Limbah Elektronik Makin Tinggi, Pemerintah Lakukan Ini

Kamis, 09 Juni 2022 – 02:11 WIB
Ilustrasi perangkat elektronik. Foto: dok for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Peningkatan permintaan perangkat digital selurus dengan meningkatnya limbah elektronik atau e-waste tanpa ada kesempatan untuk diolah kembali.

Pada tahun lalu masyarakat dunia membuang e-waste sebesar 57,4 juta ton, sedangkan di Indonesia mencapai 2 juta ton.

BACA JUGA: PLN Manfaatkan Limbah Batu Bara untuk Bangun Infrastruktur, Menteri BUMN: Patut Diapresiasi

Timbulan e-waste dapat melahirkan masalah berupa paparan racun pada tanah dan air, yang berpotensi membahayakan rantai makanan dan berujung pada gangguan kesehatan manusia.

Salah satu upaya pemerintah RI mengurangi e-waste melalui pengesahan Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BACA JUGA: Berbadan Kekar, Seman Disergap 6 Polisi Berpakaian Preman, Kasusnya Parah

Kebijakan tersebut memuat tahapan pengolahan e-waste yang dilakukan melalui proses pembersihan dan penghilangan seluruh cairan dan gas; pembongkaran komponen secara manual; pemilahan dan pemisahan komponen yang dicopot.

Kemudian proses pemecahan dan pemotongan; pemrosesan lanjutan yang digunakan sebagai bahan baku serta bahan elektronik.

BACA JUGA: Gegara Pipis Anak, Mbak Dewi Ditendang Suami

Kebijakan tentang pengelolaan e-waste juga dimandatkan dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

"Bappenas bersama UNDP dan pemerintah Denmark meluncurkan laporan bertajuk 'Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Ekonomi Sirkular di Indonesia'. Laporan itu menunjukkan sektor elektronik salah satu sektor prioritas dalam penerapan ekonomi sirkular," kata Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Arifin Rudiyanto dalam rilisnya, Kamis.

"Penerapan ekonomi sirkular lebih dari sekadar pengelolaan sampah, tetapi juga mencakup pengelolaan sumber daya alam pada kelima sektor prioritas (elektronik, makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, dan ritel dengan fokus kemasan plastik) berpotensi meningkatkan PDB pada kisaran Rp 593-638 triliun."

Selain itu, lanjut Arifin, juga menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada 2030.

Ekonomi sirkular pada industri elektronik juga berpotensi meningkatkan PDB Rp 12,2 triliun pada 2030.

Pada aspek lingkungan, diprediksi dapat membantu Indonesia menghindari hampir 0,4 juta ton emisi CO2 dan menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada 2030.

Dari sisi sosial, sirkularitas di sektor elektronik juga dapat menghasilkan penghematan rumah tangga tahunan sekitar Rp 88.000 atau 0,2 persen dari rata-rata pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.

Direktur Eksekutif Greeneration Foundation Vanessa Letizia mengatakan alat elektronik multifungsi dengan daya pakai pendek membuat banyak pihak, memikirkan solusi efisien agar e-waste di Indonesia lebih dikendalikan.

"Dengan ekonomi sirkular, alur industri elektronik tidak lagi terdiri atas produksi, konsumsi, dan buang, melainkan produksi, konsumsi, dan kelola dengan bijak," kata Vanessa Letizia.

Greeneration Foundation adalah lembaga swadaya masyarakat Indonesia yang berfokus mengubah perilaku masyarakat agar menerapkan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Program-program Greeneration Foundation bertujuan mendorong manajemen persampahan melalui advokasi dan edukasi, sistem manajemen informasi dan komunikasi, riset, dan pemberdayaan masyarakat.

Saat ini Greeneration Foundation bersama pemerintah sedang melaksanakan program Ekonomi Sirkular melalui pelatihan dan pengembangan kapasitas. (rdo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Karyawati Kasi Intel Kejaksaan Dibegal, Tim Macan Putih Bergerak, Siap-Siap


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler