Lestarikan Wayang ala Widodo Basuki

Selasa, 25 September 2018 – 20:33 WIB
Widodo Basuki. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SIDOARJO - Bagi penggemar wayang, nama Widodo Basuki sudah tak asing lagi. Pasalnya, kecintaan Widodo pada wayang sungguh luar biasa. Bahkan rumahnya di Desa Sukolegok, Sukodono pun penuh dengan lukisan wayang. Beragam bentuk. Ada yang surealis. Ada pula yang semiabstrak. Background dalam lukisan wayang itu cerah. Rata-rata perpaduan antara warna hijau dan kuning. Begitu pula dengan lukisan wayangnya. 

''Ini namanya wayang Jawa Timuran,'' ujar Widodo kepada Jawa Pos sambil menunjuk lukisan-lukisannya. 

Widodo lantas mengambil salah satu lukisannya yang tergantung di dinding. Yang diambil lukisan Gatotkaca. Dalam lukisan tersebut, Gatotkaca digambarkan mempunyai sayap yang cukup besar. Gigi taringnya tampak menonjol. ''Ciri wayang Jawa Timuran itu lebih realistis,'' ujarnya. 

Dia pun memberikan penjelasan kenapa Gatotkaca bersayap besar. Widodo ingin menggambarkan bahwa salah satu tokoh di dunia pewayangan itu akan mengeluarkan kesaktiannya. Terbang. Adapun gigi taring merupakan gambaran bahwa Gatotkaca dalam sejarahnya adalah anak Arimbi. ''Arimbi itu raksasa. Karena Gatotkaca anak raksasa itu, ada taringnya juga,'' katanya. 

Widodo pun memberikan contoh lagi. Dia lantas mengambil lukisan Arjuna Sasrabahu. Dia menjelaskan, sasra bahu artinya berlengan seribu. Dalam gambar atau lukisan wayang pada umumnya atau Jawa Tengahan, sosok Arjuna hanya digambarkan memiliki dua lengan. Namun, Widodo melukis Arjuna yang memiliki banyak lengan. Begitulah sebagian contoh karakter wayang khas Jawa Timuran. 

Widodo menggeluti dan menelusuri wayang sejak 2013. Dia sering berdiskusi dengan para budayawan. Dari hasil diskusi dan penelusuran lain, dia mengambil kesimpulan bahwa banyak yang masih bisa dieksplorasi dari wayang Jawa Timuran. ''Sangat menarik, karakternya lebih spesifik,'' kata bapak dua anak itu. 

Saat ini setidaknya sudah ada belasan lukisan wayang Jawa Timuran yang dibuat. Sebelumnya, Widodo juga banyak melukis tentang wayang. Namun, semua wayang Mataraman atau Jawa Tengahan. ''Lukisan saya selalu tentang wayang. Itu sejak awal-awal melukis pada 1986. Saat pertama masuk jurusan seni rupa murni di STKW (Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta) Surabaya dulu,'' ungkap suami Sri Sulistiani itu. 

Dia menegaskan, ada kepuasan batin saat melukis wayang. Kepuasan tersebut sulit dituliskan dengan kata-kata. Karena itu, Widodo pun berupaya menyampaikannya lewat sapuan kuas dalam kanvas. ''Kalau wayang sebagai pertunjukan, sudah banyak. Nah, yang eksplorasi pada sisi lainnya masih kurang,'' katanya. 

Selain melukis, Widodo banyak berkarya dalam tulis-menulis seputar wayang dan budaya Jawa. Saat ini sudah ada 25 buku tentang budaya Jawa. Bahkan, beberapa buku tulisan Widodo dijadikan objek penelitian oleh mahasiswa dari sejumlah kampus di Indonesia. Di antaranya, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). 

Berkat ketekunan dan karya-karya itu, Widodo mendapat apresiasi. Dia beberapa kali menerima penghargaan. Salah satunya Sastra Rancage 2000 untuk sastra Jawa atas karya sajak-sajaknya yang berjudul Layang Saka Paran (Surat dari Perantauan). Dia juga mendapat penghargaan dari gubernur Jatim atas dedikasinya di bidang seni budaya. ''Saya ingin terus berkarya,'' paparnya. (*/c15/hud) 

BACA JUGA: Pernah Jaya di Jaman Belanda, Wayang Timplong Terancam Punah

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wayang, Media Komunikasi Efektif Menyebarkan Pesan Moral


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
wayang  

Terpopuler