JAKARTA - Interpelasi remisi koruptor yang terus digalang oleh kalangan anggota Komisi III DPR dinilai hanya menyuburkan kemawahan kepada para koruptor. Karena itu, upaya interpelasi tersebut harus dilawan, karena tidak sesuai dengan PP No 28 Tahun 2006 dan Pasal 30 ayat (5) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003 yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006.
Demikian Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesian Coruption Watch (ICW) Febri Diansyah dalam Sarasehan Penggiat Anti Korupsi bertema "Melawan Hukuman Ringan Bagi Koruptor, Tolak Obral Remisi dan Pembebasan Bersyarat" di Jakarta, Kamis (1/3). "Gunakan kewenangan legislasi dengan baik karena interpelasi hanya menguntungkan para koruptor," tutur Febri.
Diskusi juga menghadirkan para penggiat pemberantas korupsi lainnya antara lain Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT), Jamil Mubarok Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Teten Masduki Sekjen Transparency International Indonesia (TII) serta pengamat Politik Ahmad Santosa dan Wimar Witoelar. "Kita semua sudah sepakat bahwa korban korupsi adalah masyarakat dan korupsi adalah musuh bersama," ujar Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT).
Dia menegaskan saat ini kita sedang mengalami inflasi koruptor, maka harus ada upaya-upaya deflasi untuk menurunkan para koruptor. "Interplasi adalah langkah dan cenderung sebagai tindakan yang tidak mendukung pemberantasan korupsi," tegasnya.
Sementara pengamat politik Achmad Santosa mengatakan akibat rendahnya putusan pengadian terhadap terpidana korupsi, pengetatan pemberian hak remisi bagi narapidana kasis korupsi perlu dilakukan agar memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. "Saya melihat gugatan ke PTUN adalah semangat yang bertentangan dengan pemberantasan korupsi," lanjut Achmad.
Senada dengan Achmad, Jamil Mubarok juga mengatakan sebagai kelompok masyarakat yang peduli untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan bebas dari korupsi, pihaknya akan melawan dan menolak setiap upaya untuk mengintervensi pengetatan pembebasan bersyarat yang dibalut kepentingan politik tertentu.
Sedangkan Teten Masduki Sekjen Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan bahwa kebijakan pengetatan remisi harus dibangun dalam kerangka penegakan hukum dan tidak boleh dicampuradukkan dengan kepentingan politik. "Mari secara tegas menjadikan korupsi sebagai musuh bersama tanpa ada ruang sedikitpun dalam memberikan keringanan pada koruptor," tegasnya. (yay/rir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ricuh Usai Pemeriksaan Dhana
Redaktur : Tim Redaksi