jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP LDII Rulli Kuswahyudi mengomentari fenomena media massa, yang terus menjadi pengamatan para pakar komunikasi di media sosial.
Dia mencontohkan, bila dulu terdapat kajian televisi dan koran menjadi guru atau acuan, kini media sosial mengambil alih posisi tersebut.
BACA JUGA: Takut Menatap Masa Depan, Gisel Lebih Pilih Balik ke Pelukan Gading Marten?
Sebagai ruang publik, media sosial banyak sampahnya ketimbang mengedukasi.
“Media massa dengan segala bias atau ketidaknetralannya, masih menggunakan metode verifikasi, cek ricek dan liputan dua sisi. Sementara media sosial, semua boleh bicara seolah-olah semuanya pakar. Bisa saja anak SMP habis baca sesuatu di medsos, mendebat seorang profesor,” ujar Rulli.
BACA JUGA: Pemerintah Umumkan Harga Minyak Goreng Rp 14 Ribu per Liter di Seluruh Indonesia
Persoalan utama, sebagai ruang publik, media sosial sangat demokratis sekaligus sangat liberal.
Sementara pada sisi lain, kontrol dari pemerintah berupa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
BACA JUGA: Ivan Gunawan: Seru ada yang Bisa Disayang, Jadi yang Gila Bukan Hanya Saya
“Di lain sisi ada pembatasan kebebasan berekspresi yang menurunkan kualitas demokrasi, namun di sisi lain bila tidak dikontrol akan membahayakan keutuhan bangsa,” jelas Rulli.
Lalu bagaimana solusinya?
Rulli menyatakan tidak harus meniru Barat dalam membangun ruang publik yang kontributif. Menurutnya kebebasan berekspresi di Amerika Serikat dan Eropa kini diuji dengan ketidakpuasan.
“Problem ketidakterwakilan pemilih oleh wakil rakyat di negara-negara maju, menyebabkan gerakan 99 persen di Amerika dan Prancis, akibatnya kerusuhan menjadi-jadi,” paparnya.
Menurut, Rulli kesadaran seluruh rakyat Indonesia dalam mengisi media sosial mereka dengan sikap kritis yang mengedukasi menjadi sangat penting.
“Jangan memaknai kritik tersebut sebagai kubu-kubuan, bermusuhan, berseberangan, dan oposan. Mereka yang netral dan kritis bila terus menerus dirundung atau di-bully, akhirnya bakal diam. Bila mereka diam, siapa yang rugi? tanya Rulli.
Pemerintah, menurut Rulli memerlukan masukan dari masyarakat, tentunya yang objektif dan tidak selalu menyalahkan.
Dengan demikian, pemerintah mendapat masukan yang jernih agar pembangunan untuk mewujudkan keadilan sosial tercapai.
Oleh karena itu, LDII terus mendorong seluruh elemen masyarakat untuk memanfaatkan ruang publik bernama media sosial dengan bijak.
Bila saat ini, media massa mencari informasi dan sensasi dari media sosial, pemerintah pun sebenarnya butuh masukan dari media sosial.
Untuk itu LDII mengajak seluruh masyarakat Indonesia, memanfaatkan media sosial sebagai pusat informasi yang mendidik.
“Sekali lagi media sosial jangan diisi dengan sampah, kalau sampah yang masuk, sampah pula yang keluar. Maka jagalah media sosial, jangan sampai statusmu di medsos jadi harimaumu,” seru Rulli.(zil/chi/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Yessy