JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2012 kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam laporan itu dijelaskan realisasi anggaran tahun 2012, pemerintah melaporkan pendapatan sebesar Rp 1.338,11 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 980,52 triliun. Selain itu juga belanja negara tahun 2012 yang meliputi transfer ke daerah Rp 1.491,41 triliun, sehingga tercatat defisit anggaran 2012 sebesar Rp 153,30 triliun.
“Atas LKPP tahun 2012 itu, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion). Opini tersebut sama dengan opini yang diberikan BPK atas LKPP tahun 2011,” kata Ketua BPK Hadi Purnomo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu, (12/6).
Menurut Hadi, ada empat permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2012. Pertama, pemerintah telah mencatat realisasi PNBP Lainnya dan Belanja Lain-Lain dari untung/rugi selisih kurs masing-masing sebesar Rp 2,09 triliun dan Rp 282,9 triliun. Namun, pemerintah belum menghitung penerimaan/belanja karena untung/rugi selisih kurs dari seluruh transaksi mata uang asing sesuai Standar Akuntansi Pemerintah.
Kedua, lanjutnya, terkait penganggaran dan penggunaan Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Sosial. Hal ini meliputi terjadinya pelampauan atas pagu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja selain Belanja Pegawai sebesar Rp 11,37 triliun, terdapat penggunaan Belanja Barang dan Belanja Modal yang melanggar ketentuan sehingga berindikasi merugikan negara sebesar Rp 546,01 miliar dan realisasi pembayaran Belanja Barang dan Belanja Modal di akhir tahun sebesar Rp 1,31 triliun tidak sesuai realisasi fisik.
Selain itu, menurut BPK, terdapat Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 1,91 triliun sudah dicairkan tetapi dananya belum tersalurkan sampai dengan 31 Desember 2012, dan tidak disetor ke kas negara.
"Adanya Belanja Bantuan Sosial yang tidak sesuai sasaran sebesar Rp 269,98 miliar," sambung Hadi.
Masalah ketiga dalam LKPP itu, kata Hadi, pemerintah belum menelusuri keberadaan sebagian Aset Eks BPPN sebesar Rp 8,79 triliun, serta belum menyelesaikan penilaian atas aset properti eks kelolaan PT PPA sebesar Rp 1,12 triliun.
Masalah terakhir adalah pemerintah melaporkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhir 2012 sebesar Rp 70,26 triliun. Namun pencataan SAL tersebut masih berbeda dengan rincian fisik SAL, dengan perbedaan sebesar Rp 8,15 miliar.
BPK meminta pemerintah juga fokus memperhatikan empat masalah yang dilaporkan dalam LKPP itu.
“Itu harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengambil langkah-langkah perbaikan agar permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan menjadi semakin berkurang, dan tidak menjadi temuan berulang yang dapat mengganggu transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,” tegas Hadi Purnomo. (flo/jpnn)
“Atas LKPP tahun 2012 itu, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion). Opini tersebut sama dengan opini yang diberikan BPK atas LKPP tahun 2011,” kata Ketua BPK Hadi Purnomo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu, (12/6).
Menurut Hadi, ada empat permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2012. Pertama, pemerintah telah mencatat realisasi PNBP Lainnya dan Belanja Lain-Lain dari untung/rugi selisih kurs masing-masing sebesar Rp 2,09 triliun dan Rp 282,9 triliun. Namun, pemerintah belum menghitung penerimaan/belanja karena untung/rugi selisih kurs dari seluruh transaksi mata uang asing sesuai Standar Akuntansi Pemerintah.
Kedua, lanjutnya, terkait penganggaran dan penggunaan Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Sosial. Hal ini meliputi terjadinya pelampauan atas pagu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja selain Belanja Pegawai sebesar Rp 11,37 triliun, terdapat penggunaan Belanja Barang dan Belanja Modal yang melanggar ketentuan sehingga berindikasi merugikan negara sebesar Rp 546,01 miliar dan realisasi pembayaran Belanja Barang dan Belanja Modal di akhir tahun sebesar Rp 1,31 triliun tidak sesuai realisasi fisik.
Selain itu, menurut BPK, terdapat Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 1,91 triliun sudah dicairkan tetapi dananya belum tersalurkan sampai dengan 31 Desember 2012, dan tidak disetor ke kas negara.
"Adanya Belanja Bantuan Sosial yang tidak sesuai sasaran sebesar Rp 269,98 miliar," sambung Hadi.
Masalah ketiga dalam LKPP itu, kata Hadi, pemerintah belum menelusuri keberadaan sebagian Aset Eks BPPN sebesar Rp 8,79 triliun, serta belum menyelesaikan penilaian atas aset properti eks kelolaan PT PPA sebesar Rp 1,12 triliun.
Masalah terakhir adalah pemerintah melaporkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhir 2012 sebesar Rp 70,26 triliun. Namun pencataan SAL tersebut masih berbeda dengan rincian fisik SAL, dengan perbedaan sebesar Rp 8,15 miliar.
BPK meminta pemerintah juga fokus memperhatikan empat masalah yang dilaporkan dalam LKPP itu.
“Itu harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengambil langkah-langkah perbaikan agar permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan menjadi semakin berkurang, dan tidak menjadi temuan berulang yang dapat mengganggu transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,” tegas Hadi Purnomo. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 10 Saham BUMN Anjlok, Dahlan Iskan tak Khawatir
Redaktur : Tim Redaksi