JAKARTA - Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol (minuman keras/miras) memberikan pengecualian terhadap larangan peredaran miras. Namun, setelah Keppres tersebut dihapus Mahkamah Agung (MA), otomatis larangan peredaran miras berlaku tanpa pengecualian alias mutlak.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam menuturkan, penghapusan Keppres itu memunculkan kerancuan berpikir di masyarakat. Menurut dia, penghapusan Keppres tersebut tidak berarti peredaran miras dipasrahkan ke pemda melalui peraturan daerah (perda). "Cara membacanya bukan seperti itu," tandasnya.
Keppres tersebut diterbitkan untuk mengecualikan larangan peredaran miras. Misalnya, di hotel, restoran, dan diskotek. Nah, setelah Keppres tersebut dihapus, berarti ketentuan pengecualian larangan peredaran miras tidak ada lagi. Artinya, peredaraan miras dilarang di semua lokasi atau tempat tanpa terkecuali.
"Aparat penegak hukum harus paham dengan cara pandang ini. Jangan sampai mereka selingkuh dengan industri miras," tandasnya.
Niam menuturkan, saat ini belum ada ketentuan baru tentang pengecualian larangan peredaraan miras. Karena itu, aparat penegak hukum harus tegas.
Ketegasan aparat penegak hukum sangat penting. Jika tidak, masyarakat bisa geregetan dan main hukum sendiri terhadap peredaran miras. "Masyarakat tentu geram jika aparat penegak hukum diam saja. Padahal, peredaran miras itu dilarang tanpa terkecuali," kata dia. Pemerintah dan DPR harus segera menerbitkan ketentuan baru untuk larangan miras. Misalnya, melalui undang-undang.
Ketua Nasional Gerakan Anti Miras (Genam) Fahira Idris menilai positif putusan MA yang menghapus Keppres 3/1997. Keputusan itu merupakan vonis dari tuntutan Front Pembela Islam (FPI). Perkara tersebut masuk ke MA pada 10 Oktober 2012 dan diputus 18 Juni lalu.
Dengan dihapusnya keppres itu, setiap pemda berhak membuat perda larangan peredaran miras tanpa terkecuali. Berdasar data Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2007, realisasi impor miras mencapai 28.690 karton. Jumlah itu meningkat tajam menjadi 143.668 karton pada 2008. Pada 2009 angka impor miras terus meroket hingga 279.052 karton. Dalam dua tahun terakhir angka penjualan miras terus naik hingga dua kali lipat.
"Impor miras Indonesia melonjak tajam mengingat pertumbuhan gerai-gerai yang menjual miras juga meningkat," tutur Fahira. (wan/c10/ca)
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam menuturkan, penghapusan Keppres itu memunculkan kerancuan berpikir di masyarakat. Menurut dia, penghapusan Keppres tersebut tidak berarti peredaran miras dipasrahkan ke pemda melalui peraturan daerah (perda). "Cara membacanya bukan seperti itu," tandasnya.
Keppres tersebut diterbitkan untuk mengecualikan larangan peredaran miras. Misalnya, di hotel, restoran, dan diskotek. Nah, setelah Keppres tersebut dihapus, berarti ketentuan pengecualian larangan peredaran miras tidak ada lagi. Artinya, peredaraan miras dilarang di semua lokasi atau tempat tanpa terkecuali.
"Aparat penegak hukum harus paham dengan cara pandang ini. Jangan sampai mereka selingkuh dengan industri miras," tandasnya.
Niam menuturkan, saat ini belum ada ketentuan baru tentang pengecualian larangan peredaraan miras. Karena itu, aparat penegak hukum harus tegas.
Ketegasan aparat penegak hukum sangat penting. Jika tidak, masyarakat bisa geregetan dan main hukum sendiri terhadap peredaran miras. "Masyarakat tentu geram jika aparat penegak hukum diam saja. Padahal, peredaran miras itu dilarang tanpa terkecuali," kata dia. Pemerintah dan DPR harus segera menerbitkan ketentuan baru untuk larangan miras. Misalnya, melalui undang-undang.
Ketua Nasional Gerakan Anti Miras (Genam) Fahira Idris menilai positif putusan MA yang menghapus Keppres 3/1997. Keputusan itu merupakan vonis dari tuntutan Front Pembela Islam (FPI). Perkara tersebut masuk ke MA pada 10 Oktober 2012 dan diputus 18 Juni lalu.
Dengan dihapusnya keppres itu, setiap pemda berhak membuat perda larangan peredaran miras tanpa terkecuali. Berdasar data Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2007, realisasi impor miras mencapai 28.690 karton. Jumlah itu meningkat tajam menjadi 143.668 karton pada 2008. Pada 2009 angka impor miras terus meroket hingga 279.052 karton. Dalam dua tahun terakhir angka penjualan miras terus naik hingga dua kali lipat.
"Impor miras Indonesia melonjak tajam mengingat pertumbuhan gerai-gerai yang menjual miras juga meningkat," tutur Fahira. (wan/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Belum Jerat Rusli dengan Pasal Pencucian Uang
Redaktur : Tim Redaksi