Latih Warga Pencegahan dan Kesiapsiagaan Hadapi Bencana

Rabu, 01 Agustus 2018 – 13:12 WIB
Warga saat latihan pencegahan dan kesiapsiagaan hadapi bencana di Pengandaran, Jabar. Foto: kemensos for jpnn

jpnn.com, PANGANDARAN - Kementerian Sosial (Kemensos) menargetkan akan mendirikan 100 Kampung Siaga Bencana (KSB) yang baru di sejumlah kabupaten dan kota sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jendaral Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat di Pangandaran, usai mengukuhkan Desa Kalijati, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran sebagai Kampung Siaga Bencana ke-608, Rabu (1/8).

BACA JUGA: Therapeutic Community Cara Tepat Rehabilitasi Pengguna Napza

Dirjen mengatakan tinggal di lokasi rawan bencana bukan berarti hidup dalam kekhawatiran. Bukan pula menunggu bencana datang lalu baru menggerakkan dan melatih warga kesiapsiagaan menghadapi bencana.

"Tapi kita harus menyadari betul bahwa Indonesia adalah daerah dengan risiko rawan bencana sehingga harus selalu siaga. Dalam hal kewaspadaan ini, tentunya masyarakat yang lebih mengetahui kondisi wilayahnya masih-masing karena merupakan tempat tinggal mereka," terangnya.

BACA JUGA: Begini Respons Kemensos Tangani Warga Kelaparan di Maluku

KSB merupakan wadah penanggulangan bencana berbasis masyarakat yang dijadikan kawasan atau tempat untuk program penanggulangan bencana.

Hingga Juli 2018, jumlah KSB adalah 608 dan diharapkan jumlahnya terus bertambah hingga 100 KSB di akhir 2018.

BACA JUGA: Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Turun 1,8 Juta Jiwa

Beberapa titik yang tengah disiapkan untuk menjadi KSB adalah Kabupaten Sumba Timur di Provinsi NTT, Kabupaten Lombok Timur di Provinsi NTB, Kabupaten Pulau Buru Selatan di Provinsi Maluku dan Kabupaten Cilacap di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan KSB adalah untuk memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko bencana, membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat interaksi sosial anggota masyarakat, mengorganisasikan masyarakat terlatih untuk siaga bencana, serta mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada untuk penanggulangan bencana.

"Intinya agar masyarakat dapat waspada terhadap bencana, siaga pada perubahan lingkungan yang ekstrim, serta mengetahui langkah-langkah yang diperlukan dalam menanggulangi bencana," kata Dirjen.

Dirjen menjelaskan ada lima hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan KSB. Pertama, warga Kampung Siaga Bencana, harus memiliki mental yang tangguh.

“Kesiagaan, apalagi berkait bencana, selalu mengandalkan kegigihan mental. Mental yang tangguh merupakan prasyarat utama dalam pembentukan kampung siapa bencana,” terang Dirjen.

Kedua, solidaritas. Kekompakan harus menjadi ciri karakter warga Kampung Siaga Bencana sebab bencana tidak akan pernah bisa dihadapi secara perorangan. Di sini kekompakan menjadi hal yang penting, semua komponen masyarakat mulai dari remaja, sampai manula harus siaga bahu membahu.

Ketiga, kepekaan. Warga Kampung Siaga Bencana harus punya kepekaan terutama dalam kemampuan mendeteksi awal dalam membaca gejala gejala alam sehingga lebih bisa mengantisipasi.

Harry menyontohkan di Kabupaten Pangandaran hampir setiap tahun terjadi banjir dan tanah longsor. Maka warga harus mencermati apa sebenarnya yang menjadi penyebabnya.

“Hutan-hutan dan lereng bukit tidak boleh gundul, pohon-pohon tidak ditebang, reboisasi terus digalakkan, masyarakat tidak membuang sampah di sungai, dst,” tuturnya.

Keempat, adalah pengetahuan dan keterampilan. Warga kampung siaga bencana harus memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa meminimalisir dampak bencana.

Kelima, warga kampung siaga bencana harus rajin melakukan latihan kesiagaannya. Kemauan dan kesungguhan dalam memogram latihan penting menjadi agenda warga.

“Selain kesiapan warga, peran aktif pemda sangat penting. Oleh karena itu, lanjutnya, Kemensos mendorong Bupati dan Wali Kota menjadi Pembina Taruna Siaga Bencana (Tagana) agar dapat menjadi pelopor dan mengajak masyarakat peduli bencana,” terangnya.

Dia menyontohkan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata yang telah dikukuhkan sebagai Pembina Tagana. TAGANA merupakan relawan sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial.

“Sebagai Pembina Tagana, diharapkan para kepala daerah dapat menjadi yang pelopor dalam mempelopori kesiapsiagaan menghadapi bencana. Lebih dari itu mereka diharapkan dapat menyiapkan anggaran untuk upaya mitigasi dan penanggulangan di daerahnya,” katanya.

Data di Direktorat Perlindungan Korban Bencana Alam (PSKBA) Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2018 telah terjadi 1.134 bencana.

Sebanyak 124 orang meninggal dunia, 427 orang mengalami luka-luka dan 777.620 orang mengungsi. Sebanyak 2.700 rumah rusak berat, 4.760 rumah rusak sedang, dan 12.672 rumah rusak ringan.

Beberapa bencana tersebut di antaranya kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk di Kabupaten Asmat Papua, gempa bumi di Banten, tanah longsor di Bogor, erupsi Gunung Sinabung di Karo dan erupsi Gunung Agung di Bali, banjir di Cirebon dna Banyuwangi, gempa bumi di Banjarnegara dan Sumenep.

Dirjen mengungkapkan peran Kementerian Sosial dalam penanggulangan bencana mencakup 3 hal besar. Yakni Penguatan Kapasitas Sosial yang dilakukan pada tahap sebelum terjadi bencana, Asistensi Sosial pada saat terjadi bencana, serta Pemulihan Sosial pada tahap lanjut setelah bencana terjadi.

Pada Tahap Penguatan Kapasitas Sosial, Kemensos (1) membangun Sistem Penanggulangan Bencana Bidang Perlindungan Sosial; (2) menyiapkan sarana dan prasana pendukung; (3) mengembangkan kapasitas SDM Tagana dan relawan sosial; (4) membentuk Kampung Siaga Bencana; (5) membentuk Forum Keserasian Sosial dan Kearifan Lokal; (6) sosialisasi, simulasi, dan gladi lapangan.

Pada Tahap Asistensi Sosial, Kemensos melakukan: (1) mengerahkan Tagana dan relawan sosial lainnya untuk melakukan evakuasi dan asesmen; (2) menyalurkan bantuan dan pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan) dan penanganan khusus bagi kelompok rentan; (3) melakukan advokasi sosial dan layanan dukungan psikososial.

Selanjutnya pada Tahap Pemulihan Sosial, Kemensos melakukan: (1) pemberian bantuan pemulihan berupa santunan sosial, jaminan hidup, dan bantuan stimulan lainnya; (2) advokasi dan layanan dukungan psikososial; (3) melaksanakan rujukan.(jpg/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Layani Korban Kebakaran Menteng, Kemensos Bangun Dapur Umum


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler