JAKARTA--Lembaga yang sering memperjuangkan kebebasan beragama, Setara Institute mengadakan pertemuan dan audiensi bersama pejabat Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (7/3). Pelaporan ini diterima oleh Sekretaris Menkopolhukam Letnan Jenderal TNI Langgeng S dan jajarannya, karena Djoko Suyanto berhalangan hadir.
Hadir bersama Setara, perwakilan komunitas Ahmadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), KontraS dan Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Dalam laporan ini, Ketua Setara Institute Hendardi mengungkapkan bahwa dari catatan Setara pada tahun 2012 tindakan yang melarang kebebasan di Indonesia mencapai 371 kasus. Sementara itu, peristiwa adanya bentuk diskriminasi maupun kekerasan berkelanjutan pada kebebasan beragama tercatat 264 kasus.
"Kami mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat mengambil langkah tegas dan radikal di ujung masa jabatannya untuk penegakan hak konstitusi rakyatnya dalam beragama," ungkap Hendardi dalam forum itu, Kamis.
Dalam hal ini, Setara meminta pemerintah cepat menyelesaikan masalah dua komunitas pengungsi korban kekerasan atas nama agama yang menimpa penganut Syiah di GOR Sampang yang sudah 8 bulan mengungsi dan jemaah Ahmadiyah di Transito, Mataram, NTB yang sudah tujuh tahun mengungsi. Selain itu juga penyelesaian terhadap masalah jemaat HKBP Philadelphia di Bekasi yang tak kunjung usai ditolak organisasi intolerasi.
Melalui Menko Polhukam, mereka juga meminta agar Kementerian Sosial memenuhi hak-hak korban pelanggaran kebebasan beragama tanpa syarat pemaksaan pindah keyakinan terlebih dahulu.
"Kami berharap melalui kementerian ini juga agar memerintahkan pada Kapolri bekerja profesional berdasarkan peraturan perundangan, bukan karena desakan sekelompok kecil masyarakat yang menyebarkan virus intoleransi," ujar Peneliti senior Setara Ismail Hasani.
Terakhir Setara juga meminta agar Djoko Suyanto dan jajarannya mengunjungi tempat-tempat konflik agama sehingga bisa mendengarkan duduk persoalan yang ada di lapangan. Tidak sekedar hanya mendapat laporan bawahan maupun dari pemberitaan media massa.
Menjawab audiensi itu, Semenkopolhukam, Langgeng mengatakan pihaknya akan memetakan daerah konflik agama sesuai laporan Setara. Ia meyakinkan bahwa pihaknya mencari jalan keluar atas masalah itu.
Apalagi, kata dia, didukung dengan Inpres Nomor 2 tahun 2013 tentang penanganan konflik di daerah yang dikeluarkan Presiden pada awal tahun. Dengan ada aturan itu, penyelesaian konflik agama, tuturnya tidak selalu dikerjakan Kepolisian. Melainkan juga turun tangan semua lembaga dan kementerian terkait.
"Sudah kami catat laporan ini. ni bagian dari data-data kita. Saya tidak selesaikan depan bapak-bapak saat ini juga. Tapi kita akan cari langkah-langkah penyelesaian yang diprioritaskan. Kita akan undang lembaga-lembaga terkait," pungkas Langgeng. (flo/jpnn)
Hadir bersama Setara, perwakilan komunitas Ahmadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), KontraS dan Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Dalam laporan ini, Ketua Setara Institute Hendardi mengungkapkan bahwa dari catatan Setara pada tahun 2012 tindakan yang melarang kebebasan di Indonesia mencapai 371 kasus. Sementara itu, peristiwa adanya bentuk diskriminasi maupun kekerasan berkelanjutan pada kebebasan beragama tercatat 264 kasus.
"Kami mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat mengambil langkah tegas dan radikal di ujung masa jabatannya untuk penegakan hak konstitusi rakyatnya dalam beragama," ungkap Hendardi dalam forum itu, Kamis.
Dalam hal ini, Setara meminta pemerintah cepat menyelesaikan masalah dua komunitas pengungsi korban kekerasan atas nama agama yang menimpa penganut Syiah di GOR Sampang yang sudah 8 bulan mengungsi dan jemaah Ahmadiyah di Transito, Mataram, NTB yang sudah tujuh tahun mengungsi. Selain itu juga penyelesaian terhadap masalah jemaat HKBP Philadelphia di Bekasi yang tak kunjung usai ditolak organisasi intolerasi.
Melalui Menko Polhukam, mereka juga meminta agar Kementerian Sosial memenuhi hak-hak korban pelanggaran kebebasan beragama tanpa syarat pemaksaan pindah keyakinan terlebih dahulu.
"Kami berharap melalui kementerian ini juga agar memerintahkan pada Kapolri bekerja profesional berdasarkan peraturan perundangan, bukan karena desakan sekelompok kecil masyarakat yang menyebarkan virus intoleransi," ujar Peneliti senior Setara Ismail Hasani.
Terakhir Setara juga meminta agar Djoko Suyanto dan jajarannya mengunjungi tempat-tempat konflik agama sehingga bisa mendengarkan duduk persoalan yang ada di lapangan. Tidak sekedar hanya mendapat laporan bawahan maupun dari pemberitaan media massa.
Menjawab audiensi itu, Semenkopolhukam, Langgeng mengatakan pihaknya akan memetakan daerah konflik agama sesuai laporan Setara. Ia meyakinkan bahwa pihaknya mencari jalan keluar atas masalah itu.
Apalagi, kata dia, didukung dengan Inpres Nomor 2 tahun 2013 tentang penanganan konflik di daerah yang dikeluarkan Presiden pada awal tahun. Dengan ada aturan itu, penyelesaian konflik agama, tuturnya tidak selalu dikerjakan Kepolisian. Melainkan juga turun tangan semua lembaga dan kementerian terkait.
"Sudah kami catat laporan ini. ni bagian dari data-data kita. Saya tidak selesaikan depan bapak-bapak saat ini juga. Tapi kita akan cari langkah-langkah penyelesaian yang diprioritaskan. Kita akan undang lembaga-lembaga terkait," pungkas Langgeng. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolsek Martapura Kritis
Redaktur : Tim Redaksi