jpnn.com - JAKARTA -- Ketua Indonesia Audit Watch Junisab Akbar mengkritik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, yang mengusut dugaan korupsi pengadaan sewa mobil dinas operasional Bank Sumut. Sebab, kata Junisab, Kejati Sumut tidak menggunakan perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Junisab menyesalkan, perhitungan kerugian negara dilakukan oleh kantor akuntan publik swasta. Menurutnya, menjadi aneh ketika kejaksaan menggunakan pihak di luar BPK atau BPKP.
BACA JUGA: Zulkifli: Kader PAN Harus Dukung Program Kepala Daerah
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi saja selalu menggunakan kedua lembaga negara tersebut dalam melakukan perhitungan kerugian keuangan kasus korupsi.
"Kejati Sumut bersikap seperti ogah menyertakan kedua lembaga negara ini dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi," ungkap Junisab, Sabtu (24/8).
BACA JUGA: Mayor Agus Dianggap Tentara Ingusan, Pendukung SBY Geram
Ia mempertanyakan, apakah sudah ada aturan teknis tentang proses penyidikan kejaksaan yang menggunakan jasa KAP dalam menghitung kerugian negara.
"Kalau memang ada, mana aturannya sesuai perundang-undangan? Coba ditunjukkan ke publik," kata dia. Selain itu, lanjut dia, pertanyaan berikutnya apakah ada nomenklatur anggaran kejaksaan untuk membayar KAP tersebut.
BACA JUGA: Kasihan, Anies Baswedan Sempat Sakit Jelang Pemeriksaan Kesehatan
Karenanya ia meminta Presiden Joko Widodo mengetahui kinerja kejaksaan ini. Presiden harus melihat dengan teliti semua hal ini. "Sebab kondisi itu akan masuk pada situasi 'saling mempertentangkan' fungsi antar lembaga negara dengan institusi pemerintah dan atau pertentangan antar institusi pemerintah," ungkapnya.
Junisab menghimbau sebaiknya Kejatisu terbuka soal alasan tidak menggunakan BPK dan BPKP saat penyidikan. Karena dengan menyewa KAP hal itu tidak lazim dalam tata kelola managemen penghitungan kerugian negara .
"Mereka tidak bisa menyepelekan keingintahuan seperti kami kemukakan di atas sebab yang dilakukan Kejatisu itu sangat tidak biasa," tandas dia.
Ia mengatakan, keberadaan BPK dan BPKP melakukan penghitungan kerugian negara secara faktual sejak era orde baru. Namun, dalam kurun empat tahun terakhir ini mengalami pendistorsian tugas pokok dan fungsinya. Dimulai dengan pelemahan BPK sebagai auditor keuangan negara.
Bahkan, diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 terkait judicial review atau permohonan uji materiil UU nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945 pasal 23E ayat (1).
Ia menjelaskan, UU itu menyebutkan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
"Artinya, bahwa KPK bukan hanya dapat bekerja bersama dengan BPKP dan BPK RI dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK. Itu untuk KPK lho," katanya.
Putusan MK itu tentu dijabarkan ke dalam aturan teknis keuangan negara oleh Menkeu agar bisa masuk dalam nomenklatur anggaran KPK dalam APBN.
"Uniknya justru keputusan hasil judicial review itu seperti dijadikan dalih kuat oleh kejaksaan sehingga bangga menyebut mereka menggunakan kantor akuntan publik (KAP) dalam melakukan penghitungan kerugian negara saat menyidik tindak pidana korupsi," ujar dia.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus Kejati Sumut Asep Mulyana, mengatakan bahwa pihaknya sudah menghitung kerugian negara dari kasus Bank Sumut. Ia pun mengakui auditnya tanpa menggunakan BPK dan BPKP, melainkan KAP.
“Hasil audit sudah kita lakukan, pakai akuntan publik kita,” ungkap Asep ditemui usai penutupan Rakernis Pidsus di Kejagung, Jakarta, Kamis (22/9).
Namun, dia tak menjelaskan alasan tidak menggunakan pihak BPK atau BPKP untuk mengaudit kasus yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 4,9 miliar dari total anggaran Rp18 miliar itu.
Begitu juga nama KAP yang disewa untuk menghitung kerugian negara di kasus yang sudah menetapkan lima tersangka tersebut.
Kelimanya ialah Pemimpin Divisi Umum Bank Sumut, Irwan Pulungan, PPK Bank Sumut, Zulkarnain dan rekanannya yakni Direktur CV Surya Pratama, Haltatif. Sementara dua tersangka lainnya yakni Mantan Direktur Operasionaal Bank Sumut M Yahya dan Mantan Asisten III Divisi Umum M Jefri Sitindaon, berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan, Sumut. (Boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima: Pemerintah Filipina Berperan Aktif Bebaskan Tiga WNI
Redaktur : Tim Redaksi