YANGON - Junta militer Myanmar melakukan beragam cara, menggunakan berbagai alasan untuk menyekap Aung San Suu Kyi sebagai tahanan rumah dalam empat kesempatan berbeda selama 21 tahun. Tapi, pada akhirnya, apa yang disuarakan band rock asal Republik Irlandia, U2, dalam Walk On (2000), lagu yang didedikasikan untuk putri pahlawan kemerdekaan negeri yang dulu bernama Burma itu, terbukti benar: what you got they can"t steal it.
Ya, deraan hukuman tiada henti itu sama sekali tak mampu mereduksi karisma ibu dua anak yang baru menikmati kebebasan secara penuh pada November 2010 tersebut di mata warga Myanmar. Justru kian menggumpalkannya.
Walhasil, perempuan 66 tahun tersebut dengan mudah merebut kursi parlemen Myanmar melalui daerah pemilihan Kawhmu, wilayah yang berjarak dua jam perjalanan dari ibu kota Yangon, tempat Nobelis Perdamaian 1991 tersebut bermukim.
Memang, hasil resmi direncanakan baru diumumkan hari ini. Tapi, berdasar penghitungan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dari 82 TPS yang jumlah suaranya telah selesai direkap "total ada 129 TPS" di daerah pemilihan Kawhmu, Suu Kyi meraup 82 persen suara. Padahal, rivalnya adalah seorang mantan dokter junta yang berasal dari partai yang tengah berkuasa dengan dukungan militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan.
Itulah kali pertama Suu Kyi mencalonkan diri menjadi legislator sejak mendarat kembali di Myanmar pada 1988 dan langsung berhasil. Keberhasilan tersebut sekaligus menjadi langkah awal dan modal berharga menuju "perang" sesungguhnya: Pemilu 2015.
"Militer sekarang telah berubah menjadi lebih lunak. Jadi, sangat besar peluang Aung San Suu Kyi menjadi presiden pada 2015," ujar Myo Win, petinggi NLD, kepada BBC.
Selain kuatnya karisma dan pesona pribadinya, kans Suu Kyi menjadi presiden pada 2015 diperbesar oleh solidnya NLD. Partai itu menang mutlak pada Pemilu 1990, meraup 59 persen suara dan 81 persen kursi parlemen. Tapi, junta membatalkan hasil tersebut.
Selama Suu Kyi menjadi tahanan rumah, NLD juga terus dimarginalkan dan mendapat tekanan sangat kuat. Tak sedikit aktivis dan petingginya yang ditangkap. Namun, NLD tetap eksis dan kian dihormati warga Myanmar sebagai medium perlawanan terhadap junta.
Dalam pemilu sela kali ini yang dihelat untuk menggantikan para legislator (dari majelis rendah) yang masuk pemerintahan, NLD diperkirakan bisa memenangi 36 kursi di antara 45 kursi yang diperebutkan. Kursi sejumlah itu diperebutkan 176 kandidat dari 17 partai dan jalur independen.
Seandainya NLD memenangi 45 kursi, tetap saja kendali parlemen berada di tangan partai-partai promiliter. Tapi, bagi warga Myanmar, tampaknya bukan itu yang terpenting. Tapi, keberhasilan Suu Kyi masuk parlemen dan apakah pemilu kali ini berlangsung secara fair atau tidak.
Myanmar menganut sistem parlemen dua kamar, majelis rendah dan tinggi. Majelis rendah terdiri atas 440 kursi, yang 330 kursi diperebutkan melalui pemilu. Sedangkan di antara 224 kursi majelis tinggi, 168 kursi merupakan hasil pemilihan.
Kemenangan Suu Kyi kemarin kali pertama diumumkan lewat layar raksasa di luar markas NLD. Pengumuman tersebut langsung disambut histeris massa pendukung perempuan yang dalam film The Lady diperankan Michelle Yeoh tersebut. Tak cuma bertepuk tangan dan meneriakkan yel-yel, sebagian pendukungnya juga menangis dan saling berpelukan.
Sayang, Suu Kyi tak berada di markas NLD saat itu. Hingga berita ini selesai ditulis, belum ada pernyataan resmi tentang hasil pemilu sela tersebut. Namun, tetap itu tak mengurangi gemuruh respons para suporternya menyambut peristiwa bersejarah tersebut. "Hanya ada satu orang yang ada di benak kami saat masuk TPS. Kami percaya kepada dia. Hampir seluruh warga desa saya memilih Daw (panggilan kehormatan untuk wanita yang lebih tua, bisa juga diartikan bibi, Red) Suu," kata Tin Zaw Win, salah seorang pendukung Suu Kyi, kepada AFP.
Pendukung Suu Kyi, lainnya, Kalyar, juga menyatakan merasa seperti masih tak percaya peristiwa bersejarah itu bisa terjadi. "Kami sudah menunggu hari ini dalam waktu yang sangat lama. Saya sangat bahagia," kata Kalyar.
Namun, tak sedikit juga pendukung Suu Kyi yang marah kepada panitia pemilihan. Gara-garanya, nama mereka tak masuk daftar pemilih. Akhirnya, kebanyakan di antara mereka memilih mendatangi TPS kemarin untuk meminta balot suara.
Saya ingin memberikan suara kepada Daw Suu. Tapi, mereka (panitia) tak memberi saya balot. Karena itulah, saya menagih ke sini," ujar Zin Min, seorang warga, di salah satu TPS. "Bagaimana mungkin nama saya mendadak tak dimasukkan daftar pemilih."
Aroma kecurangan memang masih cukup kuat tercium pada pemilu sela kali ini. Sebagaimana dilaporkan CNN, setidaknya tercatat 50 bentuk kecurangan yang sudah dilaporkan.
Salah satu contohnya, kotak tempat nama NLD tertulis di dalam kertas suara yang dilapisi semacam lilin. Itu membuat tanda pada kotak itu yang dituliskan pemilih nanti bisa dengan gampang dihapus. Kalau itu terjadi, suara pun dianggap batal.
"(Kecurangan) Itu terjadi di segenap penjuru negeri," kata Nyan Win, juru bicara NLD, kepada AFP.
Jumat lalu (30/3) Suu Kyi secara terbuka memang menyatakan bahwa pemilu sela kali ini belum bisa dianggap sebagai sebuah pemilihan yang adil dan terbuka. "Saya menduga bakal tetap terjadi banyak kecurangan," ujar Suu Kyi itu.
Namun, dia tetap maju terus, tak meminta kepada pendukungnya agar memboikot. Itu berbeda dengan Pemilu 2010, pemilu pertama di Myanmar selama 20 tahun terakhir. Saat itu Suu Kyi menolak memberikan suara karena adanya larangan seorang tahanan politik seperti dirinya bergabung dengan partai politik.
Ketika dikonfirmasi CNN, Ketua Panitia Pemilu Sela Tin Aye menolak menanggapi tudingan kecurangan yang disuarakan NLD. "Terlalu dini menanggapi itu," ujarnya.
Meski banyak kecurangan dan hasil resmi belum diumumkan, bakal sangat mengejutkan kalau Suu Kyi sampai dinyatakan tidak lolos ke parlemen. "Namun, warga Myanmar harus siap dengan kenyataan kalau NLD tak bisa memenangi semua kursi (yang diperebutkan di pemilu sela ini)," ujar Jim Della-Giacoma, analis di International Crisis Group, kepada CNN.
Analis lainnya dari Universitas Canberra, Australia, justru menganggap berapa raihan suara NLD itu tak penting. "Saya pikir warga Myanmar juga tak peduli NLD dapat kursi berapa. Yang jadi perhatian mereka justru apakah pemilihan berikutnya, Pemilu 2015, bakal berlangsung secara terbuka dan adil," ujarnya. (c4/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyelam Australia Tewas Dicabik Hiu
Redaktur : Tim Redaksi