Lima PR Kadis Sumber Daya Air DKI Jakarta Baru Untuk Atasi Banjir

Rabu, 24 Februari 2021 – 16:22 WIB
Warga saat melintasi banjir Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjuk Yusmada Faizal sebagai Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta menggantikan Juaini yang didemosi menjadi Wakil Wali Kota Jakarta Utara.

Adapun Yusmada sebelumnya memegang jabatan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

BACA JUGA: Banjir Jakarta Surut 100 Persen, Anies: Alhamdulillah, Atas Izin Allah

Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Justin Untayana meminta sejumlah pekerjaan rumah (PR) persoalan banjir Ibu Kota harus bisa diselesaikan Yusmada.

"Saat terjadi banjir pada 20 Februari 2021, rata-rata curah hujannya hanya sekitar 50 persen jika dibandingkan dengan curah hujan saat terjadi banjir Tahun Baru 2020. Sementara itu, Tinggi Muka Air (TMA) di Katulampa, Depok, dan Krukut Hilir siaga empat atau normal," kata Justin saat dikonfirmasi, Rabu (24/2).

BACA JUGA: Penjelasan Gubernur Anies soal Banjir Jakarta Hari Ini, Wajar?

"Jadi, bisa dikatakan bahwa banjir terjadi di dalam situasi cuaca yang tidak terlalu berat. Pemprov DKI harus bersiap diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk di masa mendatang," sambung Justin.

Justin menjelaskan, setidaknya terdapat lima PR soal banjir yang harus segera dikerjakan Yusmada.

BACA JUGA: Hujan Deras, Dua RT di Duren Sawit Terendam Banjir

Pertama, dia meminta adanya komunikasi yang baik dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

Justin menilai kerja sama antara Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta beberapa tahun belakangan kurang lancar.

Padahal Kementerian PUPR sedang melaksanakan sejumlah proyek penanganan banjir Jakarta, seperti pembangunan Stasiun Pompa Ancol Sentiong, tanggul pantai, dan normalisasi sungai.

"Saya mendengar Kementerian PUPR sulit mengajak Pemprov DKI untuk berkoordinasi mengenai rencana pembangunan di Jakarta. Saya harap Pak Gubernur dan jajarannya meninggalkan ego pribadi demi kepentingan rakyat banyak," ujar Justin.

Kedua, lanjut dia, lakukan percepat pembebasan lahan untuk normalisasi sungai.

Justin menjelaskan, pembebasan lahan untuk normaliasi sungai yang jadi kewenangan Pemprov DKI berjalan lambat. 

Hal itu membuat Kementerian PUPR yang kewenangannya menjalankan pekerjaan konstruksi harus terhenti.

"Dari pantauan lapangan, banjir di Jakarta Timur diakibatkan luapan sungai yang belum normalisasi. Dinas Perumahan telah menyiapkan ribuan rusun untuk relokasi warga, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pembebasan lahan," ujar Justin.

Ketiga, Justin meminta percepat normalisasi dan pembangunan tanggul di Muara Angke.

Justin mendesak Pemprov DKI harus segera menormalisasi hilir Banjir Kanal Barat (BKB) yang berada di wilayah Muara Angke.

Hilir BKB saat ini sempit dan membuat aliran BKB ke laut membutuhkan waktu yang lama. Hal itu membuat sejumlah kali yang dialirkan ke BKB meluap.

"Kanal Banjir Barat sangat penting untuk pengendalian banjir. Namun hilir Kanal Banjir Barat di Muara Angke sangat sempit hanya 20-30 meter, dangkal, dan langsung terbuka ke laut sehingga rawan arus balik saat pasang air laut," papar Justin.

"Pemprov DKI perlu segera melaksanakan normalisasi sehingga lebarnya 110 meter, pembangunan tanggul, dan membuat stasiun pompa di Muara Angke," sambung Justin.

Keempat, normalisasi Kali Krukut dan Kali Mampang.

Pada Sabtu (20/2) lalu, wilayah Pejaten dan Kemang, Jakarta Selatan terendam banjir besar akibat luapan Kali Krukut dan Kali Mampang.

Justin mengatakan, Pemprov DKI harus segera menormalisasi kedua kali tersebut agar bisa menampung debit air yang besar.

"Agar banjir tidak terjadi lagi, Pemprov DKI perlu melakukan normalisasi Kali Krukut dan Kali Mampang agar mampu menangani curah hujan ekstrim di atas 150 mm per hari. Memang ini tidak mudah, namun perlu diingat bahwa Pemprov DKI memiliki APBD lebih dari Rp 80 triliun yang merupakan terbesar di Indonesia," ujar Justin.

Terakhir, merealokasi anggaran yang kurang efektif.

Justin mencatat setidaknya ada dua pos anggaran yang dinilai kurang mendesak.

Keduanya ialah anggaran pembangunan sumur resapan Rp 411,4 miliar dan anggaran penataan sungai di Kali Besar dan Pasar Baru sekitar Rp 180 miliar.

"Kegiatan penataan sungai tersebut dilakukan di sungai yang telah lebar dan cenderung untuk keperluan estetika, bukan untuk meningkatkan kapasitas sungai. Untuk keperluan seperti itu bisa pakai dana KLB, jangan pakai APBD," kata Justin.

"Saya menyarankan agar anggaran pembangunan sumur resapan dan penataan sungai dengan total Rp 591 miliar itu dialihkan untuk normalisasi sungai dan pembangunan stasiun pompa," sambung Justin. (cr1/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Dean Pahrevi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler