Rahmad bin Mansyur (25), yang disidang lebih dahulu menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Dua terdakwa lagi, Sulaiman (30) dan Gerson Rawaukabeko (21), menyatakan menerima putusan majelis hakim yang diketuai Budi Teguh A. Simaremare dengan anggota Rakhmat Priyadi dan Indra Cahyadi. Sedangkan Ferdi Pohomaga Kedungura (30) dan Andreas Tago alias Andi (21), langsung menyatakan upaya hukum banding.
Vonis untuk lima terdakwa dalam tiga berkas terpisah itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan sebelumnya. Kelima terdakwa dalam tiga berkas terpisah mendengarkan putusan hukumnya tanpa didampingi penasihat hukum.
Majelis hakim dalam sidang putusan kemarin menyampaikan dengan beberapa pertimbangan yang memberatkan para terdakwa. Antara lain perbuatan pembunuhan itu tergolong sadis, dan tidak berprikemanusiaan, perbuatan terdakwa itu melanggar hak asasi manusia.
“Selain itu perbuatan terdakwa juga telah berdampak pada rusaknya keseimbangan dalam masyarakat, karena perbuatan terdakwa jelas sangat meresahkan masyarakat di Kabupaten Nunukan,” kata Ketua Majelis Hakim, Budi Teguh A. Simaremare kepada wartawan usai persidangan.
Rahmad sebagai otak pelaku, sebelumnya pernah melakukan tindak pidana yakni penculikan anak, sehingga menjadi pertimbangan majelis hakim dalam putusan seumur hidup penjara tersebut.
“Khusus Rahmad, dia pernah dihukum, lalu keluarga korban tidak mau memaafkan perbuatan para terdakwa,” ujarnya.
Atas putusannya itu, Rahmad tidak kuasa menahan sedih sehingga langsung menangis. Sementara, dalam ruang tunggu terdakwa Pengdilan Negeri Nunukan, Gerson tidak tahan menahan rasa marahnya, sehingga memukul Rahmad beberapa kali di bagian perut dan kepala karena merasa telah dijerumuskan.
Kembali mengingatkan, pembunuhan sadis itu terjadi pada 8 Mei 2012 lalu. Kelima terdakwa membunuh Briptu Didik Santoso sekitar pukul 21.30 wita di dalam mobil Toyota Avansa Warna Silver dengan nomor polisi KT 1754 S.
Pembunuhan dilakukan berawal dari rasa sakit hari Rahmad terhadap Didik Santoso yang menagih hutang kepadanya sebesar Rp125 juta. Karena tidak memiliki uang, Rahmad nekad membunuh Didik dengan dibantu 4 orang calon TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang awalnya akan bekerja di Malaysia.
Pembunuhan berencana itu berawal ketika Rahmad sekitar pukul 10.00 Wita mendapatkan telepon dari Didik yang menagih hutang Rp125 juta. Uang itu sebelumnya dipergunakan terdakwa dalam hal bisnis sembako. Saat Didik menagih, terdakwa sedang tidak punya uang.
Setelah ada rencana membunuh korban, terdakwa menggunakan Toyota Avanza silver KT 1754 S mencari orang untuk mempermudah pembunuhan dengan cara mencari orang yang tidak dikenal korban.
Setelah berhasil mengajak calon korbannya masuk ke mobil, Rahmad lalu mengarahkan mobil yang dikendarainya menuju Mamolok, tepatnya Tanjung Harapan menuju Sungai Lancang.
Tepat di daerah sepi tanpa rumah di pinggir, dalam keadaan mobil sedang berjalan Rahmad lalu memberi isyarat kepada Ferdi, Andreas, Sulaiman dan Gerson yang ada di dalam mobil untuk segera mengeksekusi Didik.
Rahmad menggaruk-garuk kepalanya sebagai tanda untuk mengeksekusi korban. Sebagai repson terhadap isyarat dimaksud, Gerson lalu memegang kedua lengan korban anggota Polsek Nunukan itu, dan menariknya ke belakang. Andreas mengambil pisau yang telah disiapkan yang disimpan di jok, lalu Andreas menggunakan tangan kanannya menusukkan satu bilah pisau ke arah tulang rusuk korban sebanyak dua kali.
Saat hendak menusukkan ketiga kalinya, pisau berhasil ditangkap korban dengan tangan kiri dan kanannya. Selanjutnya Ferdi merebut pisau yang berhasil ditangkap Didik. Setelah berhasil mengambil pisau yang ditangkap Didik, Ferdi melangkah ke depan dengan posisi di pangkuan korban Didik.
Lalu Ferdi menikamkan pisau tersebut ke bagian perut di bawah pusat korban. Sulaiman lalu maju ke depan, dan langsung menikam dengan menggunakan tangan kanan ke arah tulang rusuk kanan, lalu menutup mulut korban dengan jaket warna hitam milik terdakwa.
Selanjutnya dia memberikan pisau itu kepada Gerson. Setelah mendapatkan pisau dari Sulaiman, Gerson lantas menggorok leher korban sebanyak dua kali. Pertama di bagian dagu, dan yang kedua kalinya di leher hingga Briptu Didik Santoso tidak bergerak.
Usai mengeksekusi korban, mobil yang mereka kendarai memutar menuju kota. Di jalan tembus antara Kampung Baru Selisun dan GOR (gedung olahraga), terdakwa berhenti.
Rahmad lalu turun diikuti Sulaiman, Gerson, Ferdi dan Andreas. Rahmad kemudian membuka pintu mobil sebelah kiri, lalu menusuk korban Didik dengan senjata tajam yang sudah disiapkan secara berulang-ulang ke sebelah rusuk korban Didik.
Hal itu dilakukan Rahmad untuk memastikan jika korbannya telah mati. Ia lalu mengambil handphone korban merek Nokia silver Type E7 dan menarik korban sampai jauh di tanah. Selanjutanya dia memerintahkan kepada empat pelaku lainnya.
"Buang jasad Didik Santoso ini ke jurang,” perintah Rahmad kepada ke-4 orang tersebut. Saat itu Ferdi masih menyempatkan mengambil dompet korban. Setelah itu, Rahmad bersama Sulaiman, Gerson, Ferdi dan Andreas mengangkat tubuh korban dan membuang di pinggir jurang di Jl. Sei Sembilan, Kecamatan Nunukan.
Keesokannya, (9/12), jasad Briptu Didik Santoso yang merupakan anak dari Majianto (53) dan Parsiyem (46), ditemukan. Jenazah korban kemudian dipulangkan ke kampung halamannya atau tempat kedua orang tuanya tinggal di Desa Ngrami, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.(sam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngaku Polisi, Ternyata Perampok
Redaktur : Tim Redaksi