Banyak barang plastik sekali pakai masih terlihat menumpuk di sejumlah tempat sampah di pasar Darwin, wilayah Utara Australia (NT) selama akhir pekan ini meskipun telah ada larangan resmi dari dewan kota.
Kota Darwin memberikan suara pada bulan Agustus untuk melarang barang-barang plastik sekali pakai termasuk sedotan, gelas, wadah makanan dan balon helium digunakan di acara yang berlangsung di lahan milik dewan kota sebagai upaya untuk mengurangi jumlah plastik yang akan ditimbun.
BACA JUGA: Kisah Pensiunan Australia Jadi Turis di Korea Utara
Kota-kota lain, termasuk Brisbane, telah membuat komitmen serupa, dan perubahan ini mulai berlaku untuk lahan milik dewan kota yang berizin dan disewakan mulai 1 Januari lalu.
Tetapi sebagian besar kondisi yang terjadi masih seperti biasa di salah satu pasar paling populer di Darwin pada hari Sabtu (5/1/2019) lalu, beberapa pemilik kios tampak kebingungan bagaimana menerapkan larangan itu dan bagaimana aturan itu akan ditegakkan.
BACA JUGA: Duta Kesehatan Mental Australia Ditemukan Tewas di Apartemennya
"Jelas ada sedikit ketidakpastian dengan perubahan ini," kata manajer umum Parap Markets Kylie McCourt.
"Dewan telah berbicara dengan pemilik toko dan mengatakan mereka dapat menyingkirkan kemasan plastik yang mereka miliki saat ini secara bertahap."
BACA JUGA: Korban Tsunami di Banten Masih Khawatir Anak Krakatau Terus Bergejolak
Sementara sejumlah toko telah beralih, Kylie McCourt mengatakan toko yang tidak patuh akan dicegah untuk berdagang sampai mereka menyingkirkan barang-barang kemasan plastik mereka.
"Beberapa sektor sangat mudah dicapai dan orang-orang bahkan mungkin tidak menyadarinya, seperti [mengganti] sedotan plastik dengan plastik dari tanaman."
Perubahan ini juga membuktikan tantangan bagi pengunjung pasar Darwin, yang berduyun-duyun untuk makan dan minum di sejumlah pasar di pinggiran kota Darwin setiap akhir pekan.
Pada satu akhir pekan musim hujan tahun lalu, audit menemukan bahwa ribuan cangkir kopi dan potongan-potongan alat makan plastik, serta lebih dari 30 kilogram wadah makanan plastik, dibuang dan ditimbun setelah satu hari perdagangan. Photo: Kemasan plastik sekali pakai masih dibuang begitu saja di keranjang sampah yang akan dibuang di TPA. (ABC Radio Darwin: Jesse Thompson)
Sulit cari alternatif plastik sekali pakai
Mark Hancock yang mengelola sebuah kedai jus populer, di mana para pelanggan antri untuk menikmati dagangan mereka dengan cangkir plastik pada hari pertama perdagangan di bawah larangan tersebut.
Dia mengatakan dirinya mendukung larangan tersebut dan telah memperkenalkan sedotan ramah lingkungan yang terbuat dari tanaman, tetapi kurangnya alternatif yang cocok untuk cangkirnya - saat ini tidak dapat didaur ulang di Darwin - telah menempatkan usahanya dalam ketidakpastian.
"Sedotan ramah lingkungan misalnya, tiga kali lipat [biayanya], dan cangkir ramah lingkungan tidak bisa kami dapatkan, jadi saat ini kami sedikit menemui jalan buntu.
"Kami sudah mencoba [membeli cangkir] dari Sydney dan kami harus mengirimnya dalam lemari pendingin ke sini, yang menurut saya agak ekstrem dan cukup mahal."
Mark Hancock mengatakan sementara beberapa pelanggan terus membawa kontainer mereka sendiri yang dapat digunakan kembali, banyak produk plastik lainnya telah dibuang ke tempat sampah.
Di pasar lain, menemukan wadah yang cocok yang tahan terhadap panas kuah laksa terbukti menjadi masalah.
Situs dewan kota Darwin saat ini telah menyediakan pedoman tentang pengalihan dari plastik sekali pakai ke plastik ramah lingkungan ini, termasuk alternatif yang lebih disukai bagi pemilik kios dan apa yang dapat dilakukan konsumen untuk mengurangi ketergantungan mereka pada plastik sekali pakai.
Namun, bioplastik - zat yang terbuat dari sumber organik - harus diproses di fasilitas pengomposan komersial.
Sementara dewan saat ini tidak memiliki fasilitas seperti itu, dan mereka baru saja menyelesaikan proses tender untuk membangunnya.
Polly Banks, manajer umum dewan layanan masyarakat dan peraturan, memperkirakan bahwa 30 persen kios di kota Darwin telah bebas dari plastik.
Dia menggambarkan itu sebagai hasil yang luar biasa, dan mengatakan 70 persen lainnya belum akan menghadapi hukuman.
"Kami tidak akan mengambil pendekatan penegakan hukum pada tahap ini," katanya.
"Kami akan menghabiskan tahun pertama dengan pendidikan yang benar-benar mendidik, bekerja dengan para penjual pasar untuk mendorong mereka menggunakan sisa stok kemasan plastik sekali pakai mereka dan merangkul berbagai alternatif."
Di media sosial ada perdebatan tentang apakah transisi dari plastik sekali pakai ini akan mempersulit kunjungan orang secara spontan ke pasar.
Beberapa orang mengatakan membawa kemasan sendiri yang dapat dipakai ulang sudah lama menjadi kebiasaan, sementara yang lain mengatakan itu membutuhkan terlalu banyak usaha.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.
Ikuti berita-berita lainnya dari situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yang Dipertuan Agung Malaysia Sultan Muhammad V Mendadak Mundur