jpnn.com, BELITUNG - Pencemaran pesisir dan laut menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks dan mengancam keanekaragaman kehidupan laut dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dalam upaya mengatasi persoalan tersebut, sejak tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara rutin melaksanakan kegiatan bersih pantai (coastal clean up/CCU) di beberapa lokasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Karliansyah, Senin (13/8) memimpin kegiatan CCU di Pantai Tanjung Kelayang, Kabupaten Belitung, yang juga diselenggarakan serentak di tiga lokasi wisata di Pulau Belitung, yaitu Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi dan Pantai Nyiur Melambai.
BACA JUGA: KLHK: Dirgahayu Indonesia, Kerja Kita Prestasi Bangsa
Dalam sambutannya, Karliansyah menyatakan pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut dari sampah laut di Pulau Belitung menjadi sangat penting, mengingat Belitung telah menjadi daya tarik tujuan wisata yang bertopang pada keindahan pantainya, serta sektor pariwisata telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk petumbuhan ekonomi di Pulau Belitung.
Untuk itu, menurut menurut Karliansyah semua pihak, meliputi unsur pemerintah, masyarakat dan dunia usaha harus terlibat. “Mari secara bersama-sama menjaga Pulau Belitung dari dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama dari sampah laut,” kata Karliansyah.
BACA JUGA: Ini Manfaat Penerapan Euro 4 di Indonesia
CCU merupakan gerakan aksi bersih-bersih pantai dan laut yang melibatkan masyarakat dan dunia usaha yang peduli terhadap kelestarian pesisir dan laut, serta memberikan kesempatan bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk dapat berpartisipasi dalam kampanye pengendalian pencemaran pesisir dan laut.
Terkait sampah laut, berdasarkan survei KLHK yang dilakukan di 18 Kabupaten/Kota pada tahun 2017, diketahui estimasi total sampah laut sekitar 1,2 juta ton dengan rerata timbulan sampah laut sebanyak 106.385 gram/m2. Perhitungan dan analisis sampah pesisir menunjukan bahwa komposisi sampah laut berukuran makro (>2,5 cm) didominasi plastik (31,44 persen) dan kayu (29,75 persen). Sisanya secara berurutan yaitu kaca dan keramik, karet, kain, busa plastik, logam, kertas dan kardus, serta bahan lainnya.
BACA JUGA: Ciptakan Udara Bersih Menjelang Asian Games dengan Euro 4
Sumber pencemaran pesisir dan laut tersebut tidak saja bersumber dari daratan, namun terdapat juga yang bersumber dari lautan. Sampah plastik di lautan misalnya sekitar 20 persen berasal dari sektor pelayaran dan perikanan. Namun, 80 persen berasal dari daratan. Sampah plastik di lautan yang berasal dari darat bersumber dari aliran sungai yang bermuara di laut dan kawasan pesisir, dimana wilayah pesisir Indonesia mencakup 50 persen areal daratan dengan tingkat populasi 70 persen tinggal di wilayah ini.
Berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut, Pemerintah Indonesia dalam berbagai forum internasional telah menyatakan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sampai dengan 70 persen pada 2025.
Aksi untuk mencapai komitmen tersebut akan dilakukan melalui empat strategi yaitu: (1) peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan; (2) pengelolaan sampah plastik teresterial; (3) pengelolaan sampah plastik di pesisir dan laut; serta (4) mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, penegakan hukum, dan penelitian dan pengembangan. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK: Tidak Ada Privatisasi di Taman Nasional Komodo
Redaktur : Tim Redaksi