LAS! Dukung Perjuangan Masyarakat Adat Lawan Deforestasi

Laporan Dedi Yondra, Jakarta

Senin, 16 September 2024 – 07:17 WIB
Band asal Pontianak, LAS! tampil dalam BABLAS Tour di Lokanoa, Ketapang, Kalimantan Barat pada Sabtu (14/9) malam. Foto: Dedi Yondra / JPNN.com

jpnn.com, KETAPANG - Band asal Pontianak, LAS! membuktikan diri sebagai grup yang terus konsisten menyoroti isu lingkungan.

Tidak hanya membuat lagu bertema kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, unit rock beranggotakan Bob Gloriaus (vokal/gitar), Diaz Mraz (drum), Agaz Frial (gitar), dan Cep Kobra (bas) itu juga turun langsung ke lapangan.

BACA JUGA: Daya Tarik Turnstile di We The Fest 2024

Terbaru, LAS! bersama Trend Asia dan Music Declares Emergency mendatangi sejumlah lokasi di kawasan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang terkena dampak deforestasi.

Pada 2023, Kalimantan Barat mencatat tingkat deforestasi paling masif di Indonesia akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kayu, sawit, industri ekstraktif batu bara, hingga pertambangan mineral kritis seperti bauksit.

BACA JUGA: Bring Me The Horizon Menuntaskan Janji di Nexfest 2024

Adapun pada 2023, PT Mayawana Persada diduga sudah membabat sekitar 33 ribu hektare hutan alam dan mengubahnya menjadi perkebunan kayu monokultur, yang mengakibatkan tersingkirnya masyarakat adat Dayak Kualan.

Hutan semakin terancam oleh pengembangan perusakan lingkungan atas nama 'transisi energi'. Pembakaran kayu diberi label sebagai 'sumber energi hijau' melalui skema co-firing biomassa yang mengoplos kayu di PLTU batu bara. Hal itu akan menimbulkan kebutuhan lahan yang dapat semakin memperparah deforestasi Kalimantan Barat.

BACA JUGA: GIGI Tidak Ada Habisnya

Atas keresahan itu, LAS! pun makin aktif menyuarakan bahaya perubahan iklim, kerusakan lingkungan, deforestasi khususnya di Kalimantan Barat.

"Kami marah, deforestasi itu akan melepas sangat banyak karbon ke atmosfer, dan yang lebih penting lagi terancamnya lingkungan atau hutan adat. Hutan yang ada itu linear dengan kebudayaan mereka (Dayak), lumbung pangan, sumber pengetahuan, spiritual dari situ," kata Bob Gloriaus, vokalis LAS! saat berbincang dengan JPNN.com di Ketapang, Kalimantan Barat, Sabtu (14/9).

Saat kunjungan bersama Trend Asia dan Music Declares Emergency, LAS! datang ke kawasan Desa Kualan Hilir, Ketapang.

Para personel bahkan menginap bersama masyarakat adat Dayak Kualan. Di sana, LAS! mendengar keluhan masyarakat adat yang terkena dampak kerusakan lingkungan dan deforestasi.

Sejumlah warga mengeluhkan dugaan perampasan lahan yang diduga dilakukan oleh PT Mayawana Persada (MP). Seperti masyarakat Lelayang dan Gensaok yang menyebut MP sudah melakukan penggusuran, perebutan lahan, hingga intimidasi kepada masyarakat adat.

"Dari 2022 sampai 2024 mereka mulai bekerja dan merampas hak masyarakat. Saya sudah 19 kali dilaporkan karena menyampaikan protes dan perlawanan," ucap Tarsisius Fendi, Kepala Adat Dusun Lelayang, Desa Kualan Hilir, Simpang Hulu, Ketapan.

Menurut Fendi, aktivitas PT MP sudah merambah lahan gambut, mengusir orangutan, dan biodiversitas lokal.

Oleh sebab itu, kegiatan perusahaan tersebut terus mendapat perlawanan keras dari masyarakat adat setempat.

Kesedihan yang disampaikan Fendi dan sejumlah warga lainnya membuat personel LAS! merasa prihatin. Pemilik hit Borneo is Calling itu makin miris ketika melihat hutan adat yang dirampas dan dialihfungsikan dengan penanaman pohon akasia oleh perusahaan.

"Miris dan marah sekali melihat hutan adat dirampas, pondok dibakar, ini bentuk kesewenang-wenangan," ucap Diaz Mraz, drummer LAS!.

Menurut Bob Gloriaus LAS!, perampasan lahan dan penggusuran hutan adat merupakan tindakan yang tidak manusiawi.

Sebab, hal tersebut berdampak bagi masyarakat yang terancam kesulitan mencari sumber penghasilan serta merasakan dampak bencana, seperti banjir dan cuaca panas.

"Mereka bilang, kalau kehilangan hutan, kita mau makan, berdoa, cari selamat di mana lagi," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Bayu Maulana dari Trend Asia selaku Juru Kampanye Energi, serta Ahmad Syukri sebagai Ketua Link-AR (Lingkaran Advokasi dan Riset) Borneo juga menyampaikan protes terhadap PT Mayawana Persada.

Menurut Bayu Maulana dan Ahmad Syukri, banyak cara-cara culas yang diduga dilakukan oleh perusahaan untuk merampas hutan adat dan melaksanakan deforestasi.

"Bagaimana pun juga perjuangan masyarakat adat terkait hak-haknya harus kita dukung," ucap Bayu Maulana.

"Ini adalah pelanggaran HAM. Pertama, perampasan. Kedua, intimidasi. Yang ketiga, kriminalisasi," sambung Ahmad Syukri.

Personel LAS! bersama tim Trend Asia dan Music Declares Emergency sempat meninjau sejumlah kawasan hutan adat yang diduga telah dirampas PT MP. Rombongan juga melihat hutan yang kemudian ditanam dengan pohon kayu monokultur. Ribuan kayu besar yang telah ditebang juga tampak tersusun di beberapa sisi pinggir jalan.

Momen kunjungan melihat kawasan deforestasi dimanfaatkan LAS! untuk merekam sebuah video. LAS! membawakan lagu bertajuk Hutan Peradaban untuk mengajak penggemar peduli terhadap isu lingkungan dan krisis iklim.

Tidak hanya itu, LAS! melalui kolaborasi dengan kolektif No Music on a Dead Planet juga menggelar konser pada Sabtu (14/9) malam di Lokanoa, Ketapang. Konser tersebut merupakan bagian dari BABLAS Tour yang digelar LAS! di tiga kota yakni, Sambas (7/9), Ketapang (14/9), dan Sintang (23/9).

No Music On A Dead Planet adalah kolektif yang terdiri dari seniman dan profesional di industri musik yang berkomitmen untuk menyuarakan isu iklim dan lingkungan.

Ini adalah buah dari bergabungnya Indonesia sebagai negara Asia pertama dalam kampanye internasional Music Declares Emergency pada 2023.

Sejumlah musisi yang masuk dalam kolektif itu yakni Efek Rumah Kaca, Barasuara, Voice of Baceprot, dan banyak lagi seniman dari berbagai penjuru Indonesia.

LAS! sebagai band asal Pontianak yang tergabung dalam kolektif No Music On A Dead Planet. Musik LAS! dapat dikategorikan sebagai rock alternatif dengan sentuhan folk Dayak.

Pemilik lagu Whiskey Cola itu aktif menyuarakan isu sosial dan lingkungan kepada basis penonton yang cukup kuat di wilayah Kalimantan Barat.

Sebelum naik panggung, LAS! sempat mengadakan sesi talk show bersama perwakilan Trend Asia, Walhi, aktivis lingkungan, komunitas, penggemar, media, dan lainnya.

Peserta ingin memperkuat solidaritas dalam perjuangan melawan krisis iklim. Kolaborasi tersebut diharapkan terus berlanjut, bahkan di luar rangkaian acara, untuk mendukung aksi iklim yang lebih luas di masa mendatang.

"Semoga kita makin tergerak untuk melawan krisis iklim," imbuh Bob Gloriaus LAS!.

Saat konser BABLAS Tour di Ketapang, LAS! berbagi panggung dengan band The Daddy Cat serta Kick Punch.

Para personel berhasil menghibur ratusan penggemar dengan penampilan energik dari awal hingga akhir pertunjukan.

LAS! memainkan sederet lagu andalan demi mengajak pendengar untuk bersenang-senang bersama. Beberapa lagu yang dibawakan yakni Borneo is Calling, Hutan Peradaban, Whiskey Cola, Kota Kecil dan Rock N Roll, Anak-Anak Revolusi, Sentarum, Bhinneka Tunggal Ika In Rock N Roll Way, Borneo Spirit, Seperti Peduli, Hasta La Vista, dan sebagainya.

Pada penutup penampilan, LAS! menyuguhkan formula cover dari Jika Kami Bersama milik Superman Is Dead. Salah satu lagu punk rock paling populer itu mampu mengundang penonton untuk bernyanyi dan berteriak bersama.

LAS! mengakhiri konser dengan kembali mengingatkan kepada pendengar untuk peduli terhadap isu lingkungan dan ancaman krisis iklim.

 (ded/jpnn)


Redaktur & Reporter : Dedi Yondra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler