LPSK Ingin Punya Tim Bersenjata

Jumat, 10 Agustus 2012 – 07:58 WIB
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap UU No 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mendasari pembentukan lembaga tersebut bisa direvisi DPR periode sekarang. Ada beberapa materi dan kewenangan yang diharapkan bisa lebih diperinci melalui revisi itu.

Salah satu yang diusulkan, LPSK memiliki tim bersenjata untuk memperkuat tugas mereka dalam melindungi saksi dan korban. "Kami berhadap ada skuad yang permanen, bisa dikontrol LPSK sepenuhnya untuk melakukan proteksi. Jadi, ada unsur kerahasiaan," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat bertemu Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di gedung parlemen kemarin (9/8).

Dia menyebutkan, sekarang LPSK meminta bantuan Polri setiap menangani kasus. Petugas yang datang silih berganti bergantung penugasan pimpinan Polri. "Otomatis banyak yang tahu. Selama ini tidak ada problem. Tapi, kita perlu antisipasi ke depan," ujarnya.

LPSK, lanjut dia, memang punya tenaga pengamanan. Tapi, mereka tak punya kewenangan menggunakan senjata. "Gambarannya seperti di lapas (lembaga pemasyarakatan). Punya pasukan sendiri, bukan polisi. Undercontrol lapas sepenuhnya dan punya kewenangan untuk menggunakan senjata," katanya.

Menurut Haris, hampir semua lembaga serupa di dunia memiliki skuad sendiri. Dia mencontohkan lembaga sejenis di Amerika Serikat yang disebut US Marshals Service. Materi lainnya, jelas Haris, terkait dengan kewenangan LPSK. Di antaranya, kewenangan memiliki rumah aman, kewenangan memanggil orang-orang yang dianggap memiliki informasi, serta pergantian identitas saksi dan korban. "Dalam UU yang sekarang, kewenangan KPK tidak diperinci," ujarnya.

Terkait dengan kelembagaan, LPSK juga mendorong adanya sekretariat jenderal (kesekjenan) yang permanen. Saat ini, segala urusan administrasi LPSK difasilitasi sekretaris selevel eselon II. Hal tersebut dirasakan menimbulkan kendala, terutama dalam pengangkatan SDM dan pengelolaan keuangan. "PNS di LPSK masih sangat sedikit. Jumlah seluruhnya 17 orang. Banyak struktur yang belum terisi," keluh Haris.

Dia menuturkan, draf revisi sebenarnya digodok pemerintah sejak 2011. Prosesnya saat ini sudah masuk tahap akhir di Sekretariat Negara. Tapi, masih ada ketidaksetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait dengan perubahan kelembagaan LPSK. "Kalau dalam pertemuan mendatang (di internal pemerintah, Red) masih terhambat juga, belum ada titik terang, tentunya draf usul revisi akan kami sampaikan langsung ke DPR," ujar Haris. LPSK, tegas dia, akan mendorong revisi UU No 13/2006 menjadi usul inisiatif DPR.

Priyo menyampaikan apresiasi atas masukan LPSK itu. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada LPSK apakah tetap menghendaki revisi RUU itu menjadi inisiatif pemerintah atau "potong kompas" melalui DPR. "Terserah LPSK. Saran saya, jangan bicara terlalu keras dengan Mensesneg, Men PAN, atau Menkum HAM. Langsung sampaikan saja di sini karena semua akan diputuskan di DPR," katanya.

Di tempat yang sama, anggota Komisi III Ahmad Yani menyampaikan, revisi UU No 13/2006 tidak masuk program legislasi nasional (prolegnas) DPR periode 2009"2014. Meski begitu, untuk kepentingan masyarakat luas, bisa saja usul revisi tersebut disisipkan.

Dia meminta draf dan naskah akademis yang sudah ada segera diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam 2012. "Kalau nggak diserahkan mulai sekarang, saya ingatkan 2013 itu sudah tahun politik. Banyak yang sudah mau pulang ke dapil masing-masing," ungkap politikus PPP tersebut lantas tersenyum. (pri/c5/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah 159.871 Calhaj Telah Lunasi BPIH

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler