jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) memproyeksikan Pilkada Serentak 2024 akan berlangsung kondusif. Namun, ada beberapa hal yang perlu dijaga demi menjaga kondusivitas tersebut, seperti isu SARA hingga politik uang.
Hal itu disampaikan Direktur Wakil Direktur LPI Ali Ramadhan dalam diskusi publik dengan tema Kondusivitas Pilkada Serentak dan Arah Baru Demokrasi di Jakarta, Jumat (30/8).
BACA JUGA: Difitnah Politik Uang, Sukarelawan Laju Bara Hanya Bagikan Lembaran Program Lamsel Baru
Menurutnya, kondusivitas itu tergantung kepada sejauh mana seluruh pihak tetap berkomitmen menjaga seluruh proses tahapan pilkada.
"Yang kami khawatirkan dalam setiap laga elektoral ini, baik skup nasional maupun lokal, yaitu gesekan atau konflik sosial antarkelompok masyarakat atau akar rumput. Ya, meski di sejumlah daerah, laga elektoral ini berlangsung kompetitif, namun kami memproyeksikan Pilkada Serentak 2024 ini berlangsung kondusif," kata dia.
BACA JUGA: Kecewa dengan Situasi Politik di Tanah Air, Diaspora Indonesia di Eropa: Lawan Perusak Konstitusi
"Memang, ada sejumlah celah rawan dalam penyelenggaraan pilkada ini, seperti penggunaan isu SARA, money politik, independensi dan integritas penyelenggara, moral hazard peserta (baik calon maupun partai pengusung), tetapi sejauh ini relatif masih kondusif dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk memantau seluruh proses, tahapan dan mekanisme," ujarnya.
Dia melanjutkan terkait arah baru demokrasi dipengaruhi oleh konfigurasi politik nasional yang diupayakan untuk diperluas hingga ke tingkat lokal melalui momentum pilkada serentak.
BACA JUGA: Bawaslu Ajak Nelayan Pangandaran Tegas Menolak Politik Uang dan Awasi Pilkada 2024
"Kalau kami lihat dari komposisi koalisi politik di nasional tengah diupayakan untuk diseleraskan hingga ke daerah. Baik yang saat ini masuk dalam Koalisi Indonesia Maju atau di yang berada di luar blok politik ini. Ya, suka atau tidak, aliansi politik nasional ini merupakan residu politik di masa Pilpres 2024, meski saat ini ada fragmentasi elite partai yang juga sudah menyatakan bergabung di KIM. Tetapi, baik blok politik yang berada di KIM atau di luar itu, harapannya untuk tetap mengupayakan proses demokrasi ini semakin bertumbuh secara kualitatif," ulasnya.
Sementara itu, Direktur Politik Hankam dari BRIN Muhammad Nurhasim menyoroti praktik oligarki akan meluas ke laga elektoral Pilkada.
"Terlebih pascaputusan MK, 20 Agustus 2024, banyak elite dikejutkan oleh keputusan MK itu. Lalu berlomba dengan waktu tahapan pilkada yang sempit, para oligark saling bermanuver dalam proses kandidasi pencalonan kepala daerah. Pertanyaannya, apakah para kandidat yang diputuskan oleh elit partai nasional itu programnya jelas, narasinya rasional dan seterusnya," terangnya.
Terkait kondusivitas, Nurhasim memotret tiga kategori, yaitu ketegangan elite, konflik antarcalon dengan penyelenggara yang termobilisasi, dan konfik di internal partai.
"Yang saat ini terjadi adalah ketegangan antarfaksi di level elite. Nah, biasanya yang perlu dicermati dan umumnya terjadi, adalah konflik antarcalon dengan penyelenggara yang mempunyai basis dukungan militan dan loyal. Itu sebabnya, integritas penyelenggara dan akuntabilitas seluruh proses Pilkada berpengaruh terhadap kondusivitas pelaksanaan Pilkada. Tetapi kalau melihat gelaran pilkada yang lalu-lalu, masyarakat kita sudah mulai cerdas. Terkecuali ada kekuatan lain yang menginjeksi isu-isu SARA dan kekerabatan. Itu sebabnya, elemen ini harus diawasi bersama," ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Pakar Kebijakan Publik Asep Kusnanto menambahkan peran oligarki dalam kontestasi Pilkada Serentak ini akan berupaya untuk memperluas jangkauan monopoli seluruh sumber daya dari nasional sampai ke daerah.
Menurutnya, bila ingin memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia, maka perbaiki dulu kualitas demokrasi di internal partai politik.
"Kita tidak bisa menyalahkan mereka (oligarki). Sebab, kaum oligarki by nature, sudah teramat kuat. Nah, bila ingin memperbaiki kualitas demokrasi, maka partai politik harus banyak berbenah dan solusinya adalah partai harus diaudit, apakah sudah demokratis atau belum," tegasnya. (tan/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Bawaslu: Politik Uang Pasti Selalu Ada
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga