jpnn.com, JAKARTA - Baubau dan Buton menjadi titik ketiga dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022. Setelah berlayar dari Makassar, 37 Laskar Rempah bersama KRI Dewaruci berlabuh di Pelabuhan Murhum, 8 Juni 2022.
Para peserta disambut dengan iringan Tari Galangi, tarian untuk memuliakan kebesaran Sultan Buton dan menyambut tamu.
BACA JUGA: Sepekan Lagi, KRI Dewaruci Bawa Laskar Rempah Menjelajah Surabaya hingga Kupang
Buton dalam Jalur Rempah menempati posisi sebagai ‘Zona Penghubung’ dan berperan sebagai ‘Pedagang Perantara’ antara pusat rempah-rempah di Kawasan Timur Indonesia, khususnya Maluku dan Papua dengan pusat industri pengolahan rempah-rempah di kawasan barat Indonesia, khususnya Jawa.
Posisi dan peran tersebut dimulai sejak paruh kedua abad ke-17 hingga paruh kedua abad ke-20. Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, Pulau Buton telah menjadi catatan penting dalam sejarah pelayaran Nusantara. Ini dibuktikan dengan tertulisnya nama Buton (Butun) dalam Kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca.
BACA JUGA: Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 Tiba di Makassar
Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse mengatakan Kota Baubau dan Kabupaten Buton yang dahulu adalah Kerajaan Buton adalah pemain utama di dalam maritim bagian timur.
"Kami percaya bahwa peradaban di kawasan ini menjadi sebuah peradaban yang kuat pada zamannya dan tidak terlepas dari tempat strategis Buton ini sehingga menjadi persinggahan pedagang-pedagang masa lampau,” ujarnya.
BACA JUGA: Jalur Rempah Membuat Interaksi Lintas Budaya Harmonis
Di titik singgah ini, Laskar Rempah melakukan kunjungan budaya dan napak tilas jejak Jalur Rempah di Benteng Wolio, sebuah benteng yang didirikan oleh masyarakat asli dari Kesultanan Buton dengan Sodhamparagigi atau semangat gotong royong.
Arsitektur bangunan Benteng Wolio yang terbuat dari batu karang kecokelatan direkat dengan campuran kapur dan pasir juga menarik untuk ditelusuri oleh Laskar Rempah, karena di sinilah pusat kegiatan pemerintahan dan pusat seluruh aktivitas kesultanan dijalankan.
Benteng Wolio merupakan simbol kejayaan kerajaan maritim masa silam sebagai pertahanan dan perlindungan Ibu Kota Kesultanan Buton.
"Secara simbolik, benteng ini juga menjadi pesan pada bangsa-bangsa yang melintasi Buton bahwa negeri tersebut bukanlah negeri yang tidak bertuan," jelas Antropolog Universitas Dayanu Ikhsanudin La Ode Abdul Munafi dalam Dialog Budaya antara sejarawan dan Laskar Rempah di Baruga Benteng Wolio (8/6).
Selain itu, peserta juga mengikuti tradisi pekande-kandea (makan-makan) yang dilakukan di Baruga Benteng Wolio.
Pada masa silam, tradisi ini digelar untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Seiring dengan perkembangan zaman, pekande-kandea saat ini digelar untuk berbagai keperluan, seperti menjamu tamu, syukuran, ataupun untuk menjalin tali silaturahmi pada Idulfitri.
Di pakande-kandea, seluruh lapisan masyarakat berbaur menikmati hidangan tradisional dari olahan hasil bumi dan laut Buton.
KRI Dewaruci beserta Laskar Rempah akan meninggalkan Baubau dan Buton untuk melanjutkan pelayaran menuju titik Ternate. Bersama KRI Dewaruci, Laskar Rempah dijadwalkan akan tiba di Pelabuhan Ahmad Yani, Ternate, pada 14 Juni 2022. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh