JAKARTA - Pelaku usaha pertambangan mineral Indonesia, bersama pejabat perangkat daerah kabupaten, kota dan provinsi, meminta kepada pemerintah untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012. Pasalnya, keluarnya Permen ESDM tersebut, merugikan pengusaha USD 25 miliar atau sekitar Rp 250 triliun.
Bahkan, Bupati Sinjai, Andi Rudiyanto Asapa, sudah siap melayangkan gugatan kepada Menteri ESDM, Jero Wacik. Rudi, sapaan akrab orang nomor satu Sinjai itu, menyampaikan itu saat menjadi salah seorang pembicara, dalam seminar "Bedah Permen ESDM No 7 Tahun 2012, dari segi hukum, Pemda dan Pengusaha" yang digelar Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) di Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu, 11 Maret.
Selain Rudi, pada kesempatan tersebut hadir pula beberapa pembicara, di antaranya, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Ryaas Rasyid, Wakil Ketua Umum Kadin, Natsir Mansyur, dan dipandu Ketua ANI, Shelby Ihsan Saleh.
Permen tersebut dinilai melecehkan daerah, pasalnya kewenangan yang telah diberikan sesuai semangat otonomi daerah, dipangkas oleh Permen ESDM tersebut. Pada Pasal 8 dinyatakan, izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian, diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota. Dalam permen tersebut juga dijelaskan, pemegang IUP operasi produksi dan izin pertambangan rakyat (IPR) yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini, dilarang untuk menjual bijih (raw material) mineral ke luar negeri, dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya peraturan menteri tersebut.
Di Sinjai sebut dia, ada 8 perusahaan yang sudah melakukan eksplorasi untuk tambang, bijih besi, emas, serta galena. Tambang-tambang tersebut berlokasi di daerah dataran tinggi Sinjai. Menurut Rudi, pihaknya malu kepada perusahaan yang sudah diberi izin eksplorasi, Rudi juga malu dengan masyarakatnya. Untuk itu, Senin (12/3), Rudi rencana melayangkan surat ke Menteri ESDM agar mencabut permen tersebut. Jika tidak, pihaknya bersama beberapa pengusaha tambang akan melakukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Rudi menambahkan, dalam hirarki perundang-undangan, yang tertinggi UU, Perpu, Perpres, dan Perda. Permen sebut dia, hanya mengikat lingkup kementerian. Permen ESDM sebut Rudi, sangat bertentangan dengan hirarki perundangan. Atas dasar itu, Rudi mengaku tidak akan menggunakan Permen tersebut sebagai dasar, karena sudah cacat hukum sehingga batal demi hukum. "Kalau teman-teman mau melakukan gugatan, saya bersedia. Presiden dalam setiap rapat kerja, secara jelas memerintahkan kepada seluruh bupati, untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada investor, memberi kemudahan, jangan mempersulit. Setelah kita buka, muncul peraturan ini, presiden harus mempertimbangkan ini, jangan cuma daerah yang dipersulit. Sudah banyak peraturan menteri yang saya tolak, bukan cuma ini," ujar Rudi.
Wakil Ketua Umum Kadin, Natsir Mansur mengungkapkan, dengan adanya Permen ESDM ini, setiap pengusaha harus membangun smelter (pemurnian nikel) karena larangan mengekspor bijih nikel dalam bentuk material. Sementara, di dalam UU pertambangan diatur bahwa ekspor material bijih nikel berakhir 2014.
Permen ESDM ini kata Natsir tiba-tiba muncul mempercepat penghentian ekspor. Akibatnya lanjut Natsir, negara dirugikan USD 25 miliar dari target ekspor USD 230 miliar. "Kalau ini diberlakukan, nilai ekpor nikel kita turun 16 persen. Jadi ada sekitar Rp250 triliun kita buang percuma," papar Natsir.
Ryaas Rasyid sebagai penggagas otonomi daerah, menilai peraturan menteri tersebut belum sampai ke presiden, sehingga dirinya sebagai watimpres, akan segera memberikan pertimbangan kepada presiden untuk membatalkan permen itu. Pasalnya, Ryaas menilai, permen tersebut tidak sesuai semangat otonomi daerah.
Jadi menurut dia, ada tiga langkah yang bisa ditempuh. Pengusaha, pemda, dan masyarakat bisa menempuh jalur hukum ke MA, pengusaha bisa melakukan pertemuan khusus dengan menteri untuk menghentikan permen, dan sebagai anggota Watimpres, Ryaas akan menggunakan kewenangannya untuk berkomunikasi dengan presiden.
"Permen ini berdampak negatif secara sosial, karena bisa menciptakan pengangguran, itu bisa menjadi sabotase terhadap perekonomian. Sadar atau tidak, ini melanggar kewenangan presiden. Saran saya, Anda harus menggugat secara legal ke MA atau ke PTUN. Bisa melakukan pertemuan dengan menteri, dan saya bisa membantu Anda mengkomunikasikan dengan presiden," ujar Ryaas. (asw/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat jadi Sasaran Kemarahan
Redaktur : Tim Redaksi