang berkantor di Buranga. Namun mereka kembali karena tidak ada kantor di sana.
   
"Ada kantor daerah (Bupati red) telah dibangun di Buranga, tapi tidak dipergunakan. Herannya, semua kantor di Ereke diberi papan nama Buranga. Padahal, lokasi Ibukota di Buranga sudah dipersiapkan sejak lama, sekitar 30 hektar dan itu hanya untuk kantor. Sejak dimekarkan, Buranga hanya dibangun dua kantor yakni Dinas Pertanian dan kantor bupati. Namun, kantor pertanian ada juga di Ereke. Kalau kantor Bupati hanya di Buranga tapi orangnya berkantor di Ereke," kata Hayrun.
   
Bukan hanya menyingung soal penempatan ibukota, Hayrun juga menyoroti tentang adanya perlakuan tidak adil Pemda Butur terhadap masyarakat Buranga dalam hal pembayaran pajak. "Di Buranga itu biar pondok-pondok kecil saja, pajaknya harga kota, mahal. Alasannya Buranga sebagai ibukota kabupaten. Inikan aneh. Lebih parah lagi, kalau ada rapat di Kantor Bappeda di Ereke, PNS yang tugas di Buranga hanya diberi  uang jalan Rp 60 ribu. Alasannya, karena berkantor di Ibukota. Tapi kalau orang di Ereka diberi  Rp 300 ribu. Alasannya, perjalanan luar daerah ke Buranga padahal mereka hanya jalan beberapa meter. Menurut saya, ini ladang korupsi yang paling nyata," tegas Hayrun yang mengaku masih keluarga dekat dengan bupati. "Pak Ridwan itu (Bupati Butur), masih sepupu dua kali dengan saya," tambahnya.
   
Kapolres Muna AKBP Sempana Sitepu yang dihubungi semalam, mengaku aksi tersebut berlangsung damai, dengan tetap mendapat pengawalan dari Polres Muna. Demonstran setelah melakukan pertemuan oleh DPRD Butur, membubarkan diri dengan tertib.
   
"Saya juga turut langsung memantau demonstrasi. Jadi tidak  ada pendudukan kantor. Sebab yang mediasi pertemuan dengan DPRD adalah pihak kepolisian. Setelah tuntas, massa membubarkan diri,"tukasnya.
   
Kata dia, pengamanan tidak hanya dari Polres Muna, anggota TNI dari Koramil Ereke, Polsek Ereke dan Polsek Bonegunu turut serta. (m1/awn/KP)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapal Nelayan Disandera Perompak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler