Lembaga Pengkajian MPR: Perlu Kaji Ulang UU di Bidang SDA, SDM, dan Dunia Bisnis

Rabu, 12 Juli 2017 – 16:55 WIB
Prof Dr Didik J. Rachbini menyampaikan makalah utama Lembaga Pengkajian MPR dalam simposium nasional di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/7/2017). Foto: Humas MPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sistem Ekonomi Pancasila bisa diwujudkan dengan membuat, mengkaji, menata ulang tiga kelompok bidang perundang-undangan.

Yaitu perundang-undangan bidang pengelolaan sumber daya alam, perundang-undangan di bidang pengembangan sumber daya manusia, dan perundang-undangan di bidang ketatalaksanaan dunia usaha.

BACA JUGA: Ketua MPR: Demokrasi Pancasila Harus Melahirkan Keadilan dan Kesejahteraan

Demikian dikatakan anggota Lembaga Pengkajian MPR dan Ketua Steering Comitte, Prof Dr Didik J. Rachbini ketika menyampaikan makalah utama Lembaga Pengkajian MPR dalam simposium nasional “Sistem Perekonmian Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Mengawali penyajiannya, Didik J. Rachbini mengungkapkan Lembaga Pengkajian MPR mendapat tugas untuk mengkaji ekonomi konstitusi, yaitu pasal-pasal ekonomi yang harus dikaji dan ditinjau implementasinya.

BACA JUGA: Tanah Seharusnya Dikuasai Rakyat Bukan Pemilik Kekuatan

Melakukan kajian itu, Lembaga Pengkajian telah melakukan serangkaian kegiatan di antaranya diskusi intenal, dialog pakar, FGD bekerjasama dengan perguruan tinggi, round table discussion, dan simposium nasional.

Didik menyebutkan salah satu pernyataan mantan Wapres Boediono dalam salah satu diskusi dengan Lembaga Pengkajian, bahwa apa yang dirumuskan dalam konstitusi oleh pendiri bangsa ini kiranya cukup menjadi landasan kita.

BACA JUGA: Simposium Lembaga Pengkajian MPR Bakal Dihadiri Wapres Jusuf Kalla

“Rumusan konstitusi sudah baik. Permasalahannya adalah di dalam penjabaran konstitusi tersebut dan proses pembuatan UU yang konsisten,” ujarnya.

Lembaga Pengkajian, lanjut Didik, menemukan sedikitnya delapan aspek dalam konstitusi yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial, di antaranya Pasal 1 ayat 2, pasal 11 ayat 2, pasal 23 ayat 1, pasal 27 ayat 2, pasal 28H ayat 1, pasal 33 ayat 3, pasal 33, pasal 34.

“Kesimpulannya, ekonomi konstitusi sangat bernas dan penuh dengan pesan-pesan kesejahteraan,” ucapnya.

Namun faktanya, dilihat dari Economic Islamicity Index (EII) yang mengukur keadilan ekonomi, kesejahteraan dan kesempatan kerja, dan penerapan praktik ekonomi dan finansial yang Islami, Indonesia berada pada urutan nomor 104 dari 208 negara.

Dilihat dari social progress index 2014 yang mengukur pemenuhan kebutuhan pokok manusia, fondasi bagi well being dan kesempatan (oportunitas), Indonesia berada pada urutan 88 dari 132 negara.

“Sudah sejak beberapa dasawarsa, sebesar 80% GDP dihasilkan oleh Jawa-Sumatera dengan sisanya pulau Indonesia lainnya. Kondisi infrastruktur ekonomi, fasilitas pengembangan sosial lebih tersedia di Jawa-Sumatera. Ketimpangan pembangunan ini telah memicu sengketa antar daerah dengan pusat dan belum terkendali penuh hingga kini,” tambah Didik.

Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir, kesenjangan sosial tercermin dari tingginya Gini Coefficient sekitar 0,4. Sedangkan indeks gini untuk pemilikan aset, terutama tanah sangat timpang, yakni sekitar 0.67 – 0,7. Indikator-indikator itu menunjukkan bahawa ekonomi Pancasila belum terwujud.

“Untuk mewujudkan ekonomi Pancasila maka peran negara adalah menata kembali, mengkaji, dan mengkoreksi UU. Lembaga Pengkajian sudah melihat banyak sekali UU yang mengacu pada Pasal 33 tetapi sejatinya bertentangan dengan UUD tersebut,” kata Didik.

Untuk ke depan, Lembaga Pengkajian menyarankan untuk mengkaji tiga kelompok perundang-undangan.

Pertema, perundang-undangan bidang pengelolaan sumber daya alam (SDA). Kedua, perundang-undangan di bidang pengembangan sumber daya manusi (SDM). Ketiga, perundang-undangan di bidang ketatalaksanaan dunia usaha.

Didik memberi contoh di antaranya UU Penataan Ruang, Reforma Agraria, Pengelolaan Sumberdaya Mineral, pengaturan bidang kehutanan, pengembangan sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan, buruh, persaingan usaha, dan industri. (boy/adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR: Indonesia Masa Depan Ditentukan Kualitas Pendidikan Hari Ini


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR  

Terpopuler