Limbah Lebih Aman Dibuang ke Laut

Senin, 17 September 2012 – 08:16 WIB
JAKARTA - Berbagai pihak terkait diingatkan agar jangan hanya fokus soal pentingnya investasi atau pun royalty yang didapat dari pertambangan emas Martabe yang terletak di Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, memang investasi itu penting karena bisa menyerap tenaga kerja lokal, yang ujung-ujungnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi tambang.

Hanya saja, lanjut pria kelahiran Delitua itu, kerusakan lingkungan sebagai dampak pembuangan limbah (tailling) tambang emas itu juga harus menjadi perhatian semua kalangan.

Mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu menilai, pembuangan limbang tambah emas ke sungai memang berbahaya. Dia memberi contoh pembuangan limbah tambang emas Freeport, Papua, ke sungai Ajkwa, yang berdampak kerusakan lingkungan cukup hebat.

"Jangan diulangi lagi kasus Freeport yang membuang tailling lewat sungai Ajkwa. Pohon-pohon di sana habis sepanjang 18 kilometer, dari tambang ke arah laut. Pohon-pohon menguning, setelah itu mati. Belum lagi banyak biota laut yang tercemar. Jadi, kasus Freeport harus menjadi pelajaran berharga," urai mantan General Manager PT Indosat itu kepada JPNN di Jakarta, kemarin (16/9).

Pria yang getol mengikuti isu-isu pertambangan itu mengatakan, dampak lingkungan sering kali tidak dihitung oleh pemerintah, baik pusat, apalagi pemda. Untuk Sungai Batangtoru misalnya, menurutnya bakal sangat tercemar bila perusahaan tambang G-Resource Martabe yang operasionalnya dijalankan PT Agincourt Resource itu membuang tailling lewat sungai tersebut.

Karenanya, Marwan menilai, penolakan oleh warga merupakan hal yang wajar. "Meski ada yang menunggangi misalnya, aksi penolakan warga itu menurut saya sangat wajar," ujarnya.

Bagaimana tidak, lanjut dia, nantinya sepanjang alur sungai Batangtoru bakal tercemar. "Bukan saja ikan-ikannya mati, tapi bagaimana jika selama ini ada warga yang minum dari air sungai itu, juga nyuci di sungai itu. Kalau ada warga yang sakit karena tercemar limbah buangan tambang emas, lantas mati, apakah ini pernah dihitung oleh pemerintah sebagai kerugian?" beber Marwan.

Dia memberi contoh pertambangan emas Newmont di NTB, yang membuang taillingnya dengan membuat pipa menuju laut. "Taillingnya Newmont itu dibuang ke dasar laut dengan menggunakan pipa, itu pun diprotes warga karena berdampak pada biota laut. Padahal membuang tailling ke laut itu lebih aman bagi warga sekitar dibanding lewat aliran sungai," ujar Marwan.

Menanggapi pernyataan Komisaris G-Resource Martabe, Anwar Nasution bahwa limbah sudah diproses sesuai kajian AMDAL dan Kepmen Lingkungan Hidup tentang baku mutu air, Marwan mengatakan, tetap perlu kajian serius bila limbah dibuang lewat sungai Batangtoru.

Namun, lanjutnya, agar persoalan ini segera beres, dengan solusi yang tidak merugikan perusahaan dan juga tida merugikan warga, Marwan meminta pemerintah tegas. Pemprov Sumut sebagai wakil pusat di daerah, diminta segera turun tangan.

"Jangan membiarkan konflik terjadi antara perusahaan dengan warga, sementara pemerintah hanya menjadi penonton. Pemerintah jangan hanya berpihak ke investor, hanya mikir royalty, tapi tidak memikirkan kemungkinan rakyat tercemar, sekarat dan mati," tegasnya. Pemda diminta membuat kajian yang serius dan menjadikan kasus Freeport sebagai pertimbangan penting.

Marwan juga mengingatkan bahwa di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, biaya produksi setiap 1 ons emas lebih murah dibanding dengan 1 ons emas di negera-negara maju. Pasalnya, di negara-negara berkembang, pengawasan terhadap dampak lingkungan lemah, tidak seperti di negera-negara maju.

"Di negara-negara maju, pihak perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih untuk pengolahan limbah sehingga biaya setiap 1 ons emas lebih mahal dibanding di negara-negara berkembang," urainya.

Berkali-kali dia mengingatkan, pemda jangan hanya berpikir royalty atau deviden dari keberadaan tambang emas Martabe. "Karena jika tidak memperhitungkan kepentingan publik, maka ke depan malah menuai kerugian yang jauh lebih besar dibanding pendapatan dari royalty atau deviden itu," pesannya.

Sebelumnya diberitakan, perusahaan tambang emas Martabe yang terletak di Batangtoru mengancam akan tutup untuk sementara. Hal ini dikarenakan produksi tidak bisa berjalan, menyusul berbagai masalah yang menghambat pemasangan pipa penyaluran air sisa tambang.

Hal tersebut diungkapkan Komisaris G-Resource Martabe, Anwar Nasution yang didampingi oleh Humas G-Resourcen Martabe Katharina Suwardono di JW Marriot Hotel, Jumat (14/5).

Anwar Nasution menyatakan, operasional tambang PT Agincourt Resource saat ini sedang terganggu dengan berbagai peristiwa di daerah tambang. Seperti pembakaran pipa penyaluran air bekas proses tambang, yang disusul aksi demonstrasi warga setempat. “Sudah 2 kali kita dihalangi untuk pemasangan pipa ini, mulai dari pipa milik kita yang dibakar sama massa, kemudian saat akan melakukan pemasangan lagi, kita didemo. Tanpa pipa ini, operasional pipa akan sangat terganggu,” katanya.

Dijelaskannya, selama ini untuk produksi emas, air sisa ini akan masuk ke dalam wadah (penampungan). Di penampungan inilah air diproses sehingga aman sesuai kajian AMDAL dan Kepmen Lingkungan Hidup tentang baku mutu air. Nah, karena pipa ini belum terpasang, tampungan air tersebut sudah hampir penuh. “Kalau prediksi kita, sebenarnya dia mampu untuk menampung hingga 2 bulan lagi. Tetapi, saat ini kita butuh dana untuk produksi,” lanjutnya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Material Banjir Bandang Padang Mulai Dibersihkan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler