JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan peniup peluit (whistle blower) belum mendapatkan tempat di peradilan IndonesiaPasalnya, orang-orang yang menjadi peniup peluit mendapatkan hukuman sama dengan orang yang bukan peniup peluit pada kasus yang sama
BACA JUGA: Bank Mega Bergeming, Kejaksaan Tak Ambil Pusing
"Tidak ada penghargaan kepada orang yang membantu memberantas korupsi
BACA JUGA: MA Minta Klarifikasi Mantan Juru Panggil MK
Semendawai mencontohkan Agus Condro, anggota DPR 1999-2004 yang merupakan peniup peluit dalam kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia untuk memenangkan Miranda Goeltom pada 2004
BACA JUGA: KPK Diminta Prioritaskan Kasus Wisma Atlet
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Agus Condro melaporkan penerimaan travel cek kepada Komisi Pemberantasan KorupsiTindakannya itu kemudian menyeret 26 politisi DPR 1999-2004Cek perjalanan Agus sendiri senilai Rp 500 juta diserahkan ke KPK sebagai barang buktiSementara rekannya sesama politisi PDIP, Max Moein dan Rusman Lumbantoruan yang tidak mengakui perbuatannya dan tidak mengembalikan cek yang diterimanyadivonis 20 bulan
"Ini yang membuat orang takut menjadi peniup peluitMemang hukuman yang diterima Agus Condro lebih ringan dari terdakwa lainnya, tapi itu belum cukupSeharusnya hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) membuat terobosan baru," katanya
Selain tidak mendapat keringanan hukum, kata Semendawai, yang paling menakutkan bagi para peniup peluit adalah dijadikan tersangka"Yang ditakuti pelapor bukan ancaman fisik, tapi aparat hukum menjadikan pelapor jadi tersangka" katanya.
Semendawai menceritakan di salah satu daerah ada peniup peluit yang melaporkan penyimpangan proyek pembangunan Rp 1,7 miliar di Kejaksaan Tinggi (Kejati)Oleh Kepala Kejaksaan Tingginya, melimpahkan laporan itu di Kejaksaan Negeri untuk ditanganiTak lama, sang pelapor kemudian dipanggil jaksa
"Di Kejari, orang ini dijadikan tersangka karena disalah satu item pekerjaan proyeknya juga mengelola Rp 30 jutaTerjadi pergeseranSeharusnya yang didahulukan penyimpangan yang Rp 1,7 miliar tapi justeru yang diprioritaskan yang kecilIni bukti bahwa penegakan hukum kita tersandera," tukasnya(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril-Hartono Kembali Dicekal
Redaktur : Tim Redaksi