LaNyalla: Koperasi Mampu Menjawab Kegelisahan di Era Robotisasi Industri

Kamis, 03 September 2020 – 18:35 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di depan kelompok koperasi dan petani sawit binaan PT Perkebunan Nusantara V di Pekanbaru, Riau, Selasa (2/9/2020). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, PEKANBARU - Salah satu ancaman bagi tenaga kerja industri di dunia adalah hadirnya era Robotisasi yang dipadu dengan kecanggian Artificial Intelligent (AI). Era Robotisasi AI yang menggantikan manusia ini diramal terjadi 20 tahun ke depan. Bahkan bisa lebih cepat lagi.

Hal itu dipaparkan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menjadi pembicara di depan kelompok koperasi dan petani sawit binaan PT Perkebunan Nusantara V di Pekanbaru, Riau. Acara yang digelar Selasa (2/9/2020), di kantor pusat PTPN V Riau itu diikuti seluruh perwakilan petani sawit se Provinsi Riau.

BACA JUGA: LaNyalla Ingatkan Pertamina Hulu Rokan Harus Prioritaskan Mitra Lokal dan Swasta

Menurut LaNyalla, di era Robotisasi AI itu, industri-industri besar terpaksa memilih melakukan re-investasi untuk membeli Robot AI. Sebab jika tidak, perusahaan tersebut akan kalah bersaing dengan perusahaan lain yang menggunakan Robot AI.

“Kenapa akan kalah bersaing? Karena Robot AI tidak perlu digaji. Tidak ada uang lembur. Tidak perlu ganti shift. Tidak ada izin sakit. Apalagi cuti hamil. Dan, tidak perlu libur lebaran untuk pulang kampung. Sekarang sudah mulai terjadi dalam skala yang paling sederhana. Kita bisa lihat para petugas gardu jalan tol, yang dulu ada, sekarang tidak perlu lagi,” ungkapnya.

BACA JUGA: LaNyalla Ingatkan Komite Pemulihan Ekonomi untuk Belajar dari Dana Otsus Aceh

LaNyalla juga mengambil contoh di perkebunan kepala sawit. Katanya, saat meninjau ke kebun Distrik Timur PTPN V, ia melihat ada Drone yang dioperasikan untuk melakukan pengecekan perkebunan dan pertumbuhan tanaman.

“Dulu dikerjakan banyak manusia untuk kebun seluas itu. Sekarang cukup satu operator Drone,” ujarnya.

BACA JUGA: DPD RI Siap Wujudkan Harapan 21 Provinsi Penghasil Sawit

Bukan tidak mungkin, tambahnya, akan hadir Robot AI yang bisa memanen buah sawit. Lalu menempatkan buah sawit ke conveyer belt yang bergerak keluar kebun menuju quary.

“Meskipun ini hanya contoh saja, tapi ini keniscayaan, dan bisa terjadi,” kata mantan ketua umum Kadin Jawa Timur itu.

Pergerakan dan percepatan era Robot AI ini, lanjutnya, juga akan menghantam pabrik-pabrik dengan jumlah buruh yang besar. Seperti pabrik rokok. Pabrik pengolahan dan manufaktur atau industri lainnya.

“Bayangkan jika pabrik seperti Maspion Group, yang mempekerjakan puluhan ribu buruh, terpaksa menggunakan Robot AI. Ke mana puluhan ribu buruh tersebut? Bagaimana nasibnya?” tanyanya.

“Di sinilah kita harus berpikir. Harus dari sekarang siapkan skema menghadapi era tersebut.

Menurut saya, koperasi adalah jawaban. Saya percaya, para pendiri bangsa ini, khususnya Bapak Koperasi kita, Moh. Hatta, berpikir sangat jernih dan tajam ke depan.”

Koperasi, urainya, harus dimaknai sebagai cara atau sarana atau alat untuk berhimpun dalam tujuan memiliki secara bersama alat industri atau sarana produksi yang pada akhirnya menjadi mesin uang bagi anggotanya. Bukan dalam makna yang sempit seperti sekarang.

“Malah hanya jadi koperasi simpan pinjam atau hanya jadi KUD yang nasibnya begitu-begitu saja,” cetusnya.

Jadi, tambahnya, para anggota koperasi, sama persis dengan para pemegang saham yang membeli perusahaan melalui lantai bursa.

“Saya akan beri ilustrasi, hanya sebagai contoh saja. Kita ambil contoh Maspion Group, yang punya puluhan ribu buruh. Ini hanya contoh saja, belum terjadi ya,” papar Senator asal Jatim itu kepada peserta pelatihan.

Anggaplah Maspion Group memiliki master plan bisnis akan investasi dengan membeli Robot AI, 10 tahun ke depan dari sekarang, di tahun 2030. Robot itu, bisa menggantikan peran 10 ribu buruh. Nilai investasi untuk mendatangkan Robot AI itu misalnya Rp.2 triliun.

Nah, yang harus dilakukan, dan ini harus didorong oleh pemerintah, adalah: pemilik Maspion Group menyampaikan master plan tersebut kepada 10 ribu buruh itu mulai dari sekarang. Pilihannya, apakah para buruh itu akan membentuk koperasi dan menyisihkan sekian persen dari gajinya untuk dikumpulkan selama 10 tahun ke depan, untuk ikut serta membeli Robot AI itu. Atau pilihan kedua, pasrah menunggu nasib, sehingga 10 tahun ke depan pasti akan di-PHK.

Kalau pilihannya yang pertama. Coba kita hitung di sini. 10 ribu buruh masing-masing menyisihkan gajinya setiap bulan Rp 500 ribu. Artinya setiap bulan terkumpul uang di koperasi itu Rp.5 miliar. Kalikan selama 12 bulan dalam setahun. Rp 5 miliar kali 12 terkumpul Rp 60 milyar. Kalikan selama 10 tahun. Artinya Rp.60 milyar dikali 10, terkumpul Rp 600 milyar rupiah. Apalagi jika uang tersebut dikonversi dalam logam mulia. Nilainya akan mengikuti standar dunia. Tidak terlalu tergerus di tahun ke-10.

“Tentu uang yang terkumpul dari koperasi sebesar Rp.600 milyar itu bisa digunakan untuk ikut membiayai –sebagian, sekitar 1/3 dari kebutuhan investasi itu. Maka artinya, para buruh itu di tahun ke-10, adalah para pemegang saham dari sebagian Robot AI tersebut. Sehingga mereka setiap bulan tetap mendapat pembagian hasil dari kinerja –sebagian-- Robot AI itu. Meskipun para buruh itu sudah di-PHK dan tidak lagi bekerja di pabrik tersebut,” bebernya.

Inilah, lanjut LaNyalla, konsep Koperasi masa depan. Koperasi yang menjawab kegelisahan masa depan umat manusia di era Robot AI. Koperasi harus menjadi alternatif lantai bursa milik rakyat yang memproteksi dan melindungi warga bangsa. Itu semangatnya. Saya yakin, dengan dorongan pemerintah, gagasan besar para pendiri bangsa ini melalui koperasi bisa terwujud,” pungkasnya.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler